30 C
Jakarta

Menilik Keganasan Teroris MIT di Poso

Artikel Trending

EditorialMenilik Keganasan Teroris MIT di Poso
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Praka Dedi Irawan, prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Madago Raya, belum tahu bahwa Maret akan menjadi bulan nahas untuknya. Kurang sebulan operasi Madago Raya akan berakhir, jika tidak diperpanjang, ia sudah gugur duluan, Senin (1/3) kemarin. Praka Dedi menjadi saksi keganasan Teroris MIT yang meskipun hanya 11 orang, tetapi mereka amat berbahaya. Sekarang, jumlah mereka tersisa 9 orang. Terorisme dan seperangkat pemberantasan tetap bergelut di Poso.

Bersama Praka Dedi, dua teroris MIT juga tewas. Mereka adalah Haerul alias Irul, menantu Santoso, dan Samid alias Alvin. Menurut laporan Kompas, kontak tembak Satgas Madago Raya dengan kelompok MIT di Pegunungan Andole, Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, itu berawal dari adanya dugaan teroris MIT akan melakukan amaliah. 11 DPO pimpinan Ali Kalora terbagi menjadi dua regu. 4 DPO terlibat baku tembak. 2 orang mati, dan 2 orang lainnya berhasil melarikan diri.

Keganasan teroris MIT di satu sisi, dan terjalnya medan di sisi lainnya, bisa menjadi faktor bahwa operasi Madago Raya tidak hanya akan berlangsung hingga akhir Maret. Bisa diperpanjang, bisa juga berganti sandi lagi. Institut Mosintuwu yang meneliti kekerasan di Poso mencatat, setidaknya kelompok MIT sudah menewaskan 22 orang warga sipil di Kabupaten Poso, Parigi Moutong dan Sigi, sejak organisasi tersebut berdiri pada 2012. Pembunuhan, pembakaran, persekusi, bagi MIT itu biasa.

Menurut VOA Indonesia, sejak 2013, tercatat ada 10 operasi keamanan yang digelar di Poso, termasuk operasi Tinombala sejak 2016-2020, berlanjut dengan Madago Raya hingga 31 Maret ini, yang dapat kembali diperpanjang bila target utama menangkap kelompok MIT belum tercapai. Pengejaran terhadap MIT melibatkan 700 personel gabungan TNI-Polri. Operasi itu berlangsung tidak mudah karena beratnya medan hutan pegunungan luas di wilayah kabupaten Poso, Sigi dan Parigi Moutong.

Apa yang pas untuk menghadapi segala keganasan kelompok Ali Kalora itu? Sebab, kekejaman terorisme di Poso tidak saja berdampak terhadap psikis masyarakat, melainkan juga perekonomian mereka. Sejak teroris MIT berhadapan dengan operasi aparat, ladang warga tidak terjamah. Untuk berada di kebun, mereka takut dianggap teroris oleh aparat, dan takut dikira mata-mata polisi oleh para teroris. Masih ingat penyembelihan petani 2020 lalu? Kebiadaban teroris MIT memang melampaui batas.

Pemerintah sudah menggunakan cara persuasif melalui operasi Madago Raya. Kesepahaman bahwa bantuan warga di bawah untuk para teroris di atas adalah murni karena paksaan harus terbentuk. Psikis warga berada dalam ancaman, yang kalau tidak membantu baik dari informasi maupun logistik, mereka akan mengalami teror hingga pembunuhan. Tetapi, persuasi tersebut hanya terpakai untuk menjembatani kerja sama dengan masyarakat. Tidak ada lagi harapan untuk para teroris.

BACA JUGA  Menyikapi Zionis sebagai Terorisme Global

Tidak ada lagi kemungkinan bahwa para teroris MIT akan berdamai. Itu mustahil, bagaimanapun. Misi Satgas Madago Raya kemungkinan besar harus berlanjut minimal hingga pertengahan tahun ini, dan strateginya bahkan mungkin harus berubah—jika tidak ada peluang kompromistis. Kesembilan teroris yang masuk DPO boleh jadi hanya jumlah yang terkonfirmasi. Rekrutmen kemungkinan berlanjut menyasar warga. Jelas itu menambah operasi semakin sulit.

Harapannya, jika akhir Maret operasi untuk teroris MIT tidak juga final, maka penambahan personel aparat menjadi keharusan. Penyergapan secara besar-besaran dan terpad harus menjadi jalan tempuh, demi tidak berlarutnya teror dan ketakutan masyarakat. Masyarakat di bawah, misal mereka memiliki kedekatan dengan para teroris di atas juga harus aparat sergap. Berkompromi dengan para teroris itu artinya setuju dengan terorisme. Sekalipun mereka terpaksa melakukannya, penindakan harus tetap berlanjut.

Teroris MIT yang ganas dan biadab harus mendapat balasan yang setimpal. Mereka yang suka membunuh tidak akan sembuh dengan pendekatan lunak, kecuali keganasannya akan bertambah karena menyepelekan aparat keamanan. Sampai kapan warga akan terkelilingi teror? Berapa lama aparat harus bertaruh nyawa dengan teroris yang tidak kenal ampun? Demi kepentingan kemanusiaan dan keamanan, manusia-manusia seperti teroris MIT memang harus dimusnahkan.

Menilik keganasan mereka di medan juang, kita menyaksikan bagaimana terorisme benar-benar mengikis perikemanusiaan. Itu hanya satu masalah, yakni di Poso. Bagaimana dengan komplotan 23 tersangka teroris JI yang tertangkap di Lampung akhir tahun kemarin? Bagaimana pula dengan komplotan 26 terduga teroris yang tertangkap di Makassar dan Gorontalo Februari kemarin? Dan terakhir bagaimana dengan komplotan 21 terduga teroris yang Densus 88 tangkap dalam sepekan ini di Jawa Timur?

Kita melihat keganasan dan kebiadaban teroris MIT di Poso. Sementara itu, di banyak daerah di negeri ini, para teroris dari berbagai komplotan belum juga terselesaikan. Perjuangan kita semua melawan terorisme tidak pernah selesai. Poso hanya satu titik paling akut dari perang kita dengan para teroris. []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru