31.8 C
Jakarta

Serial Pengakuan Eks Napiter (II): Mantan Teroris Nasir Abbas Ternyata Sudah Bertobat

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Eks Napiter (II): Mantan Teroris Nasir Abbas Ternyata Sudah Bertobat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebuah pertanyaan menarik, kendatipun sudah usang, menjelang tahun baru. Pertanyaannya begini: Masih ingatkah dengan Jamaah Islamiyah (JI)? Saya yakin, Anda masih ingat, walau tidak terlalu peduli dengan kehadirannya, karena ia termasuk salah satu organisasi laskar teroris yang telah mengusik ketenangan dan memecah belah persatuan di belahan dunia, termasuk di Indonesia sendiri.

Berbicara tentang JI, tiba-tiba saya mengingat Nasir Abbas. Mas Nasir salah satu anggota JI dan sekarang sudah keluar karena organisasi yang ia ikuti tidak mengantarkan dirinya pada nilai-nilai Islam yang ramah dan santun. Organisasi ini telah membawa Mas Nasir melakukan tindakan-tindakan ekstrem dan teror. Seorang penggerak organisasi ini pun Abu Bakar Baa’syir sering mengajak dan memerintahkan Mas Nasir menjadi teroris di beberapa negera, seperti Afganistan.

Pada mulanya Mas Nasir mengikuti Abu Bakar Baa’syir, sedang dia sendiri belum menyadari bahwa pesan-pesan yang disampaikan sang guru bertentangan dengan pesan-pesan Islam yang tidak menghendaki terorisme dengan membunuh berjuta jiwa yang tidak berdosa. Sudah lupakah Abu Bakar Baa’syir terhadap firman Allah: Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya. (Qs. an-Nisa’ [4]: 93)?

Selama bergabung dengan JI, Mas Nasir tidak pernah hidup tenang. Hari-harinya selalu dihantui dengan bayang-bayang Densus 88 yang disadari sedang mengintai para teroris, termasuk dirinya sendiri. Mas Nasir terus berhati-hati dan selalu menghindari dari jejak kepolisian. Tepat tanggal 6 April 2003, Mas Nasir hampir ditangkap di terminal Bis Bungurasih, Surabaya. Sedang, yang tertangkap pada saat itu adalah anak buahnya yang juga bergabung dengan JI.

Mas Nasir baru menyadari peristiwa itu satu hari setelah kejadian, sehingga ia semakin hati-hati dan terus menjaga keselamatan. Bahkan, akibat dari peristiwa itu rapat di Bogor yang seharusnya berlangsung selama tiga hari diselesaikan menjadi sehari. Keputusan rapat meminta semua anggota JI melakukan kordinasi di wilayah masing-masing.

Suatu malam Mas Nasir tidur di sebuah ruko milik yayasan JI di Pondok Gede. Saat pagi menjelang sekitar tanggal 14 April 2003 Mas Nasir melihat empat mobil diparkir semalaman di depan ruko. Mas Nasir mulai curiga. Mobil itu pasti milik polisi yang sedang mengintai dan akan menangkap Mas Nasir. Tanpa banyak berpikir, Mas Nasir langsung melarikan diri naik motor. Benar. Polisi itu sedang membuntuti. Karena terhadang oleh macet di Pondok Gede, Mas Nasir bisa lolos, kemudian ia tinggal sementara di rumah temannya di Vila Nusa Indah, Bekasi. Di sana Mas Nasir tinggal seorang diri, karena istrinya masih di kampung.

Pada tanggal 18 April 2003 malam itu menjadi teman yang menenangkan. Sedikitpun tak ada rasa curiga yang terbersit dalam benak Mas Nasir. Saat jarum jam menunjuk angka sembilan malam, terdengar dari luar rumah ada orang yang mengetuk pintu. Mas Nasir menduga orang yang dimaksud adalah pemilik rumah yang sedang pulang. Sayang, saat pintu dibuka, enam anggota polisi sedang berdiri di depan mata. Tak ada cara untuk kabur yang ketiga kalinya. Dalam keadaan terperangkap, Mas Nasir memilih mati sebagai pilihan terbaik dengan cara melawan beberapa polisi.

Mas Nasir maju melawan enam polisi dengan tangan kosong. Mas Nasir berharap polisi itu menembaknya, sehingga ia mati, dan juga bersikeras membunuh polisi itu dengan tangannya sendiri. Pukul-memukul antar mereka mengakibatkan dua polisi cedera. Satunya patah tangan. Satunya patah kaki. Mas Nasir akhirnya diringkus hidup-hidup dan dibawa ke kantor polisi. Penyesalan demi penyesalan datang silih berganti. Mas Nasir menyesal bukan karena ditangkap polisi, tapi karena tidak mati waktu penyerangan berlangsung. Padahal, Mas Nasir menginginkan kematian.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXVIII): Eks Napiter Sugeng Sukses Kembangkan Usaha Water Boom, Pemancingan Hingga Kuliner

Selama dua hari di penjara Mas Nasir tidak pernah menjawab pertanyaan polisi yang menginterogasinya. Hanya kata Astaghfiru Allah yang keluar dari lisannya. Hingga pada hari ketiga tepatnya hari Minggu tanggal 20 April 2003 Pak Bekto Suprapto baru terlihat batang hidungnya dan menyampaikan bahwa polisi sudah tahu tentang kepribadian Mas Nasir, kendati ia tidak menjawab sekian pertanyaan yang disampaikan polisi. Pak Bekto tahu Mas Nasir tidak terlibat aksi bom Bali 2002, tidak setuju dengan aksi bom ide Hambali semenjak terjadinya bom gereja malam Natal tahun 2002, dan selalu berusaha menasihati anggota JI tidak mengikuti Hambali.

Tiga lembar kertas putih A4 yang sudah berisi tulisan tangan disodorkan oleh Pak Bekto. Mas Nasir menatap kertas itu sembari membaca dalam benaknya oretan tangan pada masing-masing kertas. Masing-masing kertas memuat pertanyaan yang berbeda. Pertanyaan pada kertas pertama, “Siapa itu Khairudin?”. Pertanyaan pada kertas kedua, “Siapa itu Sulaiman?”. Sedang, pertanyaan pada kertas ketiga, “Siapa itu Nasir?” Mas Nasir membatin, tiga nama yang berbeda ini adalah bagian dari empat belas nama yang dibuat untuk dirinya sendiri. Sehingga, dengan disebutkannya tiga nama ini, mengisyaratkan, ada tiga orang yang memberi keterangan tertulis kepada polisi tentang Mas Nasir yang tidak setuju bom ditujukan ke warga sipil.

Suatu malam Mas Nasir pengin bicara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan polisi. Mas Nasir melakukan ini karena teman-teman JI telah melakukan kezaliman dan kemunkaran dengan membunuh warga sipil yang tidak berdosa dengan bom. Sikap yang dilakukan Mas Nasir ini diyakininya sebagai bentuk dari Amar Makruf Nahi Munkar. Kemudian, Mas Nasir minta anggota Brimob untuk segera memanggil Pak Bekto masuk ke ruangan, tempat ia ditahan. Mas Nasir mengajukan permintaan untuk bicara empat mata. Tak pikir panjang, Pak Bekto menerima permintaan itu. Pak Bekto memerintahkan sepuluh anggota Brimob keluar dari ruangan dan beberapa polisi interrogator pun ikut keluar.

Dalam ruangan tak ada seorangpun selain Mas Nasir dan Pak Bekto. Saat baru saja pintu ditutup, tiba-tiba terdengar bisikan dari arah kiri yang mendorong Mas Nasir memukul Pak Bekto: Hantam saja Si Kafir itu! Seketika itu pula, terdengar bisikan dari arah kanan yang menahan hawa nafsu ini: Jangan lakukan itu. Dia sudah menghargaimu. Pak Bekto bicara dari hati ke hati dengan Mas Nasir. Sedikit pun tidak terlontar ucapan kasar. Bahkan, sama sekali tidak melakukan tindakan kekerasan. Segala permasalahan dilalui dengan pikiran yang terbuka dan hati yang bersih. Pak Bekto mensupport Mas Nasir menghentikan aksi terorisme.

Perkataan yang santun dan sikap yang ramah Pak Bekto mampu menggugah hati Mas Nasir menyadari segala perbuatan picik yang telah ia lakukan. Pendekatan yang dilakukan Pak Bekto sesungguhnya adalah nilai-nilai Islam sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Qs. Ali Imran [3]: 159). Meski, Pak Bekto sendiri adalah seorang Nashrani. Hal ini yang semakin menggugah hati Mas Nasir berhijrah dari Islam radikal menuju Islam yang ramah.

Niat baik dan tekad bulat berhijrah mengantarkan Mas Nasir menjadi sosok inspirator umat. Mas Nasir terus berdakwah di pelbagai forum untuk menasihati umat belajar Islam dengan benar dan berhati-hati dalam mencari guru, agar tidak terjebak dalam kesesatan. Sebagai penutup, penting direnungkan pesan Nabi Muhammad Saw. berkenaan dengan memperbaiki niat berhijrah: Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat. Sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini dinarasikan dari cerita Mas Nasir Abbas setelah keluar dari Jamaah Islamiyah (JI)

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru