26.2 C
Jakarta

Menggiatkan Literasi di Tengah Pandemi Covid-19

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMenggiatkan Literasi di Tengah Pandemi Covid-19
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Akhir Desember 2019 lalu di Wuhan, China dilaporkan adanya coronavirus disease 2019 (Covid-19). Virus ini mulai menjangkit di Indonesia pada 2 Maret 2020 saat ditemukan dua kasus positif Covid-19. Menurut WHO, Covid-19 adalah penyakit akibat suatu coronavirus baru yang sebelumnya tidak teridentifikasi pada manusia. Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, sakit tenggorokan, batuk, dan demam, bahkan radang paru-paru atau sulit bernapas. Sejumlah kecil kasus dapat menyebabkan kematian.

Lebih lanjut, penyebaran Covid-19 adalah melalui kontak erat dengan orang yang terinfeksi Covid-19 melalui batuk, bersin atau percikan-percikan yang keluar saat berbicara. Oleh karena itu, dalam Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 di Indonesia dilakukan upaya pembatasan sosial sebagai upaya untuk mencegah penyebaran penyakit di wilayah tertentu.

Upaya pembatasan sosial seperti penutupan sekolah, imbauan bekerja dari rumah, penundaan dan pembatalan berbagai kegiatan pemerintah dan swasta membuat perputaran ekonomi melambat. Hal ini memengaruhi banyak pihak yang berkecimpung di berbagai sektor. Tak terkecuali para penulis Indonesia seperti aktivis Forum Lingkar Pena (FLP). Aktivis FLP harus memutar otak untuk menghadapi pandemi Covid-19. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan aktivis FLP agar goresan pena dan aktivitas literasi tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19, yakni tetap produktif, kreatif, dan inovatif.

Produktif di Masa Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 bukanlah hambatan bagi aktivis FLP untuk terus berkarya. Mewabahnya Covid-19 justru menjadi tantangan untuk tetap produktif. Menjadi aktivis FLP tidak sekedar menulis lalu menerbitkannya untuk dibaca, akan tetapi juga menjadi pegiat literasi. Afifah Afra, ketua umum FLP Pusat, dalam Milad ke-22 Forum Lingkar Pena yang diselenggarakan di kantor Balai Pustaka, Jakarta Timur, mengatakan dalam visi dan misi FLP literasi merupakan satu tujuan penting. Ia berharap literasi menjadi hal yang universal yang dapat menjangkau semua kalangan.

Menumbuhkan minat baca masyarakat dan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap buku bacaan hanya segelintir kegiatan literasi yang bisa dilakukan. Jika kegiatan literasi di rumah baca tidak memungkinkan di tengah pembatasan sosial, aktivis FLP bisa tetap menggiatkan literasi dengan mengadakan forum diskusi sesuai kebutuhan.

Produktivitas menulis dapat ditingkatkan dengan memperbanyak membaca buku dan rutin menulis. Pun melakukan aktivitas ibadah yang memberikan ruh pada tulisan, seperti tilawah Al-Qur’an, tahajud, zikir, dan amalan sunah lainnya. Selain itu, memperkaya wawasan dengan mengikuti beragam kegiatan seminar kepenulisan online, dan meningkatkan kualitas tulisan guna memberikan pencerahan pada para pembacanya.

Sebagai tambahan, penulis bisa menjadi lebih produktif jika ia fokus pada genre yang dikuasainya, baik fiksi seperti puisi, cerpen, novel, maupun non-fiksi seperti artikel, biografi, dan buku non-fiksi umum. Meskipun tidak menutup kemungkinan seorang penulis mampu menulis keduanya, setiap individu biasanya punya kecenderungan untuk menulis satu genre yang paling diminati dan dikuasainya.

Akan tetapi, ada kalanya penulis mengalami kebuntuan saat menulis. Efeknya, proses kreatif terhenti dan produktivitas menulis terganggu, jika berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Ketika rehat sejenak untuk menyegarkan pikiran masih tak mengubah keadaan, maka menilik kembali niat dan tujuan awal menulis menjadi hal selanjutnya yang harus dilakukan. Segala sesuatu yang dikerjakan karena mengharap selain-Nya hanya menimbulkan lelah yang berkepanjangan. Lalu, pada akhirnya berhenti di tengah jalan karena rintangan menghadang, seperti adanya pandemi Covid-19.

Maka, meluruskan kembali niat menjadi hal yang penting. Apakah ia telah menjadi jalan ibadah kepada-Nya atau ada harapan duniawi lain yang tersembunyi di baliknya. Materi dan popularitas hanyalah sebagian kecil yang mengikuti. Ada kebaikan akhirat yang lebih besar yang menanti. Kebermanfaatan tulisan diharapkan dapat menjadi ladang dakwah dan amal jariah yang memberatkan timbangan amal kebajikan di akhirat kelak.

BACA JUGA  Spirit Literasi: Aku Menulis Maka Aku Ada

Kreatif, Aset Sepanjang Zaman

Dalam melakoni peran apa pun, seseorang dituntut untuk kreatif, terlebih saat situasi tidak mendukung untuk melakukan hal-hal yang umum dikerjakan. Di tengah mewabahnya Covid-19, penerbit kesulitan menerbitkan buku cetak karena pandemi memengaruhi sektor ekonomi. Industri penerbitan terkena dampak pandemi Covid-19 karena tutupnya toko buku, sekolah, dan menurunnya pengadaan buku oleh dinas atau perpustakaan. Berdasarkan hasil survei IKAPI, sebanyak 58,2 persen penerbit mengeluhkan penjualan yang turun lebih dari 50 persen selama pandemi Covid-19.

Hal ini secara tidak langsung berimbas dan sulit bagi penulis untuk mempublikasikan bukunya dalam bentuk cetak dan berkurang pendapatannya. Oleh karena itu, menerbitkan buku dalam bentuk ebook atau menerbitkan buku di penerbit indie dengan sistem print on demand (POD) menjadi langkah alternatif di tengah pandemi Covid-19.

E-book merupakan kepanjangan dari electronic book atau buku digital. E-book dapat menjadi alternatif untuk melestarikan literatur berbentuk buku yang sangat banyak dan memerlukan biaya mahal. Dikutip dari laman IKAPI, terjadi perubahan pesat pada jumlah penerbit sekarang ini yang menerbitkan buku digital, yakni sebanyak 40,8 persen.

Selanjutnya, penulis dapat mengembangkan kreativitas dengan menjadi seorang writerpreneur. Writerpreneur adalah entrepreneur atau wirausaha yang bergerak di bidang penulisan (writer). Beberapa bidang pekerjaannya antara lain ghost writer, co-writer, content writer, self publisher, agensi naskah, menjadi mentor kelas menulis online, dll. Mengutip tulisan Bambang Trim, seorang writerpreneur memiliki pasar yang luas sehingga dituntut untuk fleksibel dan mandiri, mampu mengembangkan bisnis dan melakukan negoisasi serta aktif promosi di media sosial.

Langkah berikutnya untuk menjaga kreativitas dalam menghadapi Covid-19 adalah memanfaatkan media sosial untuk ikut mempromosikan tulisan dengan membangun personal branding. Menurut Kirana Kejora, pendiri komunitas writerpreneur Elang Tempur, penulis harus terlibat dari segi komersial seperti promosi dan pitching film. Melakukan penjualan secara daring adalah langkah yang tepat di tengah keterbatasan akses selama pandemi, baik lewat internet marketing, marketplace, media sosial, dan sejenisnya. Tren media sosial yang menjadi kebutuhan masyarakat bisa dimanfaatkan untuk membangun personal branding, yaitu pembentukan brand kita, proses mengelola imej dan persepsi publik terhadap karya kita.

Di masa pandemi pemerintah melalui Kemenparekraf telah berupaya memberikan stimulus kepada penerbit untuk meningkatkan penjualan melalui e-commerce dan meluncurkan program untuk para penulis dalam rangka memperingati Hari Buku Nasional dan HUT ke-70 IKAPI. Sebelumnya, pemerintah melalui PMK nomor 5 tahun 2020, menyatakan membebaskan PPN untuk semua jenis buku. Hal ini memberikan sumbangsih bagi para penulis untuk bisa mempromosikan karyanya dengan harga bersaing untuk menarik daya beli masyarakat agar tidak melirik buku-buku bajakan.

Inovatif Menyesuaikan Situasi

Seorang aktivis Forum Lingkar Pena hendaknya bisa berkembang secara inovatif menyesuaikan segala kondisi dan situasi selama pandemi, peluang menulis masih terbaca. Menuliskan hal-hal terkait wabah Covid-19 seperti sejarah Covid-19, pencegahan dan aksi terkait bisa menjadi referensi dalam situasi ini.  Kisah-kisah nyata terkait Covid-19 seperti perjuangan para dokter dan tim medis, aksi galang dana untuk membantu korban terdampak Covid-19 akan menggungah rasa kemanusiaan para pembaca.

Pada intinya, keterbatasan sosial hendaknya tidak menyurutkan langkah aktivis Forum Lingkar Pena untuk menulis dan menggiatkan budaya literasi. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menghadapi Covid-19, yaitu tetap produktif, kreatif, dan inovatif. Produktivitas dalam menulis dan menggiatkan literasi saat pandemi dilakukan dengan cara membuat forum diskusi online, konsisten membaca buku dan menulis, beribadah serta fokus pada genre yang dikuasai. Jalan kreatif bisa ditempuh dengan menerbitkan e-book atau menerbitkan buku di penerbit indie dengan sistem POD, dan melakukan penjualan online. Sementara sisi inovatif terbaca melalui peluang menulis buku-buku bertema Covid-19.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru