32.7 C
Jakarta

Narasi Kadrun, Perusak Keluhuran Membela Palestina

Artikel Trending

Milenial IslamNarasi Kadrun, Perusak Keluhuran Membela Palestina
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Saya, pertama-tama, ingin menegaskan tiga hal. Kesatu, kata ‘Narasi Kadrun’ pada judul tersebut maksudnya adalah narasi tentang kadrun. Ini yang tengah hangat jadi perbincangan. Gus Ulil Abshar Abdalla, karena membela Palestina, dikadrunkan. Padahal, ia familiar sebagai eks-JIL, maka labelisasi tersebut sangat stigmatis. Kedua, kata ‘Narasi Kadrun’ dalam judul tersebut juga bermakna narasi dari kadrun, dalam arti bahwa para radikalis juga bermain isu Palestina untuk agenda mereka.

Ketiga, ini yang perlu digarisbawahi, saya terpaksa menggunakan ‘kadrun’ untuk mempermudah istilah. Jujur saja, saya tidak suka memakai kata tersebut karena stigmatis dan berunsur penghinaan. Sekalipun saya tidak sependapat dengan kelompok sebelah, rasanya tidak laik melabeli mereka sebagai kadrun. Mengonter narasi mereka tidak ada gunanya jika dilakukan dengan umpatan negatif. Kata tersebut sangat stigmatis, tetapi untuk mempermudah penyebutan maka saya terpaksa menggunakannya.

Mari kita ke persoalan. Kadrun itu, biasanya, dipakai oleh buzzer untuk menyebut oposisi. Namun seiring waktu, istilah tersebut mengalami polarisasi: orang-orang mudah menyebut kadrun untuk siapa pun yang mengkritik pemerintah dan, selain itu, pada orang segolongan FPI, PA 212, HTI, dan sejenisnya. Istilah kadrun sudah menjadi bola liar. Susi Pudjiastuti pernah dianggap kadrun. Yang terkini, Ulil Abshar Abdalla juga dikadrunkan. Tentu saja kita tidak sepakat dengan stigmatisasi seperti itu.

Bagaimana istilah kadrun bisa menyasar siapa saja? Ini karena mengkritik pemerintah itu ada dua macam: kritik konstruktif dan kritik destruktif. Mengkritik pemerintah untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik merupakan keniscayaan, dan pemerintah tidak antipati dengan itu. Namun, mengkritik untuk menjatuhkan integritas pemerintah dan sistem negara, itu yang perlu ditentang. Dua perbedaan ini gagal dipahami oleh buzzer—dan belakangan, netizen jadi ikut-ikutan salah kaprah.

Dalam kasus membela Palestina, salah kaprah tersebut kembali terjadi. Kita, masyarakat Indonesia, tidak jarang cekcok antarsesama di media sosial hanya karena persoalan Palestina. Padahal, membela Palestina itu sama dengan menentang terorisme. Tetapi kenapa narasi kadrun menjadi sangat provokatif?

Narasi Kadrun yang Provokatif

Siapa yang bersalah dengan bola liar bernama ‘kadrun’ itu, bukan soal penting. Membela Palestina adalah membela kemanusiaan. Okupasi Israel dan panasnya konflik Palestina hari ini merupakan bentuk riil terorisme yang menentangnya merupakan keniscayaan. Sayangnya, di Indonesia, konflik tersebut melahirkan konflik horizontal: saling caci antara yang pro dan kontra. Di luar itu, oleh sebagain kalangan, konflik Palestina justru dijadikan tameng  untuk menjelekkan Indonesia itu sendiri.

Dalam artikelnya, Framing Zionis Nusantara, Pembusukan Istilah Nusantara, dan Buruknya Percakapan Tentang Palestina, Agus Wedi menguraikan sementara narasi yang justru cenderung negatif. Narasi tersebut boleh dikata bahwa pelakunya adalah kadrun karena alih-alih memperjuangkan hak Palestina, mereka justu memperburuk arti “Nusantara”, juga menodai nilai kenusantaraan itu sendiri. Itu yang saya maksud dengan narasi dari kadrun yang provokatif.

Begitu pula dengan narasi tentang kadrun yang diarahkan ke pembela Palestina seperti Gus Ulil umpamanya. Bagaimana membela Palestina bisa dicap kadrun? Bagaimana menentang terorisme bisa dianggap kadrun? Kenapa kita, Muslim terutama, fokus mengomentari antarsesama dan bukan bersama menentang okupasi dan agresi Israel terhadap warga Palestina? Narasi kadrun ternyata tidak sekadar merusak keluhuran membela Palestina, tetapi juga merusak persatuan Indonesia itu sendiri.

BACA JUGA  Konsistensi Perjuangan Melawan Radikalisme

Kita wajib menentang penjajahan. Masalah Palestina sama dengan masalah Indonesia ketika dijajah Belanda. Dulu Palestina ikut mendukung kemerdekaan Indonesia, maka hari ini Indonesia juga mesti memberikan dukungan yang sama. Berdebat tentang Palestina yang pada akhirnya hanya ingin memojokkan Indonesia dan pemerintah sangatlah tidak produktif. Saya pikir, kita harus menghentikan tradisi saling olok menggunakan narasi kadrun. Tidak ada manfaatnya.

Apresiasi untuk pemerintah Indonesia yang konsisten membela Palestina. Sikap konstitusional tersebut sangat luhur, tidak laik dibumbui oleh percekcokan narasi antarrakyat. Yang mau membela Palestina silakan, dan yang tidak mau membela setidaknya tidak memperkeruh keadaan dengan menghina Palestina dan pembelanya. Apalagi menggunakan narasi kadrun yang notabene peyoratif dan stigmatis. Apalagi mempersoalkan mana yang lebih penting, membela Indonesia atau membela Palestina.

Indonesia Atau Palestina?

Ucapan Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) yang juga pernah menjabat sebagai Kepala BIN, AM Hendropriyono, bahwa Palestina bukanlah masalah kita, hendaknya tidak kita salahpahami. Titik tekannya bukan himbauan agar kita tidak lagi peduli Palestina, melainkan mewanti-wanti kita agar jangan sampai membela Palestina tersebut menjerumuskan kita pada konflik domestik yang sering kali akan dimanfaatkan para perongrong negara.

Fokus untuk masalah Indonesia sendiri atau ikut membela Palestina bukan persoalan yang rigid. Kita bisa melakukan keduanya sekaligus. Memperjuangkan hak-hak warga Palestina untuk merdeka merupakan pengamalan terhadap UUD 1945 tentang penghapusan penjajahan. Artinya, secara implisit, kita tidak saja tengah memperjuangkan hak asasi Palestina, melainkan mengimplementasikan apa yang sudah sejak lama negara ini lakukan: menetang okupasi.

Namun, kita juga tidak boleh lupa dengan tugas domestik sebagai tugas prioritas, yaitu menjaga bangsa dari ancaman apa pun. Hendropriyono menyebut, di antara ancaman tersebut, yang juga tengah menggerogoti Indonesia, adalah ideologi khilafah, liberalisme, kapitalisme, dan komunisme. Kita harus membentengi diri dari semua itu. Adalah tidak baik jika narasi kadrun membuyarkan tugas kita dua-duanya; kita kecolongan di dalam dan luar negeri sekaligus.

Mulai sekarang, baiknya narasi kadrun tidak lagi eksis. Kelompok yang oleh banyak orang disebut kadrun, PKS misalnya, hendaknya tidak menstigmatisasi pemerintah dalam konteks konflik Palestina. Begitupun sebaliknya, netizen harus bijak menanggapi perbedaan, tidak sedikit-sedikit melabeli kadrun pada orang lain. Narasi kadrun itu sangat kentara penghinaan. Dalam konteks sesama warga negara, cekcok gara-gara narasi kadrun jelas tidak ada gunanya, apalagi dalam konteks membela Palestina. Ia hanya merusak persatuan bangsa, bangsa yang luhur dan konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru