29.8 C
Jakarta

Pendidikan Berbasis Multikultural untuk Mencegah Paham Radikalisme

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPendidikan Berbasis Multikultural untuk Mencegah Paham Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sel-sel paham radikalisme masih menjadi momok yang menakutkan ditengah kehidupan masyarakat kita. Beragam teror masih menghantui aktivias masyarakat, belum usai dari aksi teror secara tragis yang dialami mantan Menkopolhukam Wiranto, aksi teror terjadi di markas polisi Medan. Beragam teror ini mengindikasikan bahwa aksi terorisme dan paham radikalisme masih tumbuh di beragam tempat di bangsa kita. Walaupun perang antara negara terhadap beragam paham dan tindakan radikalisme sudah gencar dilakukan, namun masih saja terjadi aksi teror dari beragam bentuk di berbagai daerah.

Kemunculan sel-sel paham radikalisme ini merupakan aksi balas dendam yang diakibatkan oleh beragam kebijakan pemerintah yang selama ini gencar terhadap beragam bentuk kegiatan mereka. Keterusikan ini secara tidak sadar juga menjangkit kepada pihak-pihak yang merasa ada “ketidakadilan” dalam bernegara. Narasi “ketidakadilan” ini merupakan salah satu dari beragam pembangkit para mantir-mantir terorisme, mereka tidak berangkat dari satu ideologi utuh. Tapi, mereka muncul dari perasaan tidak mengenakan, antara perasaan merasa dikucilkan, diintimidasi, terasingkan oleh sosial hingga perasaan ketidakadilan tadi.

Mereka hadir tidak saja dalam ruang sempit yang abu-abu, mereka datang dari kegelisahan terhadap golongan mereka yang “seolah” menjadi korban atas kebijakan. Hal lain yang menjadi kekhawatiran bersama muncul, paham radikalisme sudah muncul dalam pendidikan kita. Bahwa dalam tingkat PAUD sudah ditemukan siswa yang mengusung bibit paham radikalisme selama ini, sudah mengenal ketertindasan, intimidasi, ketidakadilan atas golongan mereka. Dan ini selaras dengan sang guru yang tidak memaparkan pancasila dalam keseharian siswa.(Tempo/2/19)

Munculnya mereka sejatinya menjadi antisipasi pemerintah dan kita bersama, bahwa terorisme tidak akan hilang dengan sendirinya walaupun beragam perang sudah dilakukan untuk melawan mereka. Hemat penulis, aksi perang terhadap terorisme ini yang menghabiskan beragam energi baik materi dan pikiran dialihkan saja kepada hal-hal produktif, salah satunya pencegahan melalui pendidikan.

BACA JUGA  Lebaran Ketupat dan Makna Filosofis yang Dapat Kita Petik

Kita sudah kenal bahwa dalam pendidikan kita mengenal beragam makna dalam proses peleburan perbedaan diantara kita. Pancasila menjadi simbol bahwa kita hidup dari beragam sel perbedaan, bukan sel penyeragaman. Kehidupan ini sejatinya menjadi simbol bersama tentang makna hidup berdampingan.

Bunuh Paham Radikalisme dengan Pendidikan Basis Multikultural

Perang terhadap paham radikalisme dan terorisme lebih efisien kita kembalikan dalam proses pendidikan. Bagaiman terciptanya sumber daya manusia yang menghargai perbedaan diatas kepentingan kelompok, ini penting bagi arah pendidikan kita. Menciptakan manusia-manusia yang bisa secara langsung beradaptasi dengan perbedaan, bukan pendidikan yang menciptakan manusia yang alergi terhadap perbedaan baik pandangan maupun kepercayaan.

Sebagai bangsa yang tumbuh dari sel intelektual, benih-benih perjuangan yang begitu ulet. Beragam perdebatan berbasis data dan keilmiahan pernah hadir dalam perumusan wacana terbentuknya bangsa kita. Berdirinya sidang BPUPKI dan Panitia sembiilan menjadi contoh bahwa bangsa kita hadir dari perang ide, keilmuan, pengetahuan dan menghargai ilmu. Inilah mengapa Indonesia bisa terbentuk menjadi bangsa yang punya ideologi terbaik di dunia.

Mengatasnamakan kebersamaan dan menihilkan perbedaan yang ada.Pendidikan Indonesia harus mengadopsi ini sebagai bentuk pembenahan pendidikan yang tidak menghargai perbedaan. Pendidikan agama juga harus kita sesuaikan dengan kondisi keberagaman ini, menghargai perbedaan lebih utama daripada hidup diantara gelongan sendiri. “Bila suadaramu berbeda dalam keimanan, mereka saudaramu bagi kemanusiaan” Imam Ali mengatakan seperti itu, nilai inilah yang harus disesuaikan dengan pendidikan di Indonesia.

Bangsa ini tidak akan lahir tanpa sebuah perdebatan keilmuan dan pikiran. Indonesia hadir dari beragam pikiran yang mempunyai beragam latar belakang. Pikiran inilah yang menjadi kunci titik lebur perbedaan kita bersama, pikiran seharusnya dikonsumsi oleh para peserta didik. Agar siswa tidak buta terhadap beragam pikiran para tokoh dalam menganulir perbedaan dalam pikiran mereka.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru