26.1 C
Jakarta

Obat Ekstremisme, Laskar FPI, dan Remoderasi Agama

Artikel Trending

Milenial IslamObat Ekstremisme, Laskar FPI, dan Remoderasi Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pasca reformasi Indonesia, begitu gairahnya umat manusia mendirikan kelompok-kelompok bernuansa agama. Dinamika ini, tampaknya mendapat respons baik bagi jalannya kehidupan keberagamaan Indonesia. Di satu sisi kelompok-kelompok ini dapat memberikan sumbangsih besar bagi keharmonisan umat. Tapi, di sisi lain yang terjadi adalah menggambarkan polarisasi dan kian suburnya sektereanisme di tubuh umat Islam.

Muslim Indonesia dan Kelompok Ekstrem

Muslim Indonesia dalam menyikapi suatu perbedaan pandangan mutakhir, tampak sangatlah memperihatinkan. Barangkali, jika telisik lebih jauh, kelompok muslim Indonesia kini, seperti eks FPI, mengarah pada sikap ekstremis, radikal, intoleransi, mudah mencela, dan curigaan.

Sadar atau tidak, kelompok-kelompok macam yang bernaung di eks FPI, MIT, Al-Qaeda, Daesh, Al-Nusra, dan lain sebagainya, adalah sebagian ilmuan, tamatan pesantren, tamatan luar negeri dan doktroral. Tetapi anehnya, kebanyakan mereka telah menemui kerabunan peta pluralisme bangsa Indonesia.

Kita masih melihat sebagian mereka menamakan kelompok lain, di luar Islam, sebagai orang kafir. Adalah juga merupakan tanda kefanatikan dan keekstreman walaupun sebenarnya, dasar iman itu adalah keyakinan seorang mukmin bahwa berada dalam kebenaran. Dan bahwa siapa saja tidak mengimani Islam sebagai agama yang benar, berada dalam kebatilan, dan tidak perlu ada kompromi dalam hakikat ini.

Kelompok-kelompok ekstrem ini, bukan hanya menuduh atau menilai, bahkan sampai memprogandakan, mengkampanyakan tanpa mau berkompromi dengan pihak lain yang memiliki jenis tafsir keislaman yang berbeda. Seraya mereka menganggap sesama muslim, sesat, atau menyimpang dari tikar praktik Islam.

Tak pelak kelompok ekstrem, mengklaim yang paling benar di sisi Tuhan menurut versinya. Sehingga, fanatik berlebihan dalam beragama (kaum ekstrem) ini berpuncak pada konflik, benturan, ketegangan, bahkan kekerasan yang meresahkan masyarakat.

Kedatangan kelompok ekstrem di tengah-tengah masyarakat majemuk telah menyebabkan retaknya relasi sosial serta sendi-sendi harmoni dan toleransi antar-kelompok etnis dan agama masyarakat, yang sudah lama gagah subur. bahkan menjadi rontok, pudar, mati, dan bahkan di komunitas tertentu, nyaris punah. Karena anti pluralis, berpegang pada mazhab tertentu, serta merasa benar, menangnya sendiri.

Kaum ekstrem yang anti-pluralisme yang mereka lakukan, akan semakin menjadi-jadi dan menggila apabila ditunggangi, atau dimanfaatkan oleh partai politik dan kaum elite tertentu, yang memiliki misi kepentingan pragmatis. Maka, jadilah koalisi tak indah antara kaum golangan, politik, dan ekonomi. Itulah yang terjadi di sejumlah kawasan keagamaan Indonesia dewasa ini.

Faktor Ekstremisme Agama

Rapuhnya harmonisi, yang kian mengerantina bangsa Indonesia, menurut penulis buku Islam Jalan Tengah, Yusuf Qardhawi. Sebagian besar akibat berlebihan dalam beragama, sikap berlebih-lebihan dalam mengharamkan, lemahnya pengetahuan sejarah, kenyataan, serta hukum-hukum alam dan kehidupan, memperkuat yang tidak pada tempatnya, dan buruk sangka terhadap kelompok lain.

Yusuf Qardhawi menelaah atas  kelompok ekstrem yang terjadi di pelbagai negara, termasuk Indonesia. Yang menegasikan dan meletakkan kembali masalah furu’iyah (pokok-pokok ajaran Islam) dalam karangka filosofis kolektivisme di tengah arus kesimpangsiuran pemahaman keagamaan.

BACA JUGA  Mengembalikan Identitas dan Karakter Bangsa

Dengan menelaah kasus-kasus, atau faktor-faktor penyebab sikap keekstreman keagamaan umat manusia, Yusuf memiliki pandangan bahwa, ada keseimbangan dan menyeluruh di antara sebab-sebab itu. Ada yang memang faktor agama, politis, ekonomis, psikologis, sosial, rasional, dan ada yang bersifat gabungan dari semua itu.

Pemetaan Sumber Ekstremisme

Kendati itu, Yusuf dapat memetakan secara mendalam, sumber ekstremis bermula pada masyarakat sendiri; pada kontradiksi-kontradiksi yang amat tajam, antara akidah dan perilaku, antara kewajiban dan kenyataan, antara agama dan politik. Antara perkataan dan perbuatan, antara angan-angan dan pelaksaan, serta antara syariat Allah Swt. Dan ketetapan manusia. Yusuf kemudian mengelaborasi beberapa aspek mendasar terkait sikap ekstrem tersebut.

Obat Ekstremisme dan Remoderasi Agama

Yusuf mengajukan beberapa resep obat ekstremisme agar umat Indonesia, menuju pada jalan tengah (moderat) dan jauh dari pikiran-sikap ekstremisme. Pengobatan pertama, ia mengusulkan bahwa masyarakat Islam haruslah membina pikiran, ibadah-ibadah yang membersihkan hati, akhlak yang menyucikan jiwa, syariat yang menegakkan keadilan, dan adab kesopanan yang memperindah kehidupan.

Obat ekstremisme kedua, membiasakan perasangka baik terhadap kaum muslim lain. Agar meninggalkan “kacamata kuda” saat memandang ke arah manusia dan selain mereka. Sehingga dapat memperkirakan adanya sifat-sifat kebaikan pada hamba-hamba Allah, dan mendahulukan baik sangka. Agar mereka menyadari bahwa kesucian adalah fitrah manusia, yang asli dan atas kehendak itulah menilai kaum muslim.

Resep obat ekstremisme yang telah diajukan Yusuf di atas, barangkali haruslah terinternalisasikan dengan cara merombak paradigma kelompok ekstrem dewasa ini. Dengan membandingkan fungsi hakikat agama pada priode-priode awal perkembangan Islam dan masa kini. Dan merekonstruksi ajaran Islam yang terkandung di dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an dan hadis.

Dengan demikian, seseorang tidak dibenarkan mencaci atau menempatkan hukum di luar ketetapan Al-Qur’an, hadist, serta ijma’ (kesepakatan ulama) yang telah mencapai derajat pasti (qath’i). Walaupun, tidak menjadi hal dharuri  (tidak boleh tidak) dalam agama Islam.

Sungguh, sangatlah bernilai untuk diskursus keberagamaan Islam menuju cita-cita kefitrahan. Bagaimana pun, kita patut menyadari semua perbedaan ini. Sudilah kita menghargai setiap kelompok, kerana setiap kelompok mempunyai sebagian ilmu, dan bahwa setiap seruan yang haqq ada juga yang batihil.

Oleh karena itu, barangkali mereka berpegang teguh dengannya, serta berusaha dengan welas asih menyadarkan orang-orang yang berselisih pendapat dengan mereka agar menyetujui pandangan mereka. Jika mereka menerima, patutlah kita berbangga hati, dan mereka menjadi idaman kita. Jika tidak, mereka tetap sebagai saudara kita dalam agama dan seiman. Itu.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru