32.7 C
Jakarta

Mobilisasi Pembebasan Kaum Proletariat Ala Muhammad SAW

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahMobilisasi Pembebasan Kaum Proletariat Ala Muhammad SAW
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Manusia sebagai Khalifatul Ard mempunyai dominasi kuasa untuk mengolah dan mengatur urusan dunia, namun dalam cakupan daya prerogatif Tuhan jika dilandasarkan dengan teori Kasb versi kalangan Wasathiyah. Problematika pertarungan mustadh’afin (Orang yang ditindas) dan mustakbirin (Orang yang menindas) adalah bentuk korelasi upaya manusia sebagai pemangku kekuasaan, istilah tersebut merupakan induktrinasi dari Al-Qur’an untuk menggambarkan pembelaan terhadap kaum-kaum tertindas. Jika pertarungan tersebut dipercaya sebagai suatu kenisayaan keheterogenan umat manusia. Hal itu bertolak belakang jika persaingan kelas disebabkan adanya penindasan serta keotoriteran dari kalangan feodalisme, yang mengeksploitasi keringat kaum proletar untuk mencari keuntungan bagi perseorangan.

Pemerasan hak milik kaum proletariat yang dilakukan dengan sistem kapitalisme menimbulkan ketimpangan struktur sosial dimana sistem kerja kelas buruh dinilai secara meterialistik. Sistem tersebut pada akhirnya membuat kontruksi tenaga kerja proletariat yang tenaga kerjanya dieksploitasi oleh para kapital. Kekuasaan produksi yang sepenuhnya hanya dipegang oleh pemilik modal memicu kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Proses pengeksploitasian dari kaum kapitalis untuk merauk keuntungan sebesar-besarnya menimbulkan kelas buruh teraneliasi dan hanya terjebak dalam jurang penindasan dan keserakahan.

Upaya merekontruksi ketimpangan struktur sosial dampak perang kapitalis membawa  gerakan sosialisme tampil ke muka, yang digadang-gadang dapat mendayung problematika tersebut menuju tepi kebebasan. Permbebasan terhadap kaum proletariat tidak dimulai sejak nama kapitalisme muncul di Eropa pada abad ke 16 disaat para industri mulai mengembangkan modal, ataupun ketika sosialisme muncul di Inggris sewaktu cetusan pembelaan terhadap kaum pekerja. Sebagaimana diketahui, kapitalisme merupakan sebuah sistem dan bukan hanya sebuah nama, yang sejak dulu sudah ada dan telah menjadi sebuah karakteristik sosial ekonomi di era pra Islam khususnya di kota Makkah.

Tantangan Islamisasi pertama oleh Muhammad SAW bertempat dilumbung kapitalis yang dilakukan oleh elitis kabilah. Eksploitasi antar kabilah berjalan secara agresif sehingga menyusun konsepsi sumber kekuatan berasal dari aspek ekonomi dan dipercaya sebagai faktor fundamental kemenangan yang dapat memberikan rasa aman. Keadaan Makkah pada masa itu adalah bentuk konsekuensi dari realitas kawasan perdagangan kelas internasional seperti yang diuraikan oleh Montgomery Watt. Selain keunggulan perdagangan yang maju, Makkah juga menawarkan destinasi keagamaan dengan nuansa dinamisme ataupun animisme yang kental.

Kompetisi ekonomi yang berorientasi pada peningkatan mutu kabilah pada akhirnya menempati peran sentral dalam peningkatan kreadibilitas yang membawa Makkah menjadi rawan persaingan dagang dengan corak fanatisme ekonomi. Tidak bisa dipalingkan jika perdagangan masa pra Islam didominasi oleh kelompok tertentu. Disisi lain kelas pekerja yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi dihadapkan dengan keadaan sosial yang demikian membawa pengaruh besar terhadap langgengnya sistem kapitalis pra Islam, ditambah dengan adanya praktek monopoli ekonomi yang berimplikasi pada besaran riba. Dampak pertarungan tersebut memunculkan sistem perbudakan sehingga berpengaruh kepada korban-korban kapitalis yang tidak mapan dalam bidang ekonomi.

Kaum borjuis mendekonstruksi ulang sistem tradisi kesukuan klasik menjadi nuansa kapitalistik dengan memeras hak-hak kaum lemah seperti anak yatim dan janda. Setelah para kaum kapitalis menguasai jalur perdagangan dengan cepat menyebar kepenguasaan sumber daya alam Makkah berupa mata air suci masa Ibrahim AS dan Ismail AS yaitu zamzam yang keuntungannya hanya dikuasa oleh kelompok Quraiys Arab. Selain itu sistem perdagangan pada destinasi Makkah seperti jalur dagang serta kawasan peribadahan keagamaan Ka’bah juga tidak luput dari penguasaan kaum-kaum borjuis dengan berbagai strategi manajemen ala kapitalis.

Proses Islamisasi Muhammad SAW menuai rintangan yang berat selain perlawanan kaum religius pra Islam tetapi juga bagi para kapital karena ajaran Islam berpengaruh besar kepada kultur sosial yang telah ada. Doktrin Islam yang bertolak belakang terhadap struktur sosial yang telah menjadi tradisi turun temurun khususnya dibidang ekonomi paham kapitalis bangsa arab, membuat rasa khawatir kelompok kapital jika sewaktu-waktu ajaran Muhammad SAW akan meruntuhkan kekuasaan mereka. Sehingga gerakan revolusi bernuansa keadilan yang dibawa oleh Muhammad SAW lebih mudah diterima oleh masyarakat proletariat. Karena ajaran yang terkandung selain berbobot tauhidisme tetapi juga menyimpan konsep ke egalitarian.

Faktor tersebut menjadi salah satu bukti kongkrit ke rahmatal lil alaminan yang selalu digaungkan setiap dakwah Muhammad SAW. Sekalipun tugas beliau li utammima makarimal akhlaq, yaitu untuk memperbaharui kemrosotan moralitas bangsa arab yang jauh dari batas kemanusiaan. Sehingga ajaran nilai-nilai Islam di kontekstualisasikan dengan kultur bangsa arab, untuk mencoba merekontruksi kembali sistem sosial dan ekonomi yang telah didominasi oleh ketidak adilan. Gerakan pendekatan secara humanisme menarik simpatik dari masyarakat untuk berduyun-duyun meyakini kebenaran ajaran yang diserukan Muhammad SAW. Sehingga kelompok kafir Quraisy merasa dirugikan, disisi lain persoalan akidah yang mengancam kreadibilitas keagamaan yang mereka anut. Selain itu, kekuasaan yang telah mereka duduki selama ini, tergoyahkan oleh ajaran Islam yang melakukan perubahan secara radikal pada struktur masyarakat.

Karakteristik pergerakan keadilan yang terkandung dalam ajaran Islam memilki konsep yang memanusiakan, dengan dasar ketinggian moral dan menjamin keutuhan budi pekerti terhadap sesama manusia yang tidak hanya dilatar belakangi faktor ekonomi seperti sosialisme versi barat yang dipopulerkan oleh Karl Max. Setelah ajaram Islam diterima oleh mayoritas masyarakat arab, sistem kerja sama antar pemilik modal dengan pekerja yang selama ini berat sebelah dan mengucilkan para pekerja sehingga akhirnya dapat dirubah dan ditegakan sistem yang berkeadilan. Dalam prihal tersebut doktrin yang dibawa oleh Muhammad SAW juga berperan aktif dalam kelangsungan sistem keadilan bagi pekerja seperti yang tertuang dalam hadist Ibnu Majah bahwa pemilik modal harus bersegera memberikan upah sebelum keringat pekerja mengering. Hal itu menunjukan kebijaksanaan Muhammad SAW dalam menyikapi ketertindasan kaum pekerja.

Ajaran Islam juga menyerukan tentang pembelaan terhadap kaum lemah serta tidak mengajarkan untuk menganiaya mereka. Seperti yang telah dicontohkan oleh Muhammad SAW sebagai pemimpin umat ketika membebaskan Zaid bin Haritsah dari sistem perbudakan. Praktik perbudakan secara implisit menunjukan konsekuensi logis dari dampak perang ekonomi ketika pemasaran budak diperjual belikan dengan kisaran harga bahkan budak dipekerjakan dengan sewena-wena. Hal itu memberikan kesan negatif dalam keutuhan hakikat manusia yang diperjual belikan selayaknya barang. Di tinjau dari perspektif sosial faktor tersebut membuat garis-garis antar kelas dengan benteng kekuatan ekonomi. Sehingga Muhammad SAW mencoba meruntuhkan kesenjangan tersebut menuju masyarakat tanpa kelas.

Masyarakat muslim memandang bahwa kepemilikan barang hanya sebagai titipan dan kepemilikan seutuhnya adalah Tuham selaku pemilik segala sesuatu. Dalam konteks ini tampak jelas bahwa Islamisasi yang terjadi mencoba untuk merubah kultur fanatisme terhadap kepemilikan barang secara individual. Jika ditarik kedalam perspektif Bani Sadr tentang kepemilikan barang yang tidak di restui oleh Islam adalah kepemilikan yang berorientasi pada penindasan. Sehingga tersusun pola persaudaraan antar umat Islam untuk saling membantu satu sama lain yang lemah akan ekonomi seseorang seperti yang terkandung dalam filosofis zakat dan sodaqoh. Ajaran Islam juga menentang keras kepemilikian umum yang dieksploitasi oleh sekelompok orang seperti kepemilikan air, padang rumput dan api sesuai pengajaran yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Dalam misi ajaran-ajaran Islam memiliki esensi besar dalam perubahan struktur masyarakat arab yang jauh dari sistem keadilan hingga pada masa penaklukan menjadi sebuah sistem kemanusiaan yang seutuhnya.

Lubab Rofiul Ula

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru