34.1 C
Jakarta

Menguliti Agenda Besar HTI, Bisakah Meremukkan Sampai ke Akar-akarnya?

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenguliti Agenda Besar HTI, Bisakah Meremukkan Sampai ke Akar-akarnya?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hizbut Tahrir (HT) mendaratkan kakinya di Indonesia tigapuluh delapan tahun yang lalu. Setelah di pelbagai dunia ditolak. Indonesia justru menyambutnya dengan baik, kira-kira pada tahun 1982 meski dalam sejarah pembentukannya hingga kejatuhan Orde Baru belum bisa dikatakan berdiri, Hizbut Tahrir mengalami represi hingga tahun 1990-an barulah muncul ide khalifah tahririyah (istilah HTI) bisa mendapat perhatian dari pelbagai kalangan.

Sebagai fiitrahnya, sejak pertama kali muncul Hizbut Tahrir memang telah menjadi musuh besar negara tidak terkecuali di negara-negara lain, ibaratnya Hizbut Tahrir adalah pemberontak yang dikategorikan sebagai “religion extremism”, sejarah itu bisa dilihat saat Taqiyuddin al-Nabhani ditolah oleh Kemendagri Yordania (1953), sejak itulah Hizbut Tahrir terus bergerak menjadi partai “bawah tanah”, di Indonesia sendiri Hizbut Tahrir dikenal dengan “neo-fundamentalisme”.

Proses perkembangan HTI memang bisa diakui sangat pesat menyebar pada masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kurang lebih HTI bisa melaksanakan muktamar dua kali yang diselenggarakan di Gelora Bung Karno dengan jumlah yang sangat banyak. Dua periode kepemimpinan SBY itu artinya masa-masa keindahan HTI dan masa kebebasan menikmati udara Indonesia dengan nyaman sekali. Banyak kader-kadernya bergerak menelusup ke pelbagai elemen pemerintahan, membuat penyakit, mendoktrin, dan bergerak pelan-pelan seperti semut.

Tugas presiden Jokowi saat ini bisa dibenarkan jika disebagian ada yang mengatakan “membasmi” atau membumihanguaskan HTI dengan sarang-sarangnya sekalipun. Dimanapun tempatnya terus dikejar. Mereka bagai virus yang melebihi wabah Korona, menyebar dengan gesit. Kenapa pada era Jokowi pembasmian terhadap ideologi dan gerakan HTI sangat massif. Apa agenda besar yang akan dilakukan oleh HTI.

Mencari Kesempatan dan Kelemahan

Setelah ingin menggantikan negara Indonesia dengan ideologi khalifah, negara yang bersyariah, negara Islam, semua harus berlandaskan pada hukum agama Islam. Bagaimana mungkin sedangkan masyarakat Indonesia sangat beragam. Semua bisa serba mungkin bagi HTI. Mereka akan merebut kekuasaan dengan cara-cara kotor yang tidak etis.

Ada catatan buram yang dikantongi oleh Hizbut Tahrir. Dimana pertempuran pemikiran yang dibuatnya tidak sebatas intellectual manuovre, namun mereka melangkah lebih jauh sampai pada kudeta dan pengambilan alih pemerintahan yang sah.

Konsep “thalabun nusrah” pertolongan dan perlindungan terhadap polisi, meliter, politisi, dan orang kaya adalah semata-mata untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Catatan hitam yang ditorehkan oleh Hizbut Tahrir telah banyak, sebut saja di negara Tajikistan, menurut menteri dalam negeri Tajikistan, Hizbut Tahrir lebih dari empat puluh persen terlibat dalam gerakan aksi terorisme dan penggulingan (Imdadun Rahmat, 2005).

BACA JUGA  Melawan Narasi Ekstremisme Melalui Media Islam Moderat

Awal tahun 2011 kala demonstrasi banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah, banyak aktivis Hizbut Tahrir melakukan masirah dengan agenda-agenda untuk menegakkan khilafah baik di Tunisia dan Lapangan Tahrir Mesir. Hizbut Tahrir melakukan kudeta di pelbagai negara yang sempat gagal salah satunya adalah di Amman (dua kali), Baghdad (sekali), Kairo (sekali), dan Damaskus (sekali).

Saat ini Hizbut Tahrir di Indonesia meski telah dibasmi di masa pemerintahan Jokowi, dibubarkan, dan aktivitas kegiatan-kegiatannya dilarang disemua tempat. Tapi ghazwu al-fikr (pertarungan ideologi) terus dilancarkan, menyerang, dan menyusup bagai virus, narasi-narasi khilafah semakin disemarakkan di platform media sosial baik berbentuk tulisan dan film.

HTI Masih Melakukan Manuver Politik

Langkah solutif pemerintahan Jokowi patut untuk terus dikawal sampai hari ini. Karena menurut Makmun Rasyid, keberhasilan menciptakan Indonesia yang terbebas dari gerakan makar HTI, gerakan memecah belah NKRI juga termasuk keberhasilan masyarakat dalam merajut kehidupan masa depan. Senyatanya, rakyat Indonesia masih lemah perihal literasi. Kelemahan itu menjadi kemungkinan kuat bagi HTI untuk membibit empuk ideologi-ideologi dan konseptor HTI.

Perpu Nomor 2 tahun 2017 tentang pelarangan HTI sebagai organisasi kemasyarakat yang bertentangan dengan Pancasila masih belum cukup membuat HTI jera dan kuwalat. Bagaimana tidak. Sedangkan bendera, lambang-lambang HTI terus bermunculan di setiap momentum besar untuk menyedot perhatian massa, sebut saja misalkan dalam Pilpres 2019 lalu, dan dalam aksi-aksi yang lain. Mereka akan bergandengan tangan dengan para oposisi untuk melanggengkan eksistensinya.

Manuver-manuver politik terus dilakukan, baik secara terang-terangan dan gerakan bawah tanah; ketika berjalan ke kampus-kampus mengasong ideologi khalifah sebagai seruan jalan baru menuju negara Indonesai yang bersyariah. Tentu gerakan bawah tanah ini berlindung di balik kedok agama Islam dengan teriakan “takbir!”.

Jika banyak pelanggaran yang ditemukan dari eks HTI kenapa sangsi hukum masih lemah akhirnya dengan bebas kelompok ini melakukan propaganda untuk mendirikan negara khilafah. Ketegasan pemerintah, untuk benar-benar meremuk-redamkan diperlukan ketegasan dan kometmen yang sungguh-sungguh. Wallahu a’lam..

Jamalul Muttaqin
Jamalul Muttaqin
Penulis Lepas

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru