25.4 C
Jakarta

Menag Yaqut Ucapkan Hari Raya Naw-Ruz bagi Bahai: Goyang Kepanasan Kaum Kanan

Artikel Trending

Milenial IslamMenag Yaqut Ucapkan Hari Raya Naw-Ruz bagi Bahai: Goyang Kepanasan Kaum Kanan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Menteri Agama (MenagYaqut Cholil Qoumas mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Naw-Ruz 178 EB kepada masyarakat pemeluk Bahai di Indonesia. “Suatu hari pembaharuan yang menandakan seni spiritual dan jasmani, setelah umat Bahai menjalankan ibadah puasa selama 19 hari,” kata Menag Rabu, 28 Juli 2021 (Viva/28/8/2021).

Sebagai Menag, sudah sepantasnya Yaqut memberi ucapan tersebut. Karena Menag, adalah tubuh dari semua agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Tidak boleh ada yang terpinggirkan dan yang paling mulia dan utama.

Meski sebagian ada yang tidak setuju, langkah-langkah pengkhidmatan bagi sesama peminta hidayah Tuhan, paling tidak pemberian selamat dan salam menjadi bentuk silaturrahim untuk mempererat persatuan.

Atau paling tidak perayaan dan penghormatan terhadap agama lain (Bahai) langkah untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi beragama yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Nabi selalu mengapresiasi perayaan agama lain, bukan untuk mendiskreditkan agama sendiri. Melainkan kesantunan pribadi yang nantinya menjadi kekuatan sosial untuk saling bekerja sama menatap kehidupan yang aman dan damai.

Seperti kata Menag, bahwa agama perlu menjadi sarana yang memberikan stimulus rohani bagi bangsa Indonesia untuk senantiasa bekerja bersama dan maju. Demikian juga perlu menjadikan agama sebagai rahmat bagi semua makhluk di bumi (Viva 27/7/2021).

“Kita bangsa Indonesia dalam masa pandemi COVID-19 ini tengah diuji untuk menyelelaraskan agama dan ilmu pengetahuan agar menjadi sumber kebaikan sosial bagi sesama. Seluas lapisan masyarakat bekerja sama menyalurkan harapan dan semangat cinta kasih kepada sesama anak bangsa,” katanya.

Ocehan Kaum Kanan

Hanya mencucapkan selamat Hari Raya Naw-Ruz kepada masyarakat pemeluk Bahai, ocehan ketidaksukaan dan kenyinyiran terjadi. Menag teranggap terlalu “toleran” dan bahkan mencederai nilai-nilai agama sang Menag.

BACA JUGA  Nataru dan Spirit Perdamaian Indonesia

Selain agamanya sendiri teranggap salah. Agama-agama kepecayaan atau lainnya teranggap sesat, menyesatkan, menyimpang, dan lain-lain. Bahkan sebagian orang tak segan menstigma mereka dengan kafir dan bakal tergoreng di Neraka.

Stigmasiasi itu bentuk kebencian yang melekat kepada mereka. Bahkan terkadang, bukan hanya stigmasisasi yang terjadi di lapangan, tetapi perundungan, kekerasan, pembakaran yang mereka lakukan kepada pemeluk kepercayaan.

Sebenarnya, dalam kenyataannya penganut kepercayaan, mereka ini tidak terayomi seperti agama yang terakui dalam UU keagamaan. Sehingga, yang terjadi, jika ada masyarakat yang secara sengaja melakukan “genoseda”, maka golongan ini menjadi tidak berdaya.

Disitulah persoalan besarnya. Ketidakberaniaan atau pembiaran terhadap UU yang melompong, setengah-tengah dari pemerintah. Dan umbaran keberanian menindas dari mayoritas keagamaan di Indonesia adalah salah satu kecatatan dalam berbangsa dan bernegara.

Jika pemerintah berani mengatakan hal yang sama di depan hukum bagi kelompok penghayat, maka keagamaan di satu sisi akan saling berdamai, dan konflik sosial lantaran bakal reda. Tapi sejauh ini, UU yang mengayomi kelompok tertindas itu tak terjadi baik yang mimpin dari golongan manapun.

Mengedepankan Toleransi

Sebagai penganut keagamaan sudah sepantasnya mengedepankan toleransi di antara umat beragama. Menjual kata moderasi atau pengakuan terhadap pluralisme agama adalah menjanjikan kemaslahatan bersama dalam sebuah komunitas sosial. Pada titik ini, bukan hanya saling sapa dan mengucapkan selamat, tapi memberikan hak-haknya terhadap mereka dan bersedia hidup beriringan dalam nuansa cumbu rayu interaksi hidup damai.

Sesama saudara, harus mampu mambangun kesejahteraan, kedamiaan dan keamanan umat manusia. Harus mampu membangun persatuan dengan teguh di tengah-tengah perbedaan. Demi mewujudkan cita-cita luhur yang menjadi pondasi berdirinya negara dan bangsa Indonesia.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru