28.6 C
Jakarta

MUI Larang Salam Lintas Agama, Kemenag: Praktik Baik Jaga Kerukunan

Artikel Trending

AkhbarNasionalMUI Larang Salam Lintas Agama, Kemenag: Praktik Baik Jaga Kerukunan
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Kementerian Agama menilai salam lintas agama yang selama ini berkembang di kalangan masyarakat, sebagai bagian praktik baik (best practice) merawat kerukunan umat. Salam lintas agama disampaikan bukan untuk merusak akidah antarumat, tetapi berangkat dari kesadaran dari sikap saling menghormati dan toleransi.

Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin merespons hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII yang cenderung menolak salam lintas agama. Salah satu hasil ijtima ulama ini adalah pendapat bahwa pengucapan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan atau moderasi beragama, bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.

Mereka berpendapat bahwa dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah, karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain. Namun pendapat berbeda disampaikan Kemenag RI, yang berpendapat bahwa salam lintas agama adalah praktik baik untuk kerukunan umat.

Kemenag bahkan menegaskan bahwa salam tersebut bukan merupakan upaya mencampuradukkan ajaran agama. “Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiolologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi,” tandas Kamaruddin Amin, di Jakarta, Jumat (31/5/2024), seperti dirilis oleh Kemenag RI, melalui portal media resmi Kemanag, kemenag.go.id.

Menurut Kamaruddin Amin, dalam praktiknya, salam lintas agama menjadi sarana menebar damai, yang juga merupakan ajaran setiap agama. Ini sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban. “Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan,” terang Kamaruddin.

Di negara bangsa yang sangat beragam/multikultural, lanjut Kamaruddin, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial, yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing. “Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama,” tegasnya.

Ikhtiar merawat kerukunan penting terus diupayakan. Caranya dengan menguatkan kohesi dan toleransi umat, bukan mengedepankan tindakan yang mengarah pada segregasi. “Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama,” sebut Kamaruddin.

BACA JUGA  Sekolah Damai, Upaya Ciptakan Lingkungan Pendidikan Aman dan Penuh Toleransi

Dalam tiga tahun terakhir, jelasnya, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) mengalami peningkatan. Pada 2021 sebesar 72,39, indeks naik menjadi 73,09 pada 2022. Sementara pada 2023, indeks KUB kembali naik menjadi 76,02. “Ada tiga dimensi yang dipotret, yaitu toleransi dengan skor 74,47, kesetaraan dengan skor 77,61, dan kerja sama dengan skor 76,00. Ini indikator yang sangat baik,” papar Kamaruddin.

Ditambahkan dia, Rasulullah sendiri pernah berucap salam kepada sekumpulan orang yang terdiri dari muslim dan non-muslim (Yahudi dan orang musyrik) (HR. Al-Bukhari).

Ketika ada yang mengingatkan terlarang hukumnya mengucapkan salam kepada non-muslim, sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas’ud, mengatakan, “Mereka berhak karena telah menemaniku dalam perjalanan”.

Sahabat lain, Abu Umamah al-Bahiliy, setiap kali berjumpa orang, muslim atau non-muslim, selalu berucap salam. Dia bilang, agama mengajarkan kita untuk selalu menebar salam kedamaian (Tafsir al-Qurthubi, 11/111). Menurutnya, salam adalah penghormatan bagi sesama muslim, dan jaminan keamanan bagi non-muslim yang hidup berdampingan (Bahjatal-Majaalis, Ibn Abd al-Barr, 160).

Imbauan MUI mungkin relevan bagi yang merasa imannya akan terganggu bila ia mengucap salam lintas agama. Namun jangan larang atau ragukan iman orang yang berucap salam lintas agama. “Dalam beragama diperlukan sikap luwes dan bijaksana sehingga antara beragama dan bernegara bisa saling sinergi,” tandas Kamaruddin.

Masalah hukum salam lintas agama pernah dibahas juga dalam Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, pada 2019.

Dalam simpulannya disebutkan pejabat muslim dianjurkan mengucapkan salam dengan kalimat “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”, atau diikuti dengan ucapan salam nasional, seperti selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, dan semisalnya.

Namun demikian, dalam kondisi dan situasi tertentu demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat muslim juga diperbolehkan menambahkan salam lintas agama.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru