31 C
Jakarta

Pancasila: Ideologi Hebat Penolak Komunisme dan Khilafah

Artikel Trending

KhazanahPerspektifPancasila: Ideologi Hebat Penolak Komunisme dan Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagai negara multikultural, Indonesia tak bisa lepas dari konflik internal. Konflik itu sering mengoyak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada masa orde baru hingga era reformasi ini, Indonesia pernah dimasuki paham komunisme. Bahayanya, paham ini merayap hampir di semua lini bangsa, dari masyarakat, budaya, hingga dunia perpolitikan. Puncaknya, lahirlah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ikut tampil pada gelaran Pemilu 1955. Apalagi di Indonesia ditambah lagi dengan eksistensi HTI yang mengusung ideologi khilafah Islamiyah.

Apapun alasannya, paham komunis memang terlarang masuk ke Indonesia. Alasannya, paham ini sudah menyimpang dari esensi Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Pada sila pertama, selain Pancasila tegas menolak orang Indonesia yang tidak bertuhan. Pancasila mengajarkan masyarakat majemuk ini kembali hidup dengan rukun, damai, aman, dan tentram. Sehingga, semua orang Indonesia diwajibkan untuk memeluk satu agama yang diyakini kebenarannya tanpa harus saling mempersoalkan tersebut.

Soeharto dan Terkuburnya Paham Komunisme

Kini, Indonesia mengakui enam agama yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu serta beberapa kepercayaan lokal yang ada di bumi Indonesia. Dengan beragama, sikap negatif yang ada pada individu dapat terhalangi oleh doktrin keagamaan yang kuat. Sehingga, kecil kemungkinan orang tersebut melakukan tindakan tercela ataupun merugikan sesama.

Untungnya, pengaruh komunisme segera diberantas oleh Presiden Soeharto. Beliau meyakini bahwa Pancasila adalah pondasi yang tepat bagi bangsa Indonesia. Sehingga tidak bisa digantikan dengan ideologi apapun, termasuk paham komunisme. Dengan keyakinan itu, beliau membasmi dalang dibalik menyebarnya paham komunis. Tidak sampai disitu, beliau juga memberantas orang-orang yang ikut meyakini paham ini.

Setelah puluhan tahun Indonesia bebas dari paham komunis, kini Indonesia kembali diuji dengan paham khilafah. Paham ini hendak mengubah Indonesia sebagai negara Islam. Memimpikan bentuk pemerintahan dengan syariat Islam sebagai tata aturan negara. Padahal, Indonesia adalah negara multikultural, yang tidak hanya terdiri dari satu keyakinan saja. Sehingga, bentuk negara Islam bisa menimbulkan kesan diskriminasi dan pengagungan terhadap satu ajaran.

Soekarno berhasil menghimpun kekuatan besar dari menghormati keyakinan. Beliau tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai negara Islam lantaran sebagian besar penduduknya muslim. Sebaliknya, beliau menghormati minoritas dengan menjadikan Indonesia sebagai negara kesatuan. Dengan begitu, walaupun sebagai minoritas, hak mereka tetap terpenuhi dan merasa dihormati.

BACA JUGA  Takjil War: Antara Harmoni Kemanusiaan dan Kerukunan Beragama

Dengan berpedoman pada Pancasila, Soekarno berhasil menciptakan kedamaian serta menghimpun kesatuan sebagai suatu kesatuan besar. Akhirnya rasa toleransi itulah yang berhasil mengusir para penjajah dari bumi Nusantara. Baginya, Pancasila adalah prinsip dasar yang mendorong perdamaian dan kemaslahatan masyarakat.

Maka, kemunculan paham khilafah hanya menghasilkan perpecahan dan keresahan saja. Kehadirannya dapat memicu konflik internal antar kepercayaan yang berbeda. Oleh karena itu, kehadirannya harus cepat-cepat dihapuskan. Sehingga, tidak membawa pengaruh kuat di tengah masyarakat.

Pancasila, Ideologi Penangkal Komunisme dan Khilafah

Pancasila sebagai ideologi bangsa mempunyai dua sifat penting yang dapat mengusir paham berbahaya. Pertama, Pancasila sebagai pandangan hidup mempunyai sifat imperatif moral, artinya peniadaan dan pengabaian terhadap Pancasila dapat dikenakan sanksi moral. Misalnya, manusia yang tidak bisa menerima perbedaan, dengan sendirinya dikucilkan masyarakat.

Karena pada prinsipnya, manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Selain mempunyai tanggung jawab kepada diri sendiri, dia juga mempunyai tanggung jawab terhadap kemaslahatan sesamanya. Sikap toleransi dan saling menghormati itulah yang menjadikannya sebagai makhluk individu sekaligus sosial. Dengan mengabaikan kedua sikap tersebut, berarti dia mengingkari kodratnya sekaligus menggusur nilai-nilai luhur Pancasila. Akibatnya, ia terusir dari pergaulan dan terkucilkan dalam tatanan masyarakat.

Kedua, Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperatif yuridis, artinya peniadaan dan pengabaian terhadap Pancasila dapat dikenakan sanksi hukum. Misalnya, orang yang sengaja merusak nama baik golongan atau keyakinan tertentu dapat dijadikan tersangka dan dihadapkan meja hijau (diadili berdasar hukum yang berlaku). Pelakunya dianggap melakukan pelanggaran terhadap peraturan serta menyimpang dari norma-norma yang berlaku.

Dengan adanya dua sifat penting Pancasila ini, diharapkan paham lain yang mengancam kesatuan dan persatuan bangsa dapat tertolak oleh Pancasila. Sehingga hanya Pancasila lah yang dikekalkan sebagai satu-satunya ideologi bangsa. Sebagai ideologi yang dapat menyatukan perbedaan menjadi kekuatan besar. Dan penganutnya mempunyai sifat luhur untuk selalu membangun kerukunan dan perdamaian. Dengan begitu, nilai-nilai luhur ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, serta keadilan akan senantiasa mengiringi perjalanan bangsa Indonesia kedepannya.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru