30.1 C
Jakarta

Najwa Shihab Mengutuk Terorisme, Kekerasan Seksual, dan Intimidasi Perempuan

Artikel Trending

KhazanahInspiratifNajwa Shihab Mengutuk Terorisme, Kekerasan Seksual, dan Intimidasi Perempuan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada beberapa hari yang lalu Najwa Shihab, jurnalis perempuan yang dikenal hebat dan berani menguak isu yang berseliweran di negeri Indonesia ini, mengutuk habis terorisme, kekerasan seksual terhadap perempuan, dan intimidasi perempuan.

Najwa Shihab berkeluh kesah dalam menghadapi kasus terorisme yang tak kunjung berkesudahan. Najwa dengan keberaniaannya masih dibilang mampu membuat para politikus kelas kakap bertekuk lutut dan bungkam seribu bahasa begitu disodori segala bentuk pertanyaan, sampai segala kebohongan mereka mulai tercium. Tapi, tidak dengan terorisme. Najwa melihat isu terorisme sebagai isu yang sangat pelik.

Isu terorisme membuat Najwa pesimis, karena hal-hal buruk ini terus-menerus berulang terjadi, padahal kita bisa mempelajari dan menelaah apa yang terjadi jika kita bergerak dan bertindak. Kendati begitu, Najwa tidak pernah mengenal putus asa. Najwa terus bangkit, bahkan siap berperang melawan terorisme sampai ia kalah.

Najwa, pun juga masyarakat merasa benci dan trauma melihat aksi-aksi terorisme yang maha kejam itu. Masih membekas diingat kita bom bali tahun 2002, aksi teror bum bunuh diri pertama di Indonesia. Najwa coba mewawancarai dengan seorang mantan bom Bali 1 yang menjadi rantai awal aksi teror yang mengatasnamakan agama, yaitu Joko Tri Harmanto alias Jack Harun.

Jack Harun menceritakan kronologis ia terjebak terorisme. Katanya, “Pada waktu SMP kelas 2 kemudian kakak saya sudah SMA. Tadi saya diperlihatkan video umat Islam dibantai. Saudara kita dibantai. Kita harus membela. Negara kita tidak berpihak pada kita. Kita harus berusaha melawan.” Harun terpengaruh video-video provokatif yang dibuat oleh sekelompok orang yang bermaksud merekrut siapa saja menjadi bagian teroris. Sampai kemudian, Harun tak sadar terperangkap hasutan video tersebut.

Najwa memandang, ekstremisme menyisakan trauma. Namun, trauma tak cuma datang dari konflik agama. Ini adalah cerita-cerita yang tak akan pernah tuntas. Rasa trauma dan sakit yang kian membekas. Selain Harun, Najwa juga mencoba buka ruang cerita dengan Ronald Regang, mantan tentara anak ketika terjadi komplik sektarian berkepanjangan di Ambon pada pertengahan 1999-2002. Apakah layak seorang anak berusia sebelas tahun ada di sebuah konflik pada saat anak lain menikmati masa berkembang dengan tenang dan menyenangkan, bahkan bermain kelereng dan bola sepak yang kemudian diganti melotop dan peperangan?

Ronald berada di pusat konflik yang mau tak mau menyeretnya ke dalam pusaran jadi seorang kombatan. Desingan peluru melotop melayang, dentuman mortir, dan kobaran api sudah menjadi makanan sehari-hari. Terlibat untuk selamat tidak ada pilihan lain untuk Ronald. Banyak hal yang ia sesali ketika itu. Ronald Regang bercerita, “Saya menjadi pelaku sejarah kekerasan pada waktu itu. Saya kehilangan masa muda saya. Seperti anak-anak yang berumur sepuluh tahun masih bersama orangtua dan kawan-kawannya bermain menikmati masa berkembangnya.”

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXIV): Eks Napiter Atok Kini Blusukan ke Lapas Jadi Juru Dakwah Deradikalisasi

Trauma, depresi, dan segala gangguan mental lainnya tidak hanya datang dari konflik besar berkepanjangan tentang ideologi dan keyakinan. Semua itu bisa datang kapan saja. Dari data Komnas Perempuan tahun 2019 terdapat 400,000 lebih kasus kekerasan kepada perempuan, termasuk kekerasan seksual. Najwa mengajak untuk mendengarkan cerita Lusty Ro Manna, seorang perempuan asal Medan yang berjuang memulihkan dirinya dari kekerasan seksual. Lusti pernah mengalami itu, bahkan di tempat yang tidak pernah ia duga.

Lusty Ro Manna bercerita, “Beberapa tempat saya pernah naik ke angkutan umum, kemudian di samping saya itu ada orang yang onani. Di punggung saya itu ada pisau disematkan di pinggang saya itu. Kemudian saya harus menyaksikan dia onani di samping saya.” Mendengar cerita Lusty, benar-benar mengiris hati. Tak tega melihat manusia diperlakukan secara tidak manusiawi. Heran juga melihat manusia, tapi berperilaku seperti binatang, bahkan lebih rendah daripada itu.

Najwa menyadari, kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan bagaikan mimpi buruk yang akan selalu menghantui. Lusty memiliki ketakutan sendiri bahwa hal itu akan terjadi lagi. Padahal, perbedaan, laki-laki dan perempuan, ada bukan untuk dibenci. Perbedaan ada untuk saling mengeratkan.

Mendengar keluh kesah Najwa dan beberapa cerita yang disampaikan dalam channel YouTube Najwa Shihab itu, hati ini tak berhenti berharap bagaimana terorisme, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan seksual paling tidak dapat diminimalisir, sehingga pada akhirnya akan menemukan titik akhir. Karena, semua itu adalah perbuatan buruk yang dikutuk oleh agama, termasuk agama Islam sendiri. Semua agama memerintahkan untuk berbuat baik tanpa terkecuali. Bahkan, semua agama mengajarkan bahwa menghormati sesama adalah perbuatan yang arif.[] Shallallah ala Muhammad.

*Keseluruhan dari tulisan ini disadur dari konten YouTube “Najwa Shihab” yang bertajuk “YouTube Creators for Change – The Invisible Heroes (Part 1)”

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru