27.3 C
Jakarta

Moderatisme dan Ekstremisme

Artikel Trending

Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setelah kemarin berbicara tiga tema yang berbeda, pada bagian keempat sebagai tema penutup pada Kajian Online Ramadhan saya akan bahas soal moderatisme dan ekstremisme. Tema ini sangat erat kaitannya dengan Islam yang biasanya, sebut Prof. Nasaruddin Umar, dapat diungkapkan dengan tiga istilah: Pertama, salam”, nilai-nilai perdamaian, walau tanpa memperhatikan norma yang berlaku. Kedua, islam”, perpaduan antar nilai-nilai perdamaian dan norma. Sedang, ketiga, istislam”, perkawinan antar nilai dan norma yang harus dilakukan dengan perfect, sempurna.

Moderatisme adalah istilah yang terbentuk dari dua kata “moderat” dan “isme”. Moderat itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti: 1- Selalu menghindar dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem. 2- Berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah. Seseorang disebut moderator karena: 1- Orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dsb). 2- Pemimpin sidang yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah. Sedangkan, isme adalah paham. Jadi, moderatisme adalah paham yang berkecenderungan ke jalan tengah dan menghindar dari perilaku dan tindakan ekstrem.

Ayat Al-Qur’an yang populer berbicara tentang moderatisme adalah: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. (QS. al-Baqarah: 143). Frase ummatan wasathan disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad Saw.: (umat) yang adil, yang berada di tengah-tengah.

Melalui uraian tersebut, dapat dipahami, bahwa moderat itu adalah lawan dari ekstrem—yang berikut bakal dikupas. Lebih dari itu, moderat dapat dipahami dengan sebuah paham yang berdiri di antara dua sesuatu yang saling berlawanan: literal dan liberal. Keduanya sama-sama tercela, sedang yang terpuji hanyalah moderat. Moderat itu bila diambil sebuah contoh adalah sifat dermawan yang berdiri di antara dua sifat tercela: pelit dan boros. Pelit tidak baik, karena tidak mensyukuri nikmat Tuhan. Sedang, boros akan dapat menyengsarakan si pemberi sendiri kelak. Maka, cukup dermawanlah.

Moderat itu memiliki beberapa ciri, antara lain—seperti yang disebutkan oleh Prof. Nasaruddin Umar: Mengenalkan Islam, tapi tidak memaksakannya; Moderat itu mengakui perbedaan; Moderat bertoleransi terhadap perbedaan; Moderat itu menjunjung tinggi hak asasi manusia; Menjunjung tinggi kesetaraan gender; Memandang positif dan memberi tempat demokrasi; dan, Menghargai sesama makhluk, seperti tumbuhan dan binatang.

Setelah mengetahui bentuk-bentuk moderatisme, penting juga mengetahui lawannya, ekstremisme. Ekstremisme terbentuk dari dua kata pula: “ekstrem” dan “isme”. Ekstrem dapat dipahami dengan dua arti: paling ujung (tatharruf) dan pelampauan batas (ghuluw). Tatharruf dan ghuluw memiliki titik perbedaan. Tatharruf itu adalah sikap ekstrem yang sudah mencapai ujung. Sedang, ghuluw dapat dipahami oleh Quraish Shihab dengan beberapa arti dari padanan katanya. Sebut saja, kata ghaliy adalah harga sesuatu yang lebih tinggi dari yang biasa (mahal), sekalipun belum mencapai puncak kemahalan. Sementara, ghilyan dipahami dengan air yang menggelepar-gelepar ke atas saat panas (mendidih), kendati tidak mencapai puncak paling atas. Jadi, ghuluw adalah sikap yang melampaui batas, meski belum melewati batas ujung.

BACA JUGA  Memaknai Mudik pada Tahun Ini

Ekstremisme terbagi menjadi dua macam: Pertama, ekstrem kanan atau disebut literalisme atau radikalisme. Bagian yang pertama ini adalah kelompok yang memahami teks secara harfiah dan melupakan konteksnya, sehingga teks itu tidak hidup dan statis. Kedua, ekstrem kiri atau liberalisme. Kelompok kedua ini terlalu memuja akal, sehingga melupakan peran teks. Kedua kelompok ini jelas tercela, karena mereka tidak moderat di dalam menyikapi sesuatu. Moderatisme berusaha mempertemukan teks dan akal.

Semakin ke depan ekstremisme lebih dipahami dengan radikalisme atau paham kekerasaan. Paham ini jelas dilarang dalam Al-Qur’an: Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. (QS. al-Maidah: 77). Nabi Muhammad Saw. pun juga melarangnya: Wahai manusia. Hindari ghuluw (pelampauan batas) dalam keberagamaan, karena yang membinasakan (umat) sebelum kamu adalah ghuluw dalam beragama. (HR. Ibnu Majah).

Ekstremisme, seperti moderatisme, memiliki ciri-ciri, antara lain—seperti disebutkan oleh Yusuf al-Qardhawi: Fanatisme terhadap satu pemahaman dan sulit menerima pendapat yang berbeda; Pemaksaan terhadap orang lain untuk mengikuti pandangan tertentu; Negative thinking terhadap orang lain, karena menganggap dirinya yang paling benar; dan, Menghalalkan darah yang tidak sepaham dengan dirinya sendiri.

Lebih dari itu, terdapat beberapa tindakan kekerasan (ekstrem) yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu: al-Bagy (Melampaui batas kewajaran); Thughyan (Melakukan segala bentuk kerusakan); azh-Zhulm (Melakukan sesuatu tidak pada tempatnya); al-Udwan (Permusuhan); al-Qatl (Pembunuhan); dan al-Hirabah (Terorisme). Sekian bentuk kekerasan ini yang sering melakukannya adalah: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesia (NII), dan Jamaah Islamiah (JI).

Sebagai penutup, moderatisme atau Islam moderat adalah sikap yang seimbang dan berpijak di tengah antara dua sesuatu yang tercela. Sedang, lawan dari moderatisme adalah ekstremisme, paham yang melampaui batas, sehingga hal itu jelas dilarang dalam agama. Sebuah pesan bijak dari Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib: “Sesungguhnya manusia itu ada    dua tipe: Jika dia bukan saudaramu seagama, dia saudaramu sekemanusiaan.”[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru