30.1 C
Jakarta

Melek Literasi: Asupan Bergizi Bagi Kaum Perempuan

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMelek Literasi: Asupan Bergizi Bagi Kaum Perempuan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Perempuan memiliki berbagai tanggung jawab dengan statusnya baik sebagai anak, istri, dan ibu. Fase tetap seorang perempuan lebih berat ketimbang kaum laki-laki, sebab perempuan terus mengalami datang bulan padahal ia tak meminta, hamil, melahirkan, hingga menyusui. Belum lagi pekerjaan rumah dan karir publik.

Termasuk dalam suasana berkeluarga, istilah istri sebagai “kanca wingking” seharusnya sudah lama ditinggalkan. Ungkapan tersebut mengesankan bahwa istri tidak memiliki peran penting dan setara dengan suami dalam berumah tangga.

Pekerjaan bagi kaum perempuan jelas bersifat subjektivitas, tergantung individunya. Sebagian perempuan menganggap sebuah pekerjaan hanya menjadi beban dan hambatan dalam menyita waktu bersama. Ada juga sebagian perempuan lagi menyatakan dengan jelas:

Kita bisa melakukannya, asal memiliki kemauan dan tekad, tidak ada yang tidak mungkin. Tinggal bagaimana cara kita mengatur waktu dengan baik.”

Kebangkitan kaum perempauan telah lama ditegakkan, tinggal bagaimana membuat sesuatu yang telah dimulai tersebut terus konsisten untuk dikembangkan dan diperjuangkan. Bagaimana tidak, kebangkitan perempuan ini memang harus tetap dipertahankan sehingga hadir perempuan-perempuan hebat nantinya.

Maka tak heran jika perempuan inilah yang kelak akan mendidik, mencerdaskan, dan mendampingi anak bangsa dalam memajukan negara tercinta. Perempuan adalah garda pertama dalam mendidik anak-anak. Perempuan erat kaitannya dengan rahim kehidupan. Dari seorang perempuan hadir seorang anak yang akan menjadi penerus bangsa.

Oleh karena itu, terdapat kontribusi kecil namun bermakna sebagai solusinya, yaitu melek literasi. Literasi merupakan seperangkat kemampuan dan keterampilan seseorang dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan suatu masalah.

Melek literasi merupakan indikator penting untuk meningkatkan prestasi dalam mencapai kesuksesan. Penanaman literasi sedini mungkin harus disadari karena menjadi modal utama dalam mewujudkan bangsa yang cerdas dan berbudaya.

Namun, permasalahan yang dihadapi Indonesia yakni rendahnya penguasaan literasi yang dibuktikan melalui survei Central Conmecticut State University tahun 2016 menunjukkan Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara dalam penguasaan literasi.

Karena persentase data melek literasi suatu masyarakat yang rendah, besar kemungkinan akan menyebabkan salah menerima atau mengintrepetasikan suatu informasi, karena saat ini, hampir semua informasi tersaji lewat tulisan.

BACA JUGA  Hilang Motivasi Membaca? Ini Cara Mengatasi “Reading Slump”

Ditambah lagi dengan media sosial yang hampir digunakan seluruh masyarakat di Indonesia. Tanpa adanya keinginan untuk mengkaji ulang dan membaca maksud dan tujuan dari tulisan tersebut, orang jadi mudah termakan berita palsu dan tersulut emosinya.

Pada masa pemerintahannya, Presiden RI Joko Widodo lebih memperhatikan masalah kewajiban melek literasi ini. Terdapat enam jenis literasai yang lebih difokuskan yakni literasi bahasa dan sastra, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, literasi budaya, dan literasi kewarganegaraan.

Wujud nyata dari rencana ini telah dicanangkan program atau Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang kemudian termanifestasikan dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Literasi Keluarga (GLK), dan Gerakan Literasi Masyakarakat (GIM).

Program tersebut dirumuskan karena masih banyaknya buta literasi dalam masyarakat. Menurut data UNESCO mengenai 584 juta anak usia sekolah yang kesulitan membaca menjadi dentuman besar jika dilihat sebagai persoalan literasi, karena kemampuan membaca menjadi faktor utama dalam pengembangan literasi.

Bangsa yang besar berasal dari bangsa yang menguasai dan mengembangkan kemampuan bahasanya ke tingkat ilmu pengetahuan. Dalam proses menguasai dan mengembangkan, maka terdapat komponen utama dalam mencapai tujuan tersebut yaitu membaca dan menulis.

Terkadang para milenial hanya menyibukkan dirinya untuk meraih eksistensi tanpa ada isi. Asupan tubuh bukan hanya persoalan makan dan minum namun juga ilmu. Pemilihan bahan bacaan tidak harus mengenai buku pelajaran sekolah atau perkuliahan.

Akan tetapi biografi, cerita, tips and trick, dan sebuah rekam jejak seseorang bisa menjadi sumber dalam berliterasi. Kegiatan literasi dapat memengaruhi hingga mengubah mindset seseorang karena dengan melek literasi dapat membaca persoalan-persoalan di bidang media, budaya, teknologi, dan hal lainnya.

Semakin tinggi tingkat melek literasi, maka semakin tinggi pula dalam memahami informasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut. Seandainya seorang perempuan mengetahui lebih awal pentingnya melek literasi, maka mereka tidak akan bermalas-malasan lagi.

Literasi bukan dunia maskulin. Perempuan mesti terjun ke dalamnya, dan itu merupakan tantangan interpersonal. Bagi perempuan, melek literasi merupakan asupan yang bergizi untuk kehidupan finansial mereka di satu sisi, dan untuk eksistensi mereka di ruang publik di sisi lainnya.

Astri Arnamalia
Astri Arnamalia
Mahasiswi Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Kimia UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru