27.2 C
Jakarta

Menyemai Islam Rahmah dari Kelembutan Sosok Ibu

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenyemai Islam Rahmah dari Kelembutan Sosok Ibu
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ada sebuah ungkapan yang mengatakan: “Al-ummu madrasatul ula. Idza a’dadtaha a’dadta sya’ban thoyyibal a’raq“. Artinya, “Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.” Sebuah ungkapan yang mendeskripsikan kekuatan ibu dalam membangun pendidikan terbaik untuk generasi selanjutnya. Kelembutan serta sifat penyabar yang dimilikinya, adalah modal luar biasa untuk memberikan pendidikan kepada anaknya.

Dengan kelembutan hati itu, Islam memberikan pengajaran kepada manusia. Islam menyambut siapa saja yang mau memasuki gerbang rahmatnya. Kemudian mengakrabi setiap kebudayaan yang telah mengakar lama. Fungsi Islam sebagai pendidik, telah menciptakan keluhuran akhlak serta sifat sosial yang terus dijunjung hingga sekarang. Sebagai induk agama, Islam secara sempurna memperkenalkan peradaban yang penuh dengan kemesraan, baik kemesraan dengan Tuhan maupun kemesraan bersama setiap makhluk-Nya.

Di manapun tempatnya, citra Islam akan selalu dijunjung berkat keluasan tata berpikirnya. Tokoh utama yang berperan dalam kesucian perilaku dan sifat ini adalah Sang Nabi tercinta Muhammad saw. Beliau secara gamblang merubah tatanan masyarakat jahiliah menjadi lebih beradab (tamaddun/madani). Mengganti prosesi sesembahan menjadi acara perkumpulan yang saling mengakrabkan. Secara berani, beliau menyatukan umat dengan tali persaudaraan; Islam rahmah. Dan yang paling fenomenal, beliau adalah tokoh revolusioner yang mengubah nasib perempuan.

Secara berurutan, Nabi Muhammad terus menerus membangun Islam dengan prinsip-prinsip kelembutan. Sebagai ibu, Islam tidak boleh bertindak kasar kepada siapapun juga, karena bisa jadi hal itulah yang dijadikan landasan utama dalam dakwah selanjutnya. Islam harus dibangun berdasar kelembutan, kata sang Nabi. Sebisa mungkin citra Islam yang keluar adalah sifat manusiawi dan sosial, sehingga dengan citra Islam rahmah bisa beradaptasi di setiap perbedaan. Islam bisa menyebar secara perlahan dan menetap di hati para insan. Sehingga setiap manusia bisa beragama dengan kenyamanan, bukan sebab ketakutan atau doktrin yang ada.

Maka sejatinya, umat Islam dituntut menjadi seorang khilafah. Seorang pemimpin yang mempunyai sifat keibuan. Mendidik anaknya dengan tali kasih sayang dan tidak pernah mengharap balasan apapun darinya. Sabar semasa sang putra belum bisa tumbuh dewasa; emosi masih menggebu-gebu, kebebasan masih terus menerjang pemikiran, dan rintik penasaran akan kemaksiatan yang terus menuntut pembuktian. Tidak mengapa, semua itu adalah proses menjadi lebih dewasa.

Tidak selamanya anak akan tumbuh dengan pemikiran demikian. Waktu akan menuntunnya berkembang, dan sang ibu akan menunjukkannya jalan keselamatan. Kreatifitas serta keterbukaan pikiran sang ibu adalah landasan utama menuju kedewasaan. Seberapa besar kemampuannya dalam mengolah itu semua, maka sang waktu akan membalasnya.

BACA JUGA  Merawat Kesinambungan Spirit Kebaikan-kebaikan Ramadan

Berkat sang ibu, si kecil yang tadinya tumbuh dengan rasa emosi dan kesempitan hati menjadi sosok yang nurani. Si kecil yang tadinya penuh rasa penasaran akan semua kemaksiatan, berubah menjadi sosok yang taat dan mencintai Tuhan dengan kesungguhan. Tiada suatu yang sia-sia, kata sang ibu meyakinkan hatinya. Kita semua adalah hamba, jika terus percaya kepada Tuhan dan berada di dalam jalan kelembutan, niscaya semua akan terlaksana secara sempurna.

Tidak boleh ada kata menyerah dalam urusan mendidik. Dan tidak boleh ada kata lelah dalam urusan menuntun. Itu adalah tugas umat Islam yang memegang kepemimpianan umat manusia. Iqra’ (bacalah) kata jibril pada Nabi. Bismirabbikalladzi khalaq (dengan nama Tuhanmu dzat yg menciptakan) sambung jibril setelahnya. Bacalah semua ciptaan Tuhan, maka akan kau temukan cara terbaik untuk mengaturnya.

Islam adalah agama yang kreatif. Dirinya tidak menisbatkan pengajaran pada satu bidang. Allah memerintahkan umatnya untuk melihat seluruh ciptaan Tuhan. Pengajaran akan keesaan Tuhan, tidak melulu soal doktrin akan dosa dan pahala. Semua konsep tersebut bisa dikonsepkan dengan ilmu tasawuf, yang langsung mempertemukan manusia akan kenikmatan mendekati Tuhan.

Pun begitu dalam ilmu fiqih. Bukan hanya melulu mengajari secara oral, namun bisa dipraktekkan melalui pewayangan. Kesuksesan terbesar dalam dakwah adalah sentuhan kreatifitas dan jiwa kelembutan. Dengan kreatifitas, Nabi berhasil mendamaikan dua suku besar yang saling bermusuhan. Dengan kreatifitas pula, Nabi berhasil membangun parit yang berpengaruh besar pada taktik peperangan. Dan dengan kreatifitas itu, Walisongo menjadi induk dari keislaman di Indonesia.

Semua itu bisa dijadikan teladan, bagaimana umat Islam menjadi seorang khilafah yang membawa pencerahan. Manusia lebih senang dihargai daripada diceramahi. Manusia lebih suka belajar secara kreatif daripada melalui dakwah yang mengumbar kemarahan dan ketakutan. Ciptakanlah iklim beragama yang bahagia. Temukan titik hitam pada hati seseorang, lalu obatilah dengan sentuhan kelembutan Islam. Maka begitulah roda keislaman akan terus dijalankan.

Islam rahmah mesti kita suara-lantangkan. Islam yang sejuk, bak kelembutan ibu. Selamat Hari Ibu!

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru