25.6 C
Jakarta

Menagih Janji Pemberantasan Terorisme (2/2)

Artikel Trending

Milenial IslamMenagih Janji Pemberantasan Terorisme (2/2)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Edisi kedua ini, melanjutkan analisis tentang janji pemberantasan terorisme yang sebelumnya diangkat oleh penulis. Namun, pada edisi pertama, penekanannya kepada faktor-faktor preventif, represif dan edukatif. Sedangkan, kali ini, adalah memakai pendekatan persuasif dan komitmen kolektif kolegial.

Pelbagai strategi telah pemerintah praktikkan, baik dari sisi pendekatan preventif (pencegahan), represif (penindakan), dan edukatif (deradikalisasi). Akan tetapi, mengapa terorisme relatif reaktif dan masih eksis melakukan serangan dan pemboman? Apakah ada alasan lain yang mampu menjawab persoalan ini? Pertanyaan ini terbukti setelah mencermati peristiwa terorisme.

Kelompok apa saja yang pernah melakukan aksi anarkis atau kekerasan dan juga pemboman (radicalism-terrorism) di Indonesia? Ada ISIS, al-Qaeda, Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansorut Daulah, Mujahidin Indonesia Timur, Anarko, dll. Mereka-mereka ini yang sering membajak ajaran agama Islam. Sehingga, dicap sebagai agama produk radikalisme dan terorisme.

Jaringan kelompok terorisme, sebenarnya, berasal dari indoktinasi. Di mana, agenda tersebut menjadi polarisasi rekrutmen generasi teroris (terorisasi). Dengan hal itu, setiap ada penangkapan dan pembantaian teroris oleh aparatur negara. Aksi balas dendam selalu terjadi secara masif dan sistemik.

Misalnya, Islamic State of Iraq and Syria yang kekhalifahannya ada di pelbagai negara Islam hingga ke Asia Tenggara. Bahkan, diisukan kalah dalam peperangan bersama Pasukan Demokratik Suriah yang didukung Amerika Serikat pada 2016 lalu. Sisi lain, pepimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi dikabarkan terbunuh pada 2019 lalu.

Artinya, ada fakta mengejutkan di balik setiap penangkapan teroris. Bahwa, terorisme dipotong satu tumbuh seribu. Hal ini berdasarkan terorisme yang muncul selama dua dekade terakhir, sebagaimana dilansir mediaindonesia.com. Menurut analis intelijen, Ridwan. Mengatakan “kelompok simpatisan IS di Kalimantan Selatan merupakan jaringan JAD Kalimantan.”

Fakta tersebut dilansir tempo.co. ada ucapan senada Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kapolda Kalimantan Selatan, Mochammad Rifa’i. “kami menemukan barang bukti yakni sepeda motor, dokumen beridentitas ISIS seperti syal dan ID Card, serta selembar al-Qur’an kecil yang disimpan di tas pinggung pelaku.”

Komitmen Pemberantasan Terorisme

Potret kebangkitan teroris MIT, Poso, JAD, dan dilanjutkan oleh ISIS di era Pandemi Covid-19, telah menunjukkan kelemahan komitmen preventif atas apa yang diagendakan oleh pemerintah. Sebelumnya, radikalisme dan terorisme cukup mendapat respon dan reaksi positif dari negara.

Tetapi, kali ini, tren radikalisme mampu meningkatkan potensi serangan terorisme datang bertube-tube. Padahal, negara memiliki kekuasaan dengan wewenang yang dominan kompleks. Mengapa peran tersebut tidak mampu dibuktikan baik melalui agenda preventif, represif, dan edukatif?

Pemberantasan terorisme menjadi agenda utama Presiden-Wakil Presiden Jokowi-Ma’ruf. Tentu, hal ini, adalah tantangan serius dan sangat butuh strategi kompleks dan taktis. Namun, mengapa aksi teror tak kunjung purna di negeri ini? Apa yang menjadi problematika pemberantasan sesungguhnya?

BACA JUGA  Gus Ipul, Gus Miftah, dan Fenomena Kiai-kiai Uang Penyesat Umat

Di sinilah, negara, dalam hal ini pemerintah, aparat penegak hukum, ormas keagamaan, organisasi pemuda, dan kelompok masyarakat. Perlu merespon secara efisien, serta hadir dalam rangka meneguhkan kembali misi pemberantasan terorisme. Praktik tersebut memang butuh komitmen kongkret.

Sehingga, pemberantasan terorisme tidak lagi menjadi perdebatan atau polemik yang pro-kontra di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, dengan bermodal komitmen, maka agenda pemberantasan terorisme tidak hanya menjadi program agenda setting. Melainkan dianggap bersungguh-sungguh.

Dalam konteks ini, komitmen pemangku kebijakan baik dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta TNI, BIN, dan lembaga negara lainnya. Terutama dari kelompok masyarakat, harus berpikir serius bagaimana agar komitmen pemberantasan terorisme dapat berjalan efektif kedepannya.

Salah satu komitmen yang minim ditanamkan adalah tidak adanya keterlibatan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat di tingkat lokal. Sehingga, terorisme begitu mudah dan masif melakukan aktivitas doktrinisasi radikalisme agama. Persoalan ini cukup serius, sebab itu membuat pemikiran masyarakat terjebak dan negative thinking. Bahkan, bisa saja melakukan tindakan hakim sendiri, dan pengkafiran. Hal ini bisa jatuh memicu pemboman.

Refleksi atas komitmen pemberantasan terorisme, memang secara kolektif kolegial butuh pengaplikasian terhadap komitmen tersebut melalui agenda program kontra-terorisme. Lebih-lebih, kepada radikalisme itu sendiri yang menjadi momok utama kerentanan kita terjebak pemahaman teroristik.

Meneguhkan Janji

Meneguhkan janji dan komitmen pemberantasan terorisme dapat melalui pelbagai macam pendekatan. Hal ini seperti apa yang dikatakan Irfan Indris (2018). Bahwa, pendekatannya bisa ditunaikan ke dalam bentuk penegakan hukum, operasi aparat intelijen, pembinaan kemampuan aparat, dan pelatihan kesiapsiagaan aparat. Prinsip yang dijalankan: koordinasi lintas sektoral, penegakan supremasi hukum, dan penghormatan HAM dengan melibatkan Komnas HAM.

Peran lintas organisasi sangat dibutuhkan pemerintah sebagai komplemen kontra-produktif. Yaitu, menuju pemberantasan radikalisme-terorisme yang visioner, efektif dan efisien. Adalah komitmen berkelanjutan yang harus menjadi rujukan pemerintah Indonesia dalam menangani aksi teror.

Kalaupun komitmen itu dapat bertahan lama, maka kita meyakini bahwa jaringan kelompok radikalisme-terorisme akan segera teratasi. Terlepas dari persoalan lain, adalah lain hal. Pada intinya, konsisten dengan komitmen awal sebagaimana agenda keamanan nasional guna keselamatan masyarakat NKRI.

Dalam komitmen semua pihak, pasti koordinasi-supervisi juga dibutuhkan untuk menata sistem dan masa depan keamanan negara. Tujuan ini harus tercapai kedepannya, agar nyawa seluruh masyarakat NKRI selamat dari ancaman teror yang selama ini merongrong bumi pertiwi Indonesia.

Sungguh inilah keberhasilan kita, yang ditenggarai pelbagai strategi dan komitmen dalam pemberantasan terorisme. Oleh karenanya, diperani sumber daya manusia yang mumpuni dan berpengalaman dalam hal pencegahan terorisme.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru