28.6 C
Jakarta

Menelisik Kemunafikan Wahabisme

Artikel Trending

KhazanahOpiniMenelisik Kemunafikan Wahabisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat pluralitas keagamaan yang tinggi, di mana Islam dipraktikkan dalam berbagai aliran dan interpretasi. Wahabisme, dengan pandangan eksklusifnya terhadap ajaran Islam, sering kali bertentangan dengan praktik keagamaan yang lebih inklusif dan toleran yang dianut oleh mayoritas Muslim di Indonesia.

Contohnya, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, menerapkan pendekatan yang lebih moderat dan toleran terhadap perbedaan internal dalam Islam. Pandangan eksklusif Wahabisme berpotensi menimbulkan friksi dengan pendekatan yang lebih pluralistik ini.

Selanjutnya, Wahabisme sering menolak konsep negara-bangsa modern yang tidak berbasis pada syariah Islam. Namun, Indonesia adalah negara dengan ideologi Pancasila yang menekankan pluralisme dan kebhinekaan. Upaya untuk mempromosikan pandangan Wahabi yang eksklusif sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang dijunjung tinggi oleh negara dan mayoritas masyarakat Indonesia. Hal ini menciptakan ketegangan antara kelompok yang terpengaruh oleh Wahabisme dan kelompok yang mendukung Pancasila dan pluralisme.

Wahabisme mengklaim berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam yang murni dan menolak segala bentuk interaksi yang dianggap merusak nilai-nilai Islam (Commins, 2009). Namun, Arab Saudi, sebagai promotor utama Wahabisme, memiliki hubungan ekonomi dan politik yang sangat erat dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat.

Kerja sama ini sering dianggap sebagai kontradiksi besar karena banyak penganut Wahabisme melihat Barat sebagai sumber dekadensi moral dan musuh Islam. Keterlibatan Arab Saudi dalam perdagangan minyak dan pembelian senjata dari Barat menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi dan politik sering kali mengalahkan prinsip-prinsip keagamaan yang mereka promosikan.

Selain itu, Wahabisme secara tegas menolak praktik-praktik yang dianggap sebagai bid’ah (inovasi dalam agama) dan syirik (kemusyrikan), termasuk penghormatan terhadap wali dan ziarah ke makam-makam keramat (Picard & Madinier, 2011). Di Indonesia, tradisi menghormati wali dan ziarah ke makam wali songo (sembilan wali) adalah bagian integral dari budaya Islam lokal. Celana cingkrang, jenggot panjang, burqa, adalah segelintir hal yang tidak dilestarikan oleh para pendahulu karena tidak memiliki irisan dengan budaya lokal (Hefner, 2011).

Namun hal ini malah menjadi prinsip mendasar keagamaan kaum Wahabi. Tentunya hal ini akan menciptakan disintegrasi pada masyarakat. Kepercayaan pada hal-hal lokal diberangus habis. Sehingga tak heran jika pengaruh Wahabisme yang menentang tradisi ini sering kali menimbulkan ketegangan dan konflik dengan praktik keagamaan yang sudah mengakar dalam masyarakat Indonesia.

Wahabisme juga sering menentang modernisasi yang dianggap membawa pengaruh negatif dari Barat. Namun, pada kenyataannya, Arab Saudi adalah salah satu negara yang sangat terlibat dalam proses modernisasi dan konsumerisme. Kota-kota seperti Riyadh dan Jeddah telah menjadi pusat-pusat modern dengan infrastruktur canggih dan gaya hidup yang sangat dipengaruhi oleh budaya Barat.

BACA JUGA  Konsesi Tambang: Antara Muruah NU dan Bahaya Provokasi Agen Khilafah

Ini kemudian menciptakan paradoks antara ajaran Wahabisme yang mengkritik modernisasi dan gaya hidup konsumeris dengan praktik sehari-hari di Arab Saudi yang sangat modern dan konsumeris.

Selain itu, Wahabisme sangat ketat dalam memisahkan laki-laki dan perempuan di hampir semua aspek kehidupan publik. Perempuan di Arab Saudi, misalnya, telah lama menghadapi pembatasan dalam hak-hak sosial dan politik mereka. Namun, dalam realitas sosial dan ekonomi yang berkembang, perempuan semakin mendapatkan peran yang lebih signifikan dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan dan tenaga kerja.

Ketidakselarasan antara kebijakan formal yang ketat dan perubahan sosial yang terjadi menunjukkan adanya kontradiksi dalam penerapan prinsip-prinsip Wahabisme dalam kehidupan sehari-hari.

Wahabisme sering mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk kembali kepada Islam murni sebagaimana dipraktikkan oleh generasi awal umat Islam. Namun, praktik politik Arab Saudi sering kali bertentangan dengan ajaran-ajaran tersebut.

Keterlibatan dalam konflik regional, penggunaan kekuatan militer untuk mencapai tujuan politik, dan berbagai kebijakan luar negeri yang kontroversial menunjukkan adanya perbedaan antara idealisme Wahabisme dan realitas praktik politik. Konflik di Yaman, misalnya, telah menunjukkan sisi pragmatis dari kebijakan luar negeri Arab Saudi yang tidak selalu selaras dengan retorika keagamaan mereka.

Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam mengelola dan mengontrol pengaruh Wahabisme. Kebijakan publik yang kurang tegas atau tidak efektif dalam menangkal penyebaran ideologi radikal berpotensi memperburuk situasi. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk merumuskan kebijakan yang jelas dan konsisten guna mendukung Islam moderat serta mengambil tindakan tegas terhadap penyebaran ideologi yang mengancam kohesi sosial dan keberagaman.

Dinamika politik, baik di tingkat lokal maupun internasional, memainkan peran krusial dalam penyebaran dan perlawanan terhadap Wahabisme. Secara lokal, politisasi agama sering digunakan untuk mendapatkan dukungan politik, yang pada gilirannya dapat memperkuat pengaruh Wahabisme. Di tingkat internasional, hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara Teluk dapat mempengaruhi kebijakan domestik terkait pengelolaan pengaruh Wahabisme.

Referensi

Commins, David. 2009. The Wahhabi Mission and Saudi Arabia. London dan New York: I.B. Tauris.

Hefner, Robert W. 2011. “Where Have All the Abangan Gone? Religionization and The Decline of Non-Standard Islam in Contemporary Indonesia”, dalam Picard, Michel dan Madinier, Rémy, The Politics of Religion in Indonesia Syncretism, Orthodox, and Religious Contention in Java and Bali. London dan New York: Routledge.

Satrio Dwi Haryono
Satrio Dwi Haryono
Pegiat Komunitas Dianoia. Minat pada kajian kefilsafatan, keislaman, dan kebudayaan.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru