25.3 C
Jakarta

Memaknai Toleransi dan Solidaritas: Kegiatan Jama’ah Yasin sebagai Kontra-Narasi Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahOpiniMemaknai Toleransi dan Solidaritas: Kegiatan Jama’ah Yasin sebagai Kontra-Narasi Radikalisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tidak ada yang lebih melekat dan berkesan di hati masyarakat, khususnya di daerah pedesaan, dalam hal keagamaan selain nama Jama’ah Yasin, yang menjadi pelopor penting dalam segi pemberdayaan umat. Aktivitas keagamaan yang dekat dengan masyarakat, nuansa silaturahmi yang rukun, dan solidaritas sosial yang tenteram menjadi pemandangan dalam rutinitas keagamaan yang terjadi dalam masyarakat desa.

Kita patut berbangga bahwa ada inovasi dan terbosoan intelektual dari para pendahulu kita (para wali, misalnya) yang berhasil mendakwahkan Islam (moderat) selaras dengan tradisi-kebudayaan masyarakat kita, sehingga muncul apa yang sekarang familiar kita sebut Jama’ah Yasin.

Tanpa itu, barangkali kita masih menjadi masyarakat yang suka memakan daging sesama manusia. Dakwah yang halus, yang penuh kedamaian, bahkan tanpa ada pemaksaan sama sekali, Islam berhasil menyatu, berakulturasi dan hidup dalam sanubari kita, yang kemudian berangsur-angur menjadi ciri khas dari wajah Islam di Nusantara.

Jama’ah Yasin, saya pikir, juga menjadi sebuah komunitas keagamaan di Indonesia yang mestinya dapat menjadi teladan dalam upaya kita untuk menanggapi adanya tantangan model-model Islam yang ditampilkan secara radikalis, esktrimis dan intoleran. Sebagai bagian dari model dakwah ahlussunnah wal jama’ah versi Nahdlatul Ulama (NU), Jama’ah Yasin berkomitmen dan bermaksud untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam yang moderat, toleran, dan inklusif.

Jama’ah Yasin bukan hanya sekadar kelompok beribadah, tetapi juga menjadi agen perubahan sosial yang aktif dalam memperkuat hubungan antarumat beragama dan mempromosikan nilai persatuan serta perdamaian di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Jama’ah Yasin adalah representasi dari kecerdasan kultural bangsa kita dalam menemukan nilai-nilai Islam yang selaras, yang menyatu dengan karakter masyarakat juga kebangsaan kita. Sehingga, menjadi jembatan penghubung antara nilai-nilai Islam dengan kehidupan masyarakat, khususnya di desa.

Memahami Pola Hubungan Agama dan Kehidupan Masyarakat

Keterkaitan agama dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, atau dengan kata lain, keberadaan agama sebagai sumber moralitas masyarakat, mengindikasikan bahwa agama tidak hanya memiliki dimensi personal-individual, tetapi juga aspek sosial yang signifikan. Perspektif semacam ini juga sering ditemukan dalam analisis sosiologis tentang agama.

Sebagai contoh, Durkheim memandang agama sebagai suatu entitas sosial yang menonjol (social thing). Nilai-nilai keagamaan adalah representasi kolektif yang mencerminkan realitas kehidupan masyarakat. Kegiatan-kegiatan keagamaan, misalnya, merupakan tindakan kolektif yang timbul dari kesatuan individu dalam suatu komunitas yang bertujuan untuk membangkitkan, mempertahankan, atau menghidupkan kembali kondisi psikologis para anggota masyarakat tersebut.

Pandangan Durkheim tersebut menegaskan bahwa agama dan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Agama, dalam arti ini, bagi Durkheim, bukan hanya tentang wahyu ilahi, teks suci, tokoh nabi, atau ritual ibadah saja, tetapi juga mencakup sikap masyarakat dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari dan demi kepentingan umat.

Ajaran agama yang diinternalisasi dalam sebuah komunitas atau masyarakat, tidak hanya memengaruhi perilaku individu-individu di dalamnya atau menetapkan norma-norma untuk tindakan-tindakan di dalam masyarakat, tetapi juga dapat membentuk kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat tersebut hingga menjadi bagian dari budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kegiatan keagamaan Jama’ah Yasin, sebagai representasi dari nilai-nilai agama Islam, dalam hal ini juga membentuk kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.

Kecenderungan masyarakat yang merepresentasikan nilai-nilai Islam yang didakwahkan melalui kegiatan keagamaan Jama’ah Yasin, dalam hal ini, sekaligus bahwa keberadaan agama berfungsi sebagai sumber nilai (source of values) bagi manusia. Pertemuan antara agama dan masyarakat juga memberikan kerangka tersendiri untuk munculnya nilai-nilai baru yang lebih bersifat sosial, bahkan juga politik.

Seperti yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Sendang Sampir, dimana kehadiran aktivitas keagamaan yang dilakukan oleh Jama’ah Yasin Al-Barokah berhasil mengubah pola perilaku kehidupan masyarakat Sendang Sampir, di wilayah Sragen, Jawa Tengah, yang dulunya adalah masyarakat abangan.

Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Jama’ah Yasin Al-Barokah, lambat laun masyarakat Sendang Sampir mulai mengenal agama. Lewat rutinitas aktivitas keagamaan yang dilakukan baik di tiap minggu maupun bulan serta tahun, keberadaan agama menjadi cukup familiar dalam nuansa kehidupan masyarakat Sendang Sampir. Rutinitas keagaman yang dilakukan akhirnya menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat Sendang Sampir, terkhusus bagi para anggota Jama’ah Yasin Al-Barokah itu sendiri.

BACA JUGA  Ancaman Konflik Israel-Palestina terhadap Stabilitas Keamanan Nasional

Pengaruh agama, atau dalam hal ini aktivitas keagamaan yang sudah membudaya dan menjadi rutinitas jelas memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat. Termasuk yang terjadi di Desa Sendang Sampir dimana dengan adanya Jama’ah Yasin Al-Barokah lewat inisiasi kegiatan keagamaan yang dilakukan berhasil membawa perubahan bagi masyarakat Sendang Sampir.

Pak Kliwon, sebagai penanggung jawab kegiatan keagamaan Jama’ah Yasin Al-Barokah, mengatakan demikian, “perubahannya ada, karena dulunya orang tidak begitu mengenal agama dan sekarang dengan adanya yasinan rutin itu orang pada istiqomah dalam menjalankan sholat kepada Allah.”

Jama’ah Yasin dan Wacana Islam Moderat di Indonesia

Sebagai penganut Ahlussunah Waljama’ah, NU meyakini pentingnya mempertahankan ajaran Islam dalam konteks kehidupan sehari-hari, tanpa menyimpang dari prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan. Mereka memandang bahwa kesatuan umat Islam adalah hal yang sangat penting, dan oleh karena itu, menjaga persatuan dalam kerangka ajaran Islam yang sebenarnya adalah prioritas utama.

Selain itu, NU juga mengedepankan semangat toleransi dan keberagaman dalam beragama. Mereka menekankan pentingnya menghormati perbedaan pandangan dalam Islam serta antaragama, dengan menjaga kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Hal ini sesuai dengan ajaran Ahlussunah Waljama’ah yang menekankan pentingnya sikap moderat dan toleran dalam beragama.

Prinsip dasar Mabadi Khairu Ummah sebagai upaya untuk membentuk identitas dan karakter dengan menemukan nilai-nilai yang dijadikan landasan bagi warga NU, yang juga diterapkan oleh Jama’ah Yasin Al-Barokah misalnya, dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilakukan. Identitas dan karakter yang dimaksud dalam gerakan ini merujuk pada sikap kemasyarakatan yang diharapkan dimiliki oleh setiap anggota NU, yang kemudian menjadi panduan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.

Kebanggaan akan tradisi keagamaan dan ajaran Islam itu sendiri menjadi poin penting dari kegiatan-kegiatan keagamaan Islam dalam melestarikan dan mewujudkan nuansa Islam yang moderat bagi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, warisan tradisi kegiatan keagamaan yang dilahirkan oleh Ahlussunah Waljama’ah masyarakat NU, setia dan terus rutin dilakukan oleh Jama’ah Yasin Al-Barokah, misalnya dalam rutinas kegiatan yasinan keliling, pembacaan selawat al-Barzanji, pembacaan Ratibul Haddad, ruwahan, dan ziarah kubur.

Tanpa adanya kebanggaan terhadap tradisi ajaran Islam yang diwariskan oleh kalangan Ahlussunah Waljama’ah kelompok NU sebagai tindak lanjut dari dakwah para wali dan para kiai, Jama’ah Yasin Al-Barokah jelas tidak bisa dinilai punya komitmen untuk menghayati nilai-nilai akidah yang ditafsir dan ajarkan oleh Ahlussunnah Waljama’ah versi ormas Islam NU.

Karena itu, Jama’ah Yasin, sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama (NU), memiliki peran yang penting dalam menyajikan kontra-narasi terhadap kelompok-kelompok yang menyebarkan paham radikal, ekstrem, dan intoleran. Berikut adalah beberapa peran penting Jama’ah Yasin dalam konteks ini, di antaranya adalah:

Pertama, pembangunan kesadaran dan pendidikan. Jama’ah Yasin dapat berperan dalam pembangunan kesadaran akan ajaran Islam yang moderat, toleran, dan inklusif melalui pendidikan dan penyebaran pengetahuan agama yang benar. Mereka dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai Islam yang mendorong toleransi, perdamaian, dan kerja sama.

Kedua, kegiatan sosial dan kemanusiaan. Melalui kegiatan sosial dan kemanusiaan, Jama’ah Yasin dapat membantu memperkuat koneksi antarumat beragama dan memperkuat solidaritas sosial. Ini dapat membantu meredakan konflik dan membangun rasa persaudaraan yang kuat di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Ketiga, pengembangan model perilaku positif. Dengan menjadi contoh model perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari, Jama’ah Yasin dapat menunjukkan bahwa praktik Islam yang sejati adalah yang menghormati keberagaman, mengutamakan perdamaian, dan menghargai martabat manusia.

Dengan demikian, Jama’ah Yasin dapat menjadi salah satu elemen kunci dalam upaya pencegahan radikalisme dan terorisme dengan menyediakan pembelajaran dan pendidikan alternatif yang positif dan mendorong pemahaman yang lebih baik tentang Islam yang inklusif dan toleran, khususnya dengan tetap menghormati dan bangga terhadap tradisi ajaran Islam yang sudah diwariskan oleh para wali dan kiai.

Ahmad Miftahudin Thohari
Ahmad Miftahudin Thohari
Peminat kajian filsafat, kebudayaan dan sosiologi. Aktif di komunitas Dianoia.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru