32.9 C
Jakarta

Menjadikan Content Creator sebagai Buzzer Perdamaian

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMenjadikan Content Creator sebagai Buzzer Perdamaian
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Content creator akhir-akhir ini menjadi pilihan profesi generasi milenial. Banyak dari mereka sudah tidak mau lagi bekerja di sawah, pasar, atau di kantor. Meski ada beberapa yang terpaksa. Mereka lebih suka bekerja dengan bebas sambil bersantai ria. Tidak suka terkekang dengan aturan. Mungkin saja ini konsekuensi dari era industri 4.0.

Kita lihat saja fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. Para generasi milenial atau anak-anak muda lebih suka menjadi youtuber, blogger, jualan online, serta apapun yang berbau online. Penulis mempunyai beberapa teman yang memilih menjadi content creator, bekerja bebas dan mandiri bisa sesuka hati dalam bekerja. Banyak juga yang terpaksa harus bekerja di kantor. Mereka melakukannya dengan setengah hati.

Penyebabnya mungkin karena mereka cenderung menyukai sesuatu yang praktis dan tidak berbelit-belit serta tidak banyak peraturan yang mengikat. Jiwa mereka sudah terbiasa dengan kebebasan, akan tetapi mereka tidak pernah mendapatkannya di dunia nyata. Karena harus berhadapan dengan tembok besar yang bernama realita. Akhirnya dunia maya menjadi rumah yang menyenangkan. Intinya mereka tidak bisa lepas dari apa yang namanya gadget. Dunia nyata hanya menjadi tempat pelarian karena tak bisa membunuh sepi.

Penulis menganggap bila content creator merupakan bagian dari buzzer. Akan tetapi buzzer yang beraliran baik. Content creator bekerja memutar otak secara kreatif untuk mebuat belantara maya menjadi layak huni. Mereka dituntut untuk bekerja lebih keras karena termasuk agen perdamaian  di dunia maya.

Memang dari segi pengertian ada pebedaan antara buzzer dan content creator. Buzzer lebih bekerja untuk menggiring opini publik agar tersesat. Sedang content creator lebih ke pembuatan konten-konten yang yang bermanfaat dan positif.

Penulis tidak akan membahas buzzer secara filosofis atau definisi secara terperinci. Namun ada kemiripan kinerja buzzer dengan content creator. Sama-sama bekerja menghasilkan konten untuk memmengaruhi publik. Oleh karena itu sterotipe terhadap sudah saatnya dihapuskan. Kata buzzer yang biasanya identik dengan pandangan negatif menjadi positif.

BACA JUGA  Perbedaan Muhammadiyah dengan NU dalam Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan, Mana yang Benar?

Sudah saatnya belantara maya dihiasi dengan konten-konten positif. Ini berfungsi untuk kontra narasi tehadap konten-konten negatif salah satunya radikalisme dan terorisme. Apalagi maker content creator mayoritas dipegang oleh anak-anak muda. Tentu saja ini sangat positif sekali.

Karena sasaran para agen-agen radikalisme menyasar pada anak-anak muda. Mengapa anak muda? Karena anak muda masih dalam pencarian jati diri. Masih dalam proses mencari siapa diriku. Apalagi mereka yang bukan lulusan pondok pesantren. Mereka sangat krisis terhadap identitas mereka sendiri. Sehingga ini menjadi celah masuknya paham-paham radikal dan teroris.

Bahkan ada beberapa teman-teman yang lulusan pondok peantren pun masih terpapar paham radikalis dan teroris, apalagi mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan agama di pondok pesantren. Modus opeandinya memakai nama jihad dan diiming-imingi auto masuk surga.

Penulis kira salah satu alternatif untuk kontra narasi di dunia maya seperti apa yang dikerjakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sangat penting. BNPT membentuk duta damai dunia maya di beberapa daerah di kota-kota besar di Indonesia. Sasarannya jelas yaitu mahasiswa-mahasiswa yang punya kompetensi terkait dunia maya. Potensi-potensi mahasiswa-mahasiswa tadi dikembangkan untuk tujuan perdamaian di dunia maya.

Duta damai dunia maya ini sebagai content kreator atau buzzer yang baik. Setiap  minggu harus berkarya. Bisa dalam bentuk tulisan, gambar atau video. Tujuannya tetap sama yakni menjadikan dunia maya sebagai dunia yang ramah huni, penuh konten-konten yang layak baca.

Meski sebenarnya itu belum cukup, sebab dunia maya sangat luas sekali. Jika hanya beberapa gelintir saja yang berpartisipasi, tentu saja akan menjadi pekerjaan berat. Penulis kira masyarakat perlu mendapat ruang dalam mengisi atau memroduksi konten-konten kreatif dan positif, terlebih dalam menangkal radikalisme dan terorisme.

 

 

 

Ahmad Solkan
Ahmad Solkan
Penulis lepas, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru