27.6 C
Jakarta

Mewaspadai Pemanfaatan PPKM Darurat untuk Aksi Terorisme

Artikel Trending

Milenial IslamMewaspadai Pemanfaatan PPKM Darurat untuk Aksi Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ketika beredar isu, di Facebook, Twitter, dan WhatsApp soal Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang disebut akan diperpanjang hingga tanggal 17 Agustus 2021, tiba-tiba kekhawatiran muncul di benak saya. Khawatir semua itu merupakan wacana mainan sementara pihak untuk memojokkan pemerintah, juga khawatir PPKM itu sendiri jadi momentum konsolidasi terorisme. Untungnya, ternyata isu tersebut adalah hoaks, tidak benar.

“Tidak benar. Sementara kita masih sesuai rencana awal PPKM Darurat yaitu tanggal 3 sampai dengan 20 Juli selama kita bisa menurunkan kasus sesuai harapan. Untuk itu penting sekali menurunkan mobilitas masyarakat,” ujar Jubir Menkomarves Jodi Mahardi.

Kendati demikian, pada hari yang sama, Senin (12/7), Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa PPKM Darurat akan diperpanjang hingga 6 minggu. “PPKM darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus Covid-19. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan,” kata Sri Mulyani dalam bahan paparan saat Rapat Kerja bersama dengan Badan Anggaran DPR RI, sebagaimana dilansir Tempo.

Menyikapi simpang siur informasi tersebut, mungkin sebagian orang akan menyalahkan inkonsistensi pemerintah. Sebagian lainnya boleh jadi akan memakluminya, mengingat Covid-19 yang tidak bisa melonjak dalam waktu yang tidak terprediksi. Namun, saya justru mengkhawatirkan sesuatu di balik itu semua; kebijakan PPKM akan jadi momentum persebaran terorisme, baik rekrutmen para teroris maupun aksi-aksi terornya.

Mengapa sampai ada hoaks, adalah pertanyaan yang sangat mudah dicari jawabannya. PPKM bukan sekadar tentang kebijakan menekan angka Covid-19, bagi sebagian kalangan justru berkaitan dengan politik. Sejumlah narasi yang ada selama ini, seperti: Covid-19 sebagai hoaks dan bisnis, pemerintah tidak mampu menghadapi Covid-19, khilafah Islam sebagai solusi, dan lainnya, bisa menjadi bumbu-bumbu yang menambah keresahan masyarakat. Bagi teroris, itu peluang.

Peluang untuk menambah militan, peluang untuk mencitraburukkan lawan, serta peluang untuk aksi penghancuran. Maka, saya rasa, kita semua harus waspada dengan potensi besar pemanfaatan PPKM Darurat untuk aksi terorisme, dalam arti menjadi momentum konsolidasi amaliah mereka, para teroris.

Konsolidasi Amaliah

Penting dicatat bahwa keresahan masyarakat, baik karena ekonomi yang kian mencekik selama masa PPKM Darurat atau karena anggapan ketidakbecusan pemerintah menangani Covid-19, adalah modal utama kesuksesan konsolidasi. Selama penerapan PPKM Darurat, pemerintah sibuk dengan urusan Covid-19, sementara pada saat bersamaan para militan teroris yang juga terkena dampak menyusun ulang strategi mereka termasuk mamanfaatkan kelengahan pemerintah.

Ada, paling sedikitnya, dua pintu masuk gerakan terorisme selama masa Covid-19 dan terutama selama masa PSBB hingga PPKM. Pertama, PPKM menjadi kesempatan untuk menambah anggota dengan mengamati pihak-pihak yang semakin hari terjepit oleh pandemi di satu sisi, dan oleh kebijakan pemerintah di sisi lainnya. Bayangkan jika PPKM Darurat ditambah hingga empat minggu ke depan, sebagaimana keterangan Kemenkeu Sri Mulyani. Persoalannya jelas semakin rumit.

BACA JUGA  Konsistensi Perjuangan Melawan Radikalisme

Kedua, ketidakpercayaan atas pemerintah. Beberapa trending di Twitter hari-hari ini jangan dikiran lepas dari pengamatan teroris. Mereka membaca algoritme masyarakat vis-à-vis pemerintah, yang jika sampai narasi ketidakpuasan masyarakat menguat, mereka tinggal mencari waktu yang pas untuk menjadi pengakomodasi kekecewaan tersebut. Bahwa jika nanti masyarakat ingin bertindak anarkis lantaran benci pada pemerintah dan kebijakan PPKM, para teroris pasti sudah siap melakukan aksinya.

Amaliah merupakan puncak jihad terorisme. Sementara PPKM sendiri, ia sangat rentan dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi menuju amaliah tersebut. Jika kita, masyarakat, tidak berpartisipasi menyukseskan kebijakan pemerintah, maka yang rugi bukan melulu pemerintah, melainkan kita seluruhnya. Di luar penglihatan dan pengetahuan masyarakat, para militan menyaksikan segala masalah dan menunggu peluang, waspada agar tidak dimanfaatkan harus menjadi kesadaran.

Sekitar dua minggu yang lalu, di Cikampek, Jawa Barat, berlangsung pertemuan para dedengkot JAD kelompok Abu Sayyaf. Awalnya, pertemuan tersebut merupakan kegiatan kajian, namun batal karena banyak ikhwan yang sedang sakit. Perkembangan Covid-19 menjadi bahasan, yang di antaranya adalah konsolidasi amaliah ke depan. Melihat itu, juga serangkaian pertemuan yang tak terdeteksi, PPKM harus disterilkan dari ancaman. Apalagi waktunya diperpanjang, maka harus waspada.

Waspada Terorisme

Para teroris ada di tengah kita. Kendati, kita tidak bisa melihat mereka, juga tidak mengetahui pasti kapan mereka akan beraksi. Yang jelas, mereka butuh justifikasi pada setiap aksi, dan pembenaran dimaksud adalah kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah. Jadi, umpamanya, Covid-19 terus melonjak, PPKM diperpanjang, ekonomi semakin sulit tetapi para taipan semakin makmur, kecemburuan sosial menjadi tidak terelakkan.

Kecemburuan sosial akan melahirkan dendam, dan dendam akan membenarkan segala bentuk kekerasan dan teror. Karenanya, semua kalangan harus waspada dengan terorisme. PPKM Darurat mungkin jelas akan diperpanjang, namun yang perlu diperhatikan bukanlah debat kusir tentang kebijakan tersebut melainkan gerakan terselubung yang memnfaatkan kebijakan tersebut. Faktanya, kita sering kecolongan aksi teroris, itu karena ketidakwaspadaan kita semua.

Selain di Karawang, setengah bulan lalu juga berlangsung pertemuan anggota JAD di Maluku. Dalam pertemuan tersebut disampaikan ihwal nasib anggota JAD. Saat ini pemerintah sibuk dengan Covid-19, sehingga situasi tersebut harus dimanfaatkan dengan memberikan pemahaman untuk tetap semangat dan menghilangkan rasa takut demi perjuangan pendukung ISIS ke depan. Koordinasi pada militan JAD di kota lain, Ambon misalnya, akan segera dilakukan.

Melihat masalah itu, karena ketidaktahuan kita kapan para teroris akan beraksi, yang bisa kita lakukan adalah berhati-hati dengan penyebaran terorisme itu sendiri. PPKM Darurat mungkin sangat menyebalkan karena berdampak buruk pada kondisi finansial sebagian kalangan. Namun begitu, jangan sampai keputusasaan karena pandemi membuat akal sehat hilang. Tidak terbayangkan jika di tengah pandemi harus terjadi terorisme—hasil dari pemanfaatan PPKM. Kita, semuanya, harus waspada.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru