28.4 C
Jakarta

Masyarakat (yang) Termakan Isu Hoaks “Dukhan”

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMasyarakat (yang) Termakan Isu Hoaks “Dukhan”
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Baru sampai di kampung Madura setelah beberapa jam perjalanan dari Jakarta, seorang tetangga dekat bertanya dengan nada penuh khawatir tentang “dukhan” yang sekarang ini lagi viral di tengah booming-nya isu Virus Corona. Saya menenangkan dengan dalih untuk tidak gampang percaya pada informasi yang bertebaran di media sosial. Informasi itu kebanyakan cenderung spekulatif alias “halu” untuk menaikkan jumlah view, tontonan.

Tetangga saya kelihatannya belum puas mendengar penjelasan saya. Terlihat dari raut wajahnya yang menyisakan sebuah kegelisahan. “Tapi, informasi itu diambil dari sebuah hadis,” sanggahnya. Saya membenarkan hadis yang dijadikan penguat isu itu sampai booming. Bunyi hadisnya kurang lebih begini: Pada hari kelima belas pada bulan ramadhan malam Jum’at akan terjadi suara dahsyat yang membangunkan orang tidur, mengagetkan orang yang terjaga, dan mengeluarkan wanita dari tempat peraduannya. Dan pada hari itu akan terjadi gempa.  

Saya mulanya berpikir—seperti pada umumnya masyarakat Madura—dukhan itu semacam kabut tebal yang menutupi cahaya matahari, sehingga alam semesta menjadi gelap gulita. Tak heran, kekhawatiran ini mendorong sebagian besar masyarakat Madura siap-siaga, kalau meminjam kalimat bijak, “sedia payung sebelum hujan”. Masyarakat berduyun membeli minyak tanah untuk dibuat obor sebagai ganti listrik untuk mengusir petang. Tapi, saya terus mencari tahu tentang status dukhan ini. Masa hanya sebatas gelap gulita? Kalau melihat redaksi hadis tersebut dukhan itu seperti yang disebutkan dalam masyarakat lain, yakni suara keras yang terjadi pada pertengahan bulan Ramadan, yaitu tepatnya malam Jumat.

Terlepas dari perselisihan status dukhan, hal yang lebih menarik untuk diperbincangkan adalah mengetengahkan hadis yang dijadikan sandaran itu. Masyarakat, apalagi orang awam, menerima hadis secara dangkal. Mereka tidak melihat status hadis itu. Apakah hadis itu shahih atau mawdhu’, palsu? Bukankah banyak ditemukan dan bertebaran hadis palsu pada masa dahulu karena motif yang beragam? Salah satu motifnya adalah politik. Saya khawatir momen ini dijadikan kesempatan oleh sebagian politikus.

Melihat status hadis itu, al-Uqaili menyebutkan dalam al-Dhu’afa al-Kabir, bahwa hadis itu tidak ada sumbernya di dalam kitab-kitab hadis dari hadis orang tsiqah, terpercaya dan tidak juga dari riwayat lain yang kuat. Lebih dari itu, sanad hadis ini ternyata seorang pewarta yang bernama Musallamah Ibn Ali dari Ibnu Wahab. Menurut adz-Dzahabi, perawi ini dikenal berdusta dalam meriwayatkan hadis Nabi. Bahkan, Ibnu al-Jawzi menyatakan dengan tegas bahwa hadis ini termasuk hadis palsu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Sampai di sini, karena hadis tentang dukhan dicurigai, bahkan diputuskan sebagai hadis mawdhu’, palsu, maka masyarakat tidak usah khawatir menghadapi bulan Ramadhan yang penuh dengan ampunan dan berkah. Masyarakat cukup memfokuskan diri memperbanyak ibadah di bulan mulia ini. Masyarakat cukup fokus menjaga kesehatan agar terhindar dari virus yang sedang menyerang Indonesia dan beberapa negara di dunia. Waspada terhadap Virus Corona jauh lebih penting daripada khawatir akan adanya dukhan di pertengahan bulan Ramadhan.

BACA JUGA  Pesan Orang di Kampung Bagi Pemudik, Apa Itu?

Untuk menenangkan jiwa, penting disimak pernyataan KH. Achmad Ghazali Sampang Madura. Kyai Ghazali menyampaikan—melalui mengutip hadis shahih—bahwa tanda-tanda Kiamat bakal terjadi, antara lain, datangnya Dajjal, Imam Mahdi, Nabi Isa, hewan (dabbah), kemudian baru terjadi dukhan, alias “petteng kappi”, gelap gulita. Pada hadis yang lain disebutkan: Tidak bakal Kiamat selagi di bumi masih ada yang menyebut lafaz Allah, Allah, Allah.

Apalagi, kata Kyai Ghazali, di Madura masih banyak madrasah yang mengajarkan nilai-nilai Islam dan juga masih terdengar lantunan suara azan dari corong masjid. Masyarakat tidak perlu takut dengan isu dukhan. Masyarakat disarankan untuk isti’dad, bersiap diri dengan memperbanyak amal perbuatan yang baik. Kiamat masih jauh. Kiamat itu terjadi ketika manusia sudah tidak ada yang baik. Tidak usah didengar “omongan” ustaz atau siapapun yang menyebarkan isu hoaks dukhan sebagai tanda Kiamat. Nabi Muhammad Saw. sendiri ditanya soal Kiamat, beliau angkat tangan alias tidak tahu. Hanya Tuhan yang tahu waktu terjadinya Kiamat. Isu hoaks dukhan ini tak jauh berbeda dengan isu Kiamat pada tahun-tahun silam tepatnya pada jam 12, tanggal 12, dan tahun 2012. Sayangnya, Kiamat tidak terjadi pada waktu itu. Masyarakat hanya termakan oleh isu hoaks.

Thaifur Ali Wafa Sumenep Madura menambahkan, bahwa siapapun yang hidup sekarang tidak bakal sampai pada waktu terjadinya Kiamat yang diawali dengan dukhan atau kabut tebal. Karena, dukhan ini masih terjadi setelah datangnya Imam Mahdi, Dajjal, Nabi Isa, Dabbah, dan terbitnya matahari dari barat. Artinya, dukhan itu terjadi setelah matahari terbit dari barat. Sedang, Imam Mahdi sendiri masih belum datang.

Sebagai penutup, hendaknya masyarakat menerima informasi dukhan dengan teliti. Teliti kembali hadis yang dijadikan sandaran. Karena, ada sebuah kata-kata familiar dalam jurnalistik, yaitu bad news is good news, berita yang jelek adalah berita yang baik. Kemungkinan besar, informasi dukhan hanya berita hoaks yang dibuat untuk mencari sensasi dan menaikkan angka view, tontonan. Masyarakat hendaknya bersikap “bodo amat” terhadap isu tersebut.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru