26.1 C
Jakarta

Pancasila dan NU; Adalah Sumber Kekuatan

Artikel Trending

Milenial IslamPancasila dan NU; Adalah Sumber Kekuatan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Saya pun bangga lahir di Indonesia, sebagai generasi yang tumbuh berkembang di kultur Nahdlatul Ulama (NU). Di sinilah, ulama-ulama penganut ahlus sunnah wal jamaah ini tak hanya mengajarkan soal ilmu agama. Namun, juga mereka mendidik masyarakat nahdliyin dan generasinya dalam hal bagaimana mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, kita dibina untuk mencintai negerinya sendiri yaitu Indonesia.

Tetapi, kenapa segelintir kelompok masih ada yang melawan-memberontak-merongrong di negeri ini? Karena itu, mereka tidak sepakat jika Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara, sehingga arus deras konflik semakin merajalela. Hal ini ada yang memicu aksi kekerasan, intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme bertambah sistemik menggerogoti kenyamanan masyarakat.

Alangkah dilemanya negeri ini menyaksikan fenomena tersebut, paham keagamaan masyarakat yang dangkal terkadang menjadi pemicu utama seseorang rentan terpapar oleh paham radikal (transnasional). Ditambah lagi, krisis wawasan nasionalisme yang telah merosot, maraknya hoaks; atau berita palsu, dan ujaran kebencian yang bertebaran di jagat media sosial.

Fakta sosial yang dewasa ini muncul, hampir motif tindakan kelompok tersebut disebabkan faktor identitas, dan simbolik. Apalagi dorongan ideologi transnasional dominan meningkat tajam. Dengan demikian, situasi seperti itu yang membuat keamanan dan keselamatan masyarakat semakin riskan. Ancaman tersebut sangat-sangat mengganggu negara maju.

Menurut laporan penelitian yang dirilis oleh lembaga International NGO Forum on Indonesian Development (INFID; 2018), ada dua poros pemahaman kelompok transnasional yang membuat sistem demokrasi dan Pancasila kita terancam (keselamatan masyarakat). Pertama, kelompok ekstremisme yaitu eksistensi Hizbut Tahrir Indonesia, Khilafatul Muslimin, Front Pembela Islam, dan Majelis Mujahidin Indonesia. Kedua, sedangkan kelompok ekstremisme kekerasan yaitu ISIS, al-Qaeda, Jamaah Ansharut Daulah, Jamaah Ansharut Tauhid, dan Jamaah Ansharut Syariah.

Dua poros kelompok ini, mengembangkan metode dakwah ekstrem, dan berideologi transnasional, sehingga dapat diyakini menjadi ancaman terhadap tatanan negara yang tentram. Oleh karena itu, mereka memiliki ide lain yang bertentangan dengan negara yang berasaskan Pancasila. Ide tersebut adalah ingin mendirikan negara Islam, negara khilafah; atau negara bersyariah.

NU, dan Revitalisasi Pancasila

Tengok rekam sejarah, kita sebagai umat modern yang hidup di era digital patut menengok beberapa peran ulama NU yang konsisten membela negeri tanah air (hubbul wathan). Dan, masalah gangguan ideologi transnasional (khilafah, radikalisme, ekstremisme, terorisme) yang mengganggu ketenangan Pancasila. NU dan para ulama, serta jamaahnya selalu ada di garda terdepan membetengi Pancasila dari golongan-golongan keras.

Dalam hal ini, peran ulam-ulama NU tertulis ketika Soekarno mempertahankan kemerdekaan melalui perumusan nilai-nilanya, dan konsep revitalisasi Pancasila. Dalam buku (Soekarno & NU; 2013), maka mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mengisi kemerdekaan dengan persatuan-kesatuan, kedamaian, kerukunan, dan lebih-lebih keadilan kemanusiaan menjadi sangat penting bagi NU, ketimbang bercita-cita mendirikan Khilafah Islamiyah.

Oleh karena itu, Soekarno dan ulama-ulama NU dapat dianggap menjadi sumber kekuatan utama dalam merebut kemerdekaan melalui konsep hasil kompromi, sehingga menyapakati Pancasila sebagai nilai-nilai dasar yang sakral, abadi, dan memperkuat hubungan persaudaraan, serta persatuan supaya terjalin erat. Alhasil, saling timbul cinta kasih, dan harmonis.

BACA JUGA  Tahun 2024: Masihkah Ada Harapan Baik Bagi Bangsa Indonesia?

Revitalisasi Pancasila adalah soal utama yang harus kita (kaum nahdliyin) perjuangkan, dan dipertahankan hingga titik darah penghabisan. Sebab, hal tersebut tersampaikan oleh kiai Achmad Chalwani mengutip pidato mantan Rais Aam PBNU, kiai Achmad Siddiq di Muktamar Situbondo (1984), yang salah satu hasilnya menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa, NU tidak punya watak menghimpun satu kekuatan untuk dihadapkan pada kekuatan lain. Tetapi, NU berwatak menghimpun berbagai kekuatan untuk mencapai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.(sumber: nu-online)

Jasa Soekarno, dan ulama-ulama NU turut dibanggakan karena memproduksi Pancasila. Untuk itu, Indonesia tanpa dasar negara (Pancasila) akan banyak terjadi kekerasan yang ditimbulkan oleh kaum pemberontak. Di sisi lain, Pancasila memotivasi semua umat untuk menebas kelompok-kelompok radikal-ekstrem yang kerap merongrong ketertiban negara.

Salah satu bentuk golongan atau kelompok yang tidak ingin negeri ini berjalan normal dan tertib, adalah kemunculan HTI atas keinginan negara khilafah. Sisi lainnya, kebangkitan gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) atas dugaan terjadi resesi ekonomi di era pemerintahan Jokowi. Hal ini tidak boleh terjadi lagi guna menjaga kerukunan.

Indonesia Itu Indah

Indonesia memang sengaja telah Allah ciptakan secara beraneka ragam suku, ras, agama, dan lain sebagainya. Maksud tujuan ini, agar negara dapat berkembang maju, baik dari sisi toleransi, peradaban, kemanusiaan, dan kesejahteraan. Pun, terkadang parameter kemunculan kekerasan tidak lain salah satu pemantik sentralnya ketidakadilan, dan lain sebagainya. Namun, hal itu masih mampu diselesaikan selama ada keinginan.

Oleh karenanya, sesuai firman Allah Swt dalam surat (Q.S. Al-Hujrat: 13), wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang golongan laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah maha mengetahuui, maha teliti.

Maka dari itu, umat Islam yang hidup di tengah keberagaman bangsa haruslah toleran, bersikap ramah, dan saling menghargai meskipun berbeda pandangan. Sebab, inilah sumber kekayaan khazanah keilmuan yang pada umumnya menjadi sumber kekuatan utama di pentas kemerdekaan 1945. Wawasan kebangsaan tersebut sudah lebih efektif dan kuat ketika diproduksi sebagai senjata melawan agenda-agenda kaum ekstremis.

Menurut hemat saya, ada beberapa modal sosial yang menjadi sumber kekuatan negara Indonesia. Pertama, revitalisasi Pancasila harus dikobarkan mulai di sekolah hingga ke pesantren-pesantren. Kedua, penghormatan seluruh masyarakat di negeri ini pada Soekarno dan ulama-ulama NU perlu dipraktikkan dan dijaga sekuat tenaga, agar tidak ada lagi masalah yang berdampak buruk terhadap merosotnya etika dan moralitas sosial.

Ketiga, menggenjot pendidikan Pancasila di jagat media sosial melalui narasi-literasi kebangsaan, seperti wawasan nasionalisme, dan lain-lainnya. Paling tidak, semua modal sosial ini tidak kalah dengan modal kapital para kaum ekstremis yang kerap menjadi pemberontak. Pancasila harus kita jadikan hikmah hidup bagi umat dari semua golongan tanpa pandang bunglu, semua problem terkait kita berharap agar segera ditinggalkan selamanya. Amin!!!

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru