33 C
Jakarta

Menyoal Ulama-Ulama MUI, Siapa di Balik Layar (?)

Artikel Trending

KhazanahOpiniMenyoal Ulama-Ulama MUI, Siapa di Balik Layar (?)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tulisan ini berangkat dari sebuah pertanyaan yang mengherankan, saat polemik setifikasi dai beberapa waktu lalu, “kenapa Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas sangat ketakutan dengan adanya program sertifikasi penceramah yang akan dilaksanakan Kementerian Agama (Kemenag)?” Sekjen MUI itu secara tegas bahkan mengancam akan mundur dari jabatannya jika program sertifikasi penceramah tetap dilaksanakan.

Ada apa sebenarnya dengan tubuh MUI, bukankah lembaga ini memiliki otoritas untuk memikirkan perkembangan para ustadz-ustadz, para da’i, dan para ulama yang mewarnai Indonesia dengan dakwah-dakwah yang mengajak pada radikalisme dan perpecahan ummat. Kenapa justru MUI menolak atau bisa jadi hanya oknom-oknom saja yang ada di dalam tubuh MUI yang menolak.

Anwar Abbas ingin menarik perhatian dan simpati masyarakat, selama ini ia menuturkan bahwa MUI sedang diterjang dengan ombak besar dari segala sisi. Menggunakan diksi yang lebih religus Anwar Abbas mencoba meneguhkan dengan firman Tuhan dan sabda-sabda Rasulullah untuk meneguhkan kometmenya melawan musuh-musuhnya, tentu saja dalam hal ini adalah agenda Kemenag.

Sikap resmi pernyataan dari MUI telah diturunkan dengan nomor surat: Kep-1626/DP MUI/IX/2020 yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Umum, KH. Muhyiddin Junaidi, MA. diposting di lamat twitter Ustadz Tengku Zulkarnain, memuat tiga poin penolakan, salah satunya karena dengan adanya sertifikasi penceramah bisa menyulitkan umat Islam dan berpotensi disalahgunakan, dan terakhir menghimbau kepada masyarakat agar tidak selalu mengaitkan persoalan radikalisme dengan ulama.

Saya kira sebagai perwakilan dari MUI suara Anwar Abbas tidak bisa diterima, namun sebagai pernyataan atas nama pribadi bisa saja dibenarkan, keberpihakan Anwar Abbas atas ustadz-ustad yang provokatif ditandai sebagai ustadz yang menentang pemerintah bukan penyebab radikalisme, dibenturkan dengan ustadz-ustadz yang lantang menyuarakan hak-hak rakyak bukan radikalisme. Keberpihakan itu akhirnya akan memunculkan persepsi terhadap publik bahwa dirinya bisa digolongkan dalam kelompok Din Syamsudin, sebagai Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dinilai barisan paran mantan yang
kecewa atas pemerintah.

Menolak Karena Kecewa

Semakin hari semakin terang dari arah mana kegaduhan itu terjadi, semakin hari semakin cerdas masyarakat membaca para kelompok-kelompok yang alergi terhadap program Kemenag, kelompok ini saling melindungi dan membantu antar kelompok yang memiliki sepemahaman, bahkan tidak tanggung-tanggung selalu ingin merebut pemerintahan yang sah dengan dalil-dalil agama melalui sitem khilafah. Menurut laporan CNN Indonesia (09/09/2020) sejumlah ulama yang terkumpul dalam barisan 212 mulai membuat gerombolan untuk mengajak ummat Islam memboikot da’i yang mengikuti sertifikasi penceramah.

BACA JUGA  Pilpres 2024; Ulama Sebagai Komoditas Politik Semata?

Novel Bamukmin kini tampil sebagai pahlawan yang ingin menyelamatkan ummat Islam. Seolah-oleh umat Islam diperalat sebagai komoditas politik atas nama agama demi kekuasaan, dengan adanya program Kemenag Bamukmin menilai akan menindas ulama dan syiar Islam.

Duduk perkara yang harus diselesaikan pada ujung-ujungnya adalah semua bertumpu pada persoalan kata. Kelompok yang justru berada dalam gerakan Islam radikalisme merasa tidak ada masalah bahkan kelompok ini akan mencuci tangan dari soal radikalisme. Karena definisi ini masih buram, terlalu umum, dan tidak spesifik. Pemahaman ini membuat secercah harapan bagi para ustadz-ustadz yang terindikasi menyebarkan paham radikalisme di Indonesia akan aman. Persoalannya akan semakin rumit dan panjang.

Sebenarnya tidak ada masalah ketika Kemenag menjelaskan dari tujuan yang sesunguhnya dari adanya wacana program sertifikasi penceramah. Karena substansinya, Kemenag ingin menumbuhkan kesadaran kenegaraan, dan wawasan Islam yang lebih moderat. Bukan dalam artian, para penceramah, da’i, dan ustadz yang tidak memiliki sertifikat tidak bisa melakukan ceramah-ceramah dan berdakwah. Kekhawatiran itu ditepis oleh Bapak Kamaruddin Amin saat diwawancarai tvOne.

Kemenag Bersama Siapa

Kemenag tidak sendirian menangani fenomana ini. Di dalamya melibatkan sejumlah lembaga, seperti Lemhanas, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bahkan Kemenag mengakui semua yang dilakukan atas arahan dari Wapres KH. Ma’ruf Amin.

Bagaimanapun Kemenag tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak yang bahkan di antaranya, Manjelis Ulama Indonesia (MUI), dan sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam. Meski klaim ini ditolak oleh oknom-oknom tertentu di dalam MUI.

Keterlibatan Lemhanas tidak lain adalah untuk memberikan penguatan pada aspek ketahanan ideologi. Sedangkan BNPT dilibatkan untuk berbagi informasi tentang fenomena yang terjadi di Indonesia dan seluruh dunia. Sedangkan kehadiran BPIP, kata Kamaruddin, untuk memberi pemahaman tentang Pancasila, hubungan agama dan negara. Wallahua’lam..

Jamalul Muttaqin
Jamalul Muttaqin
Penulis Lepas

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru