27.4 C
Jakarta

Menghentikan Radikalisasi Dakwah Ala Maheer At-Thuwailibi

Artikel Trending

Milenial IslamMenghentikan Radikalisasi Dakwah Ala Maheer At-Thuwailibi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tampaknya, selama beberapa hari ini Maheer At-Thuwailibi tidak berceramah di media sosial. Biasanya dakwah yang dominan radikal kerap muncul hingga mengundang kemarahan di antara umat Islam yang tengah berbeda pandangan. Bahkan, masyarakat mudah terprovokasi oleh diksi-diksinya yang terkesan kasar.

Ia memang seorang da’i yang selama ini cukup terkenal dalam hal mencaci maki ulama yang berbeda pendapat (ikhtilaful ulama). Sungguh dakwah ala Maher At-Thuwailibi tidak sama dengan apa yang pernah dijalani Nabi Muhammad SAW. Di mana Nabi ketika itu sebagai figur agung yang sangat berakhlak dalam bersikap, apalagi dengan dakwahnya yang lemah lembut, sopan dan santun.

Berbeda dakwah Nabi dengan Maheer At-Thuwailibi yang bisa dibilang bertentangan, karena Islam sendiri sebagai agama yang mengajarkan umatnya untuk berdakwah dengan hati. Pun jangan sampai menyinggung perasaan hati sesama umat Islam. Bahkan, non-muslim sekalipun. Karena itu, dakwah dengan akhlak berpotensi membuat kehidupan bangsa dan negara menjadi lebih ramah.

Mengutip salah satu pendapat yang dikemukakan Lukman Hakim anggota DPR-RI dari PKB di akun twitter-Nya @LukmanBeeNKRI bahwa “ulama itu pewaris Nabi. Apa yang diwarisi dari Nabi? Akhlak mulia. Sesungguhnya engkau yang agung. Jika mengaku ulama tapi hobi mencaci maki, fitnah, berkata kasar dan bohong, berarti ulama palsu. Sesat menyesatkan. Mending alamat palsu, bisa menghibur jomblo-jomblo”.

Pesan tersebut ditujukan kepada Maher At- Thuwailibi sebagai da’i yang doyan berdakwah dengan cara mencaci, dan memaki-maki ulama yang berbeda pendapat. Narasi dakwah provokatif itu tidak mencerminkan dari seorang figur ulama atau da’i yang toleran, responsif, dan bisa menimbulkan rasa emosi dan benci.

Radikalisasi Dakwah

Indonesia adalah negara yang mayoritas Islam mengalami krisis generasi ulama yang moderat. Kini, ulama radikal lebih banyak tampil dan menguasai panggung politik, dan media sosial umumnya. Bahayanya, dakwah radikal kian tidak berkomitmen untuk merajut kembali simbol persaudaraan, dan persatuan bangsa.

Dalam teori dakwah, ulama lebih berperan penting dalam menyebarkan agama dan mengajak umat Islam untuk berbuat kebaikan. Bukan malah berbuat untuk perpecahan dan kerusakan dalam persaudaraan, sebab Islam sendiri disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara yang sangat lemah lembut, dan menampilkan sisi kebaikan.

Artinya, Maheer At-Thuwailibi tidak berberbanding lurus dengan esensi tujuan berislam sebagaimana Nabi Muhammad SAW. Di sisi lain, ia sebagai kepala negara, juga seorang Nabi yang agung yang menjadi penutan umat Islam dalam beragama dan bernegara. Sejarah Islam di Indonesia mencatat bahwa para wali saja berdakwah dengan cara yang ramah.

BACA JUGA  Rajab, Bulan Penuh Pahala untuk Memerangi Khilafahisme

Lalu, bagaimana kita merespon dakwah yang radikal, penuh cacian, kebencian, perpecahan, dan pemusuhan yang bisa meretas hubungan sesama umat Islam. Khususnya, hubungan Islam dan negara semata-mata jadi tembok pembatas dalam setiap momentum politik hingga pada saat momentum ia berdakwah.

Dakwah Moderat Ala Nabi

Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah menggunakan pendekatan moderat, bukan dengan radikal. Terbukti sejarah membuktikan bahwa kota Mekah dan Madinah menjadi sebuah kota yang memiliki peradaban kemanusiaan, dan perdamaian yang sangat tinggi. Dalam hal ini, membangun hubungan persaudaraan.

Dakwah rahmatan lil ‘alamin adalah metode dakwah moderat yang cenderung dan berpihak kepada akhlakul karimah. Berakhlak yang kita maksud dengan tujuan agar masyarakat bisa hidup rukun, aman dan tentram. Hal ini didasarkan kepada [QS. An Nahl: 125] berikut ini:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Artinya, “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125).

Dalil dakwah tersebut bertujuan agar setiap dakwah itu dengan ramah bukan dengan amarah. Maka dari itu, tujuan dakwah adalah untuk menyampaikan kebenaran dan kebaikan serta mengajak masyarakat untuk lebih baik lagi. Jika berdakwah dengan amarah yang muncul hanyalah fitnah, caci maki, dan rasa kebencian.

Kontribusi Ormas Islam

Regenerasi ulama tidak lain harus ada peran dari ormas-ormas Islam yang moderat. Baik itu, dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Syarikat Islam, dan ormas lainnya. Paling tidak, dengan regenerasi ulama (da’i) sebagai bentuk harapan baru untuk menutup potensi dakwah-dakwah yang radikal ala Maheer At-Thuwailibi.

Peran ormas Islam itu sangat penting tujuannya untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Sehingga, Islam moderat bisa dijadikan sebuah solusi untuk metode pengembangan dakwah terhadap sumber daya manusia (generasi) yang bisa memperkuat persaudaraan dan persatuan kita, terutama dalam hal mencegah radikalisasi dakwah yang bertebaran di media sosial.

Pada akhirnya, metode dakwah rahmatan lil ‘alamin dapat diyakini bersama bahwa dengan kontribusi ormas-ormas Islam. Negara Indonesia bisa lebih baik sesuai dengan esensi ajaran Islam dan sejarah Nabi serta masuknya Islam ke Indonesia. Wallahu ‘alam!

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru