30.8 C
Jakarta

Nasaruddin Umar Berbicara tentang Islam Moderat

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanNasaruddin Umar Berbicara tentang Islam Moderat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Munculnya kelompok ekstrem menjadi pukulan keras di tengah tubuh Islam. Sehingga, muncul stigma negatif yang dilayangkan oleh orang-orang di luar Islam, bahwa Islam itu agama yang menghendaki kekerasan. Padahal, sudah jelas dan tegas dalam Al-Qur’an: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. al-Baqarah [2]: 256).

Pesan ayat tersebut secara sederhana mengajak umat Islam untuk menyikapi keyakinan secara bijaksana. Sikap bijaksana ini dapat diekspresikan dengan keterbukaan terhadap perbedaan. Tidak memandang orang lain yang berbeda adalah musuh atau ancaman. Malahan, melihat perbedaan ini sebagai rahmat. Dengan perbedaan itu, hidup ini akan terlihat indah dan berwarna. Bukankah sering Nabi Muhammad Saw. berselisih pendapat dengan sahabat? Begitu pula sahabat beliau berselisih pendapat satu sama lain?

Sikap terbuka terhadap perbedaan merupakan bentuk moderasi (wasathiyyah) yang tercermin dalam tubuh Islam. Tegaknya nilai-nilai moderasi ini menjadikan agama Islam dapat diterima dengan hati yang terbuka oleh siapa saja, baik umat Islam sendiri maupun orang di luar Islam. Kemudian tokoh-tokoh  muslim yang membumikan nilai-nilai moderasi tidak dapat dihitung dengan jari. Salah satu tokoh yang gagasannya penting saya uraikan di sini adalah Prof. Nasaruddin Umar. Beliau adalah imam besar Masjid Istiqlal Jakarta dan keynote speaker isu-isu keislaman di pelbagai forum diskusi.

Nasaruddin Umar melihat keterhubungan Islam dengan moderasi dalam sebuah firman Allah yang sangat popuer: Inna ad-dina inda Allah al-Islam. Maksudnya, sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam. (QS. Ali Imran [3]: 19). Melalui bunyi ayat ini, Nasaruddin Umar melihat bahwa Islam itu sebenarnya sebuah istilah yang sudah moderat. Islam dalam bahasa Arab itu dapat diterjemahkan dengan beragam versi: ada tsulatsi (tiga huruf), ada ruba’i (empat huruf), dan ada khumasi (lima huruf). Sedang, Islam dan moderasi itu hanya lebih masuk pada versi ruba’i-nya, yaitu al-Islam. Jadi, agama yang diakui dalam Al-Qur’an itu adalah al-Islam, bukan as-salam, bukan juga al-istislam.

Penggunaan versi ruba’i ini bukan sesuatu yang hampa makna. Justu, kata Nasaruddin Umar, dengan ruba’i itu Islam secara tidak langsung sudah mencakup nilai-nilai moderasi. Kalau kita katakan Islam moderat itu sebetulnya redandent, mubazir kata-kata. Tapi, bisa juga disebut Islam moderat kalau itu berfungsi sebagai kata penegas saja dari Islam tadi. Jadi, Islam itu agama yang sangat moderat sesuai dengan namanya sendiri.

BACA JUGA  Ciri-ciri Calon Pemimpin yang Layak Dipilih pada Pilpres Tahun Ini

Nilai-nilai moderasi tadi dapat diekspresikan dengan sikap keterbukaan terhadap perbedaan. Tertutup terhadap perbedaan akan mengantarkan seseorang melakukan tindakan kekerasan yang jelas dilarang oleh agama. Tak heran, bila Nasaruddin Umar menegaskan, kalau ada orang yang mengatasnamakan agama lalu melakukan kekerasan (tasaddud), maka itu sesungguhnya tidak dapat disebut dengan perjuangan Islam. Atau juga melonggar-longgarkan agama, yang biasanya diistilahkan dengan “liberalisme”.

Kata as-salam sebagai kata yang akar katanya sama dengan al-Islam jelas memiliki konotasi makna yang jauh berbeda dengan al-Islam. As-Salam hanya memandang human ralation-nya sebagai sesuatu yang baik, tapi keropos hubungan antara hamba dengan Tuhannya atau yang biasanya disebut dengan hablum min Allah. Karena itu, ayat inna ad-dina inda Allah al-Islam menghadirkan pesan moderasi yang mempersatukan antara relasi sesama manusia dan relasi antar manusia dan Tuhannya. Terus, tidak menggunakan istilah al-istislam.

Kalau al-istislam itu, lanjut Nasaruddin Umar, harus perfect. Artinya, tidak boleh ada cacat sedikit pun. Sedang, Allah Maha Tahu kalau manusia memiliki kelemahan, makanya tidak dikatakan Inna ad-dina inda Allah al-istislam, tapi Inna ad-dina inda Allah al-Islam. Al-Islam memiliki cakupan yang sempurna: nilainya ada, normanya ada. Mempertemukan dua nilai yang berlawanan tersebut adalah bentuk dari moderasi.

Pesan yang dapat saya petik dari argumentasi Nasaruddin Umar adalah: Pertama, Islam adalah agama yang moderat. Siapapun yang sudah muslim secara tidak langsung sudah moderat. Tidak perlu menyebut-nyebut “Islam moderat”. Kedua, Islam dengan moderasinya mengutuk aksi-aksi kekerasan. Ketiga, nilai-nilai moderasi dalam Islam tidak menafikan perbedaan yang sering kita jumpai.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini disadur dari gagasan Nasaruddin Umar yang disampaikan di akun YouTube 164 Channel – Nahdlatul Ulama dengan tajuk “KH. Nasaruddin Umar: Apa Islam Moderat?”

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru