29 C
Jakarta

Pandemi Jadikan Keselamatan Jiwa sebagai Pertimbangan Utama

Artikel Trending

AkhbarNasionalPandemi Jadikan Keselamatan Jiwa sebagai Pertimbangan Utama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, para ulama di hampir semua negara, terutama yang berpenduduk muslim, melakukan kajian ulang (i’aadatu an-nadhar) terhadap pandangan keagamaannya agar relevan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang saat ini melanda dunia. Karena pada dasarnya ajaran agama Islam diturunkan oleh Allah tidak untuk menyulitkan kehidupan. Dalam menyikapi pandemi ini keselamatan jiwa sanagt utama ketimbang ibadah lain.

Wamenag mencontohkan, bahwa dalam menjalankan ibadah, ada yang bisa dilakukan dengan tata cara normal (‘azimah), yaitu ketika dilakukan di situasi normal. Namun, dalam kondisi tidak normal berupa masyaqqah ataupun dharurah syar’iyyah, pelaksanaan ibadah bisa dilakukan penyesuaian-penyesuaian.

Masyaqqah ataupun dharurah syar’iyyah merupakan alasan adanya keringanan (rukhshah) dalam menjalankan ajaran agama. Sehingga hukum Islam mempunyai fleksibilitas dalam pelaksanaannya (murunatu al-fiqh al-islami) sesuai kondisi yang ada,” terang Wakil Menteri Agama RI, Zainut Tauhid Sa’adi saat didapuk sebagai narasumber web binar bertajuk Agama dan Kemanusiaan Pasca Covid19, Sabtu (16/05).

Forum ini digelar atas inisiatif Ikatan Alumni Fakultas Adab & Humaniora (IKAFAH) UIN Jakarta.

Menurut Wamenag, fleksibilitas hukum Islam menjadi ruh fatwa para ulama di masa pandemi Covid-19 ini. Hal itu sejalan dengan tujuan utama diturunkannya syariah (maqashid as-syariah).

Menjaga Keselamatan Jiwa Wajib Didahulukan dari Ibadah

“Kondisi pandemi yang terjadi saat ini menjadikan hifdzu an-nafsi (menjaga keselamatan jiwa) menjadi pertimbangan paling utama dalam penetapan fatwa dibanding hifdzu ad-din, hifdzu al-mal, hifdzu al-‘aql, dan hifdzu an-nasl. Karena menjaga keselamatan jiwa belum ada alternatif penggantinya. Sedangkan hifdzu ad-din menjadi urutan berikutnya, karena ada alternatif penerapan keringanan (rukhshah),” tuturnya.

“Inilah landasan dasar dari adanya fiqih pandemi, sebagai panduan umat Islam dalam melaksanakan ibadah di tengah pandemi ini,” jelasnya.

Wakil Ketua Umum MUI Pusat ini mengatakan. Surat Edaran Menteri Agama No. 6 tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal di Tengah Pandemi Covid-19 merupakan ikhtiar untuk memberikan panduan beribadah pada masyarakat yang semangatnya tidak keluar dari Fiqih pandemi yang dikeluarkan oleh Fatwa-fatwa dari ormas-ormas Islam, termasuk Fatwa MUI yang terkait.

BACA JUGA  Ancaman Propaganda Pro-Khilafah: Dari Kajian Tertutup Hingga Pop-Culture

Namun, lanjut Zainut, memahami fatwa memang sebaiknya secara utuh. Kasus adanya sebagian umat yang melanggar Fatwa disebabkan adanya gairah ibadah yang tinggi namun tidak diiringi dengan pemahaman literasi keagamaan yang memadai. Atau beragama secara emosional dengan kurang memperhatikan kebutuhan untuk menjaga keselamatan baik diri sendiri maupun keselamatan orang lain, sebagaimana kaidah fiqih disebutkan, la dharara wa la dhirar.

“Kita tidak boleh membuat diri kita celaka, ataupun mencelakakan orang lain. Prinsip atau kaidah tersebut yang semestinya kita terapkan dalam beribadah,” ujarnya dalam forum tersebut.

Jaga Keselamatan Jiwa Bagian dari Agama

Covid-19 ini memang belum berakhir. Namun, Zainut yakin bahwa segala sesuatu pasti ada akhirnya. Selama wabah Covid-19, banyak pelajaran yang bisa diambil, terutama berkaitan dengan relasi antar manusia, dan nilai-nilai kemanusiaan, akibat pembatasan aktifitas dan penerapan jaga jarak.

Wamenag mengajak umat untuk bersiap-siap melanjutkan peradaban pasca Covid-19 ini, atau yang kini banyak disebut sebagai new normal. Beberapa ahli menyatakan bahwa virus ini mungkin tidak dalam waktu dekat dapat ditemukan vaksinnya. Sehingga pilihannya adalah menghindar dari virus agar tidak tertular, atau berdamai dengan virus. Jika pilihannya menghindar, maka perlu terus melakukan isolasi diri. Jika pilihannya berdamai, maka mesti ada syarat dan kondisi atau protokol yang disepakati dan dipatuhi.

Zainut berpandangan, ke depan memang akan semakin banyak tantangan kemanusiaan pasca covid-19 ini. Akan hal ini, ada kaidah yang dapat dijadikan landasan, yaitu “memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik” (al muhafadzah ala al qodim al-shaleh wa al akhdzu bi al jadid al ashlah).

“Saya kira kaidah ini dapat menjadi bagian penting dalam kehidupan keagamaan kita menghadapi Covid-19 dan pasca Covid-19 ini. Kita tidak boleh menyerah. Kita mesti tetap berikthitar, bersabar, dan tawakal,” tutupnya.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru