29.1 C
Jakarta

Mbah Maimun Membenarkan Pancasila, Terus Kamu?

Artikel Trending

KhazanahInspiratifMbah Maimun Membenarkan Pancasila, Terus Kamu?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Masuknya doktrin penegakan negara Islam di berbagai wilayah, termasuk di Indonesia sedikit banyak mencuri perhatian publik. Sistem negara Islam yang—katanya—menggunakan syariat Islam secara totalitas dengan bersandar pada Al-Qur’an dan hadis serta menjadikan Islam sebagai keyakinannya, seringkali menyerang Negara Indonesia.

Negara Indonesia yang tidak berpayung sepenuhnya pada Al-Qur’an dan hadis, tapi kepada pesan-pesan yang tertulis dalam Pancasila, sering dituding sebagai negara kafir. Alasannya sepele, karena Indonesia tidak menggunakan hukum Islam. Kebenaran itu hanya dipersempit oleh kelompok radikalis sebagai sesuatu yang bersumber dari syariat Islam saja. Padahal, kebenaran itu juga dimiliki oleh siapapun, kendati agamanya berbeda-beda.

Untuk mengatasi isu negara Islam yang sampai detik ini belum kunjung usai, seorang kyai dan tokoh terkemuka Kyai Maimun Zubair menyebutkan, bahwa kita ini tahu negara Indonesia adalah negara Pancasila. Pancasila yang pertama, ketuhanan. Ketuhanan bukan Tuhan. Yang berketuhanan itu manusianya. Ketuhanan itu bisa mempersatukan semua agama, karena seginya lima.

Segi lima itu, sebut Mbah Maimun, dalam agama Islam mencakup: Pertama, jiwa. Semua manusia itu sama-sama menjaga jiwa. Karena itu, dilarang manusia saling membunuh, karena perbedaan agama. Semua manusia itu sama. Mereka sama-sama bersaudara. Mereka dilahirkan dari Abu al-Basyar, Nabi Adam dan Siti Hawa.

Kedua, akal. Akal adalah sesuatu yang membedakan antara manusia dan binatang. Akal adalah karunia dari Allah yang harus dijaga. Akal perlu dididik. Jangan sampai akal ini digunakan pada sesuatu yang tidak benar. Saya pikir, penyalahgunaan akal itu biasanya digunakan untuk memikirkan sesuatu yang tidak bermanfaat. Sebut saja, mengkafirkan orang lain.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XLI): Eks Napiter Inisial MI Kembali ke NKRI dan Siap Bantu Pemerintah

Ketiga, keturunan. Keturunan itu anak. Anak itu harus dihasilkan dari pernikahan. Menikah itu menurut agama masing-masing. Jadi orang Kristiani di gereja. Orang Islam di Masjid. Seterusnya kayak begitu. Saya menambahkan, menikah antar agama pun juga tidak bermasalah selagi kedua pasangan sama-sama rela. Keempat, menjaga hak milik. Jangan ada rizwah, jangan ada itu, jangan ada ini. Semua kembali kepada hak milik. Kelima, menjunjung martabat kemanusiaan.

Mbah Maimun menyatakan, kalau sudah kawin menurut agama kita itu sudah sah, kalau kita sudah menghormati orang lain sudah baik. Persoalan antara manusia dengan Tuhan, jangan dibicarakan kepada masing-masing agama yang berbeda. Jangan sampai membicarakan lam yalid walam yulad walam yukun lahu kufuwan ahad, Tuhan tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Biarlah, lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu, bagiku agamaku.

Sebagai penutup, Mbah Maimun memberikan semangat, bahwa kalau kita dapat menjaga lima prinsip tersebut pasti Islam itu semakin tambah besar. Coba saja setelah bangsa ini insaf, masjid-masjid tambah sedikit apa tambah banyak? Tambah banyak pastinya. Harus dijaga mengenai kelestarian satu ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai segi lima. Masalah hubungan manusia dengan Tuhan menurut agama masing-masing. Jangan sampai mencampuri urusan agama yang lain. Dalam Al-Qur’an disebutkan lakum dinukum waliya din, bagimu agamamu dan bagiku agamaku.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini disadur dari penggalan ceramah Kyai Maimun Zubair

 

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru