25.9 C
Jakarta

Moderasi Agama dan Gerilyanya Radikalisme di Kampus Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamModerasi Agama dan Gerilyanya Radikalisme di Kampus Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sampai saat ini kampus-kampus (umum) besar di Indonesia masih bersemayam paham radikalisme dan sikap intoleran. Ini terbukti dari hasil penelitian PPIM UIN Jakarta yang menemukan bahwa kampus-kampus seperti di tiga kota: Jakarta, Yogyakarta, Bandung sampai saat ini paham radikalisme, terorisme dan intoleran tetap bergelirya.

Gerilyanya Radikalisme Tumbuh Subur di Kampus Indonesia

Faktor yang menjadi kembang tumbuh suburnya radikalisme marak di kampus Indonesia adalah tidak ada atau minimnya kontra narasi keagamaan di dalamnya. Sehingga, apa yang menjadi momok kengerian dan bahaya besar bagi mahasiswa, generasi penerus bangsa bernama paham radikalisme makin aktif dan menyebar. Paham radikalisme bergerilya secara sembunyi dan berperang dengan taktik licik dari “jalan dalam”.

Saya melihat, ada dua tantangan nyata di kampus Indonesia. Pertama, kampus umum seperti UI, UGM, ITB, UNAIR ini bisa terkatan minim dalam literasi agama atau kounter tentang pemahaman agama yang menyimpang. Ilmu-ilmu eksakta maju tetapi ajaran kedalaman agama (mungkin) tertinggal.

Kedua, kampus-kampus Ptkin seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kaya akan pemahaman agama tapi miskin ilmu-ilmu sosial dan sains.

Dampaknya, yang pertama (kampus-kampus umum), mudah terpapar radikalisme, terorisme dan ajaran wahabi berbasis politik agama. Yang kedua, kampus Ptkin lupa akan nilai toleransi dan budaya sosial. Sehingga, sampai sekarang, di dalam jiwa-jiwa organisasi dan kedirian mahasiswa tertanam sikap fanatik keagamaan dan keorganisasian. Dan hasilnya akhirnya, mereka ini intoleran kepada yang lian.

Selebihnya, dari jurang dalam itu, masih bercokol sikap-sikap bahwa paham radikal tidak teranggap penting sekaligus membahayakan. Maka, penggalakan kounter narasi radikalisme tidak ada. Bahkan hal yang substansial seperti nararsi moderasi agama tidak tersuarakan.

Dengan demikian, fakta mirisnya, paham radikalisme dan terorisme tumbuh subur di kampus agama atau kampus umum Indonesia. Dua sikap berbahaya itu hidup dan saling menghidupi, yang akhirnya, bergentayangan menjadi hantu penakut bagi anak bangsa Indonesia.

Moderasi Agama dan Ajaran Kedamaian Islam

Moderasi agama, saya kira, saat ini, penting untuk disemarakkan. Narasi moderasi agama bisa menjadi jembatan untuk mendongkel masalah runyam di atas. Atau paling tidak, ia menjadi alat pembuka “kotak pandora” masalah keagamaan” yang selama ini mahasiswa dan publik luas tidak tersadarkan.

Alangkah indahnya jika kita bisa menyelami kehidupan beragama dan keberagaman. Sebagai sesuatu langkah yang terpancar ke akar paling dasar yang mampu menemukan titik temu kesadaran altar para pemeluknya untuk merespons tantangan kemanusiaan sebagai tanggung jawab bersama.

Al-Quran kitab suci yang Maha Sempurna, petunjuk manusia, juga sangat mengakui keabsahan kedamaian bagi para pemeluk agama-agama. Kita ingat, sejarah kejayaan Islam pada masa lalu, zaman Nabi dan era sahabat, semua agama terlindungi dan diberi kebebasan untuk menjalankan ritual agamanya.

BACA JUGA  Kesesatan Paham Radikal Harus Dimatikan Oleh Akal Sehat

Karon Armstrong merekam, semua agama bermaksud untuk mencari kedamaian. “Sekali berserah, tak ada pembunuhan, tak ada perusakan properti, tak ada pembakara simbol agama lain, tak ada pengusiran dan perampasan, tak ada usaha untuk memaksa penduduk setempat untuk memeluk Islam”. Maka, dengan itupulah mufassir menyatakan Islam adalah agama baik dan paling sempurna.

Pelacakan Karen Armstrong dalam Sejarah Tuhan-nya (2001), semua agama mengajarkan moderasi atau kedamaian. Untuk mewujudkan moderasi-kedamaian, pikiran ekstrem dan tindak kekerasan harus dihilangkan. Demi itu, kita harus menjunjung tinggi sikap toleran, belas kasih, kebersamaan, keterbukaan, dan kekompakan.

Moderasi Agama dalam Konteks Keindonesiaan

Dalam konteks Indonesia, kita telah terajarkan oleh para pendahulu, bahwa untuk menyebarkan Islam harus dengan cara-cara damai nirkekerasan. Dan jika ada kejahatan harus dilawan dengan cara-cara yang damai dan anti kekerasan.

Sebagai ajaran, Islam telah memisikan moderasi dan kedamaian. Baik dilihat dari segi akidah, ibadah, muamalah, mencerminkan sisi kedamaian alias moderasi. Hal demikian, tercerminkan dari penamaan atau dari suku kata aslama-yuslimu-islaman yang secara kebahasaan mengandung arti “menyelamatkan”.

Dengan itu, semuanya berakar dari kata salam yang berarti kedamaian dan moderasi. Ia mendamaikan di langit dan di bumi. Bahkan, salam ia juga bermakna menerima, menyerah, tunduk, kepada Gusti Allah.

Ajaran Islam selain agama yang paling benar disisi Allah, Inna dina indallahil Islam, (QS Ali Imran: 19), Islam juga sebagai penyelamat bagi seluruh alam. Kendati, tugas kita melaksanakan serangkaian ajaran Islam dengan baik, bijak, dan benar. Supaya, kita mulia di sisi Allah dan memuliakan martabat sesama manusia, “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam” (QS Al-Isra: 70).

Maka dari itu, menjaga martabat manusia dengan cara-cara moderat lebih penting daripada mengkotak-kotakkan kemanusiaan apalagi hanya atas nama keorganisasian. Bahkan syariat menjamin itu. Kita harus menyalakan sumbu kalbu. Sebab, kalbu yang mati, manusia bagaikan zombi. Tak kenal asal, tak tahu tujuan. Tak kenal damai, ramai diri, tetapi asing diri. Mengalamani dis-orentasi hidup.

Orang-orang yang mengejewantahkan lelaku moderasi dan kedamaian, sesungguhnya ia menerangi alam batinnya secara spiritual. Bisa jadi ia menghidupkan mata hati jutaan orang untuk keluar dari kangkangan noda hitam, atau seperti kata Yudi Latif, menuju kerlip kunang-kunang surganya.

Dengan demikian, sebagai hamba Allah dan pengikut Nabi Muhammad, yang berbasis di perkampusan, mari kita bersikap arif dan bijak terhadap siapa pun. Sekalipun berbeda. Supaya, kebersamaan, persatuan, keharmonisan sesama manusia dan NKRI tetap berjalan dan kokoh dalam nafas kedamaian. Supaya bergerilyanya radikalisme di kampus Indonesia mati dalam keabadian.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru