29.7 C
Jakarta

Jihad Melawan Teroris Tanpa Batas. Jihad Melawan Separatis Sampai Tuntas!

Artikel Trending

Milenial IslamJihad Melawan Teroris Tanpa Batas. Jihad Melawan Separatis Sampai Tuntas!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com– Lagi dan lagi. Aksi kontak tembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua terjadi lagi. Mereka menewaskan Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI Putu I Gusti Putu Danny Nugraha dengan ditembak di bagian kepala di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua (26/4/2021). Kepada beliau kita berbelasungkawa.

Sejak KKB ini menyatakan perang, mereka ini terus bergelirya. Teror terus dikobarkan. Korban terus berjatuhan. Tetapi konflik tidak berkesudahan. Sahlah mereka dilebeli Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua (detiknews, 26/4/2021).

Kekerasan terjadi di mana-mana. Katakutan juga terjadi di mana-mana. Keresahan publik pun ikut di antara keduanya. Obral teror menjadi jihad separatis-teroris ini. Tanpa memandang siapa, mereka berani membunuh. Dengan kebencian yang membakar.

Pada 2018, separatis ini membantai banyak orang. Dipimpin Egianus Kogoya, mereka membantai 31 pekerja infrastruktur jalan Trans-Papua dari PT Istaka Karya, secara brutal di dua lokasi di Kabupaten Nduga. Hari selanjutnya, pada senin (3/12/18), kelompok OPM ini sekitar 40 orang juga menyerang pos pengamanan TNI di distrik Mbua, Nduga. Seorang TNI, Sarsan Handoko, gugur dalam peristiwa itu, dan sejumlah tentara lain terluka tembak (Media Indonesia, 5 Desember).

Kekerasan demi kekerasan dilakukan kelompok Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua sudah berurang kali. Pada Oktober lalu, mereka juga menahan sejumlah guru dan melakukan kekerasan seksual. Bejat dan mengerikan!

Sasaran mereka bukan hanya para militer, tetapi kelompok-kelompok tidak bersalah. Menurut beberapa pengamat, penyerangan terhadap pekerja proyek dan penyerangan terhadap pos TNI bukanlah rencana yang biasa saja. Tetapi sudah masuk dalam konteks penyerangan berskala besar yang terencana.

Separatisme-Terorisme dan Akar Masalah

Separatisme dan terorisme tidak lahir di ruang hampa. Ada sejumlah alasan  dan mengakar yang menjadi pemicu terjadinya konflik tersebut. Sejak 1998, masyarakat Papua mengalami pergolakan kekecewaan atas penderitaan secara politik, ekomomi, sosial, budaya, dan pelanggarahan HAM yang disemangatkan kepada orang-orang Papua.

Pemicu lain, yaitu kekayaan alam yang dimiliki orang Papua secara tidak langsung telah dirampas dan dibawa ke Jakarta. Adalah masyarakat Papua termarjinalkan dalam tekanan kekuasaan Jakarta. Manusia Papua menderita di negera sendiri: Indonesia.

Pendapat lain, pemberontakan KST disebabkan karena ketidakpuasan dan kekecewaan orang Papua karena mulai awal integrasi rakyat Papua ditekan dan diintimidasi oleh pemerintah Indonesia. Menurut pakar antropolog George Junus Aditjondro, gerakan separatisme dan gelombang perlawanan baik bersenjata maupun non-senjata, berkembang seiring bertumbuhnya kekerasan yang dilancarkan aparat keamanan pemerintah di Papua. Ini terbukti di masa rezim Orde Baru.

Rasa ketidakadilan ekonomi dan ketidakpuasan berpendapat orang Papua, dijawab dengan pendekatan kemiliteran. Dari situ tumbuh kekecewaan RAS. Dari situ menggumpal kebencian dan kecurigaan sosial. Dari situlah tumbuh kecemburuan sosial. Dan dari semua itulah tumbuh seperatisme dan terorisme Papua.

BACA JUGA  Politik Dinasti dan Politik Identitas, Bahaya Mana?

Terlepas dari narasi di atas, sikap separatis dan terorisme yang dilakukan kelompok KST atau siapapun tidaklah dibenarkan dalam tata hidup berbangsa, bernegara dan juga agama. Sebab, perilaku kelompok KST ini bukan hanya menistakan sisi kemanusia, tetapi sungguh mencoreng kedamaian warga Bumi Cendrawasih, Indonesia, bahkan Dunia.

Separatisme dan terorisme memanglah menjadi ancaman serius bagi negara kita. Separtisme- terorisme ini bisa menjadi penyakit dan bisa menular—menjangkiti siapa pun yang memiliki keragaman sikap yang kering dari penghayatan spiritual dan keadaban publik. Separatis dan teroris hidup dari jiwa penuh kebencian.

Jihad Memberantas Separatisme-Terorisme

Jihad untuk “kesejahteraan” dan keamanan, masih bisa ditempuh dengan cara-cara beradap. Masih ada jalan bijak untuk menangani permasalahan-persmasalahan horizontal warga Papua, yang sekian lama di anak tirikan.

Tidak perlu kekerasan, dan terlalu menyempitkan pikiran sehingga mengidologi, yang justru banyak hal tidak bisa menyudahi malah mendorong tumbunya sikap diskriminasi, dan merugikan kelompok masyarakat (Papua) sendiri.

Usaha membendung arus separatism-terorisme tidak bisa dilakukan hanya dengan menolak paham separatisme radikal atau menangkap pelaku teror. Melainkan memerlukan sebuah aksi pemerintah dan dakwah serta usaha otentik berkebudayaan yang berkesinambungan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Semua otoritas, penganjur dan pengikut agama di sini perlu disenergikan.

Perlu upaya mengubah paradigma berpikir yang menjadi acauan kelompok itu, dalam melahirkan pendaratan kebijakan. Tidak hanya sekadar berpandangan pada mikrokosmik yang tujuannya kesejahteraan kelompok. Tetapi juga makrokosmik yang bertujuan dunia yang luas, nyawa komunitas orang yang berhak hidup dalam kedamaian bersama. Dalam catatan sejarah, tidak ada kesejahteraan dan kemerdekaan yang ditempuh dengan jalan kekerasan. Tidak ada teror bertahan lama dalam peradaban manusia.

Hanya strategi kebudayan dan keadaban dapat menjadi medium menyelesaikan persoalan hilir kehidupan Papua. Persoalan hilir yakni: tanggung jawab pemerintah atas HAM di Papua; hak berparstisipasi dalam jenjang kepegawaian; pengendalian kekayaan alam Papua; dan hal ulayat atas tanah adat masyarakat Papua.

Demi Indonesia dan Papua, kini sudah saatnya Pemerintah Pusat dan Provinsi Papua, berjihad mengupayakan perubahan secara revolusioner persoalan hilir tersebut. Usaha secara sungguh-sungguh atas pemartabatan dan pemarataan kesejahteraan manusia Papua.

Dengan cara jihad itu, kekerasan separatis dan teroris (KST) di Papua kiranya dapat diputuskan. Dengan jihad dialog yang elegan, elok, anggun, rapi, ramah gemulai perpecahan tidak akan terjadi. Dan yang paling penting, potensi Indonesia bubar tak akan pernah terjadi.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru