31 C
Jakarta

Meluruskan Paham Sesat Pengusung Khilafah Tentang Kewajiban Haji

Artikel Trending

KhazanahOpiniMeluruskan Paham Sesat Pengusung Khilafah Tentang Kewajiban Haji
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Para pengusung khilafah tidak pernah berhenti menggoreng isu-isu yang belum dapat dipastikan kebenarannya untuk mendukung tercapainya tujuan mereka mendirikan khilafah. Satu di antaranya adalah hoaks tentang kewajiban haji.

Mereka menuduh pemerintah Indonesia punya hutang pada Arab Saudi sehingga tahun ini pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan pembatalan perjalanan ibadah haji tahun 2021 M. Fitnah tersebut bergulir di media sosial dan menimbulkan kesalahpahaman dan kekhawatiran sejumlah kalangan.

Dan pada akhirnya mereka membuat kesimpulan bahwa sistem pemerintah saat ini adalah sistem thaghut, agar supaya umat Islam dapat dengan lancar melaksanakan haji maka khilafah harus kembali.

Pernyataan salah satu anggota DPR sebelum pemerintah menetapkan pembatalan, tentang Indonesia tidak kebagian kuota haji tahun ini memang mendapatkan komentar dari Dubes Arab Saudi melalui surat yang dikirimkannya kepada Puan Maharani selaku ketua DPR RI. Arab Saudi memang belumlah menetapkan dan memberikan kuota haji kepada negara manapun karena pandemi masih belum usai.

Ibadah haji adalah satu rukun Islam terakhir yang wajib dilaksankan Muslim yang mampu ihwal perjalanan ke tanah suci. Di dalam kitab Syarah Qawli Al-Mukhtar karya Ibn Qasim al-Ghazi kitab dari kalangan mazhab Syafi’i, yang menjadi kitab paling dasar bagi pemula, bahwa di antara tujuh syarat wajib melaksanakan ibadah haji berkaitan dengan keamanan dan keselamatan mereka.

Dalam matan kitab tersebut yang berjudul Ghayah al-Ikhtishar, Syaikh Abi Syuja’ menyebut istilah Tahliyah al-Thariq , kata inilah yang diuraikan lebih rinci dengan keamanan dan keselamatan saat melakukan perjalanan berangkat dan pulang ke tanah suci Mekah.

Bahkan lebih lanjut dalam beberapa redaksi laim Abi Syuja’ menyebut istilah imkan al-masir sebagai syarat kedelapan diwajibkannya haji. Ibnu Qasim menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah itu adalah mungkinnya untuk melaksanakan perjalanan ke tanah suci Mekkah setelah adanya biaya dan kendaraan.

Jika kedua syarat itu dikaitkan dengan kondisi dan realitas saat ini, maka keputusan yang diambil oleh pemerintah membatalkan perjalanan ibadah haji tahun ini melalui terbitnya keputusan Menteri Agama No 660 tahun 2021 sudah sangat tepat. Apalagi, terbaru, ternyata kuota haji hanya diizinkan untuk masyarakat Arab Saudi dan atau yang berdomisili di sana.

BACA JUGA  Manifesto Perbedaan Hari Raya Idulfitri, Masih Perlukah Penetapan?

Alasan kedua adalah keselamatan dan keamanan jamaah agar tidak terpapar Covid-19 terlebih jika penetapan kuota haji ditetapkan diwaktu yang sudah mepet. Sehingga persiapan pemerintah untuk menyiapkan segala macam kebutuhan jamaah, baik keamanan dan keselamatan saat perjalanan maupun pada saat proses pelaksanaan rentetan ritual ibadah haji tidak dapat maksimal dipersiapkan.

Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, memang ada benarnya juga pandangan sebagian pengamat yang menyebutkan bahwa faktor politik internasional Indonesia yang condong dekat dengan China dan bahkan pemerintah banyak menggunakan vaksin sinovac asal China juga mungkin mempengaruhi pesimisme pemerintah Indonesia cepat-cepat memutuskan pembatalan sebelum ditetapkan tidak mendapatkan kuota haji oleh pemerintah Arab Saudi mengingat kedekatan Arab Saudi dengan Amerika Serikat, meskipun saat ini sinovac sendiri sudah diakui oleh WHO.

Dari uraian ini jelas nampak bahwa pemahaman mereka yang ngotot memaksa pemerintah untuk tetap melanjutkan pemberangkatan jamaah haji adalah paham yang keliru dan condong memiliki maksud terselubung untuk menggoyang pemerintah yang sah dan berusaha menawarkan konsep khikafah yang masih tak jelas arahnya.

Meskipun tidak dapat dipungkiri di antara yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah menetapkan pembatalan perjalanan haji tahun ini adalah beberapa pakar dan politisi yang sebenarnya enggan dengan konsep khilafah.

Terakhir, agar tahun depan Ibadah haji dapat kembali dilaksanakan maka mari kita bersatu entaskan pandemi, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan dan mematuhi anjuran dan himbauan pemerintah. Sehingga sebelum datangnya musim haji tahun depan Indonesia dan dunia telah kembali pulih dan terbebas dari ancaman Covid-19 dan kehidupan kembali normal. Wallahu A’lam bi Al-Shawab.

Muhammad Izul Ridho
Muhammad Izul Ridho
Alumni Pascasarjana UIN Khas Jember, Pengajar di PP. Mahfilud Duror II Suger Kidul Jember.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru