33.2 C
Jakarta

Maslahah Mursalah Sebagai Sumber Hukum dan Penerapannya dalam Ekonomi Syariah

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahMaslahah Mursalah Sebagai Sumber Hukum dan Penerapannya dalam Ekonomi Syariah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Seiring perkembangan kemajuan peradaban, maka kehidupan manusia akan semakin kompleks dan beragam, apalagi dalam konteks perekonomian. Sebagai umat muslim yang memegang teguh Islam, kita membutuhkan kepastian hukum apakah model dan produk perekonomi saat ini boleh diterapkan. Persoalan-persoalan ekonomi kontemporer banyak yang tidak bisa diselesaikan dengan mengandalkan pendekatan metode lama yang dilakukan oleh ulama terdahulu. Hal ini mungkin terjadi karena ulama kesulitan mendapat nash dalam persoalan tertentu, maka dengan konsisi demikian proses penetapan hukum dengan maslahah mursalah dapat menjadi salah satu alternatif.

Maslahah secara umum diartikan sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Mursalah secara etimologi berarti terlepas (bebas), apabila dihubungkan dengan kata maslahah maksudnya adalah terlepas atau bebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidak boleh dilakukan. Menurut ahli ushul fiqh, maslahah mursalah adalah kemaslahatan yang telah disyari’atkan oleh syari dalam wujud hukum dalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapatnya dalil yang membenarkan atau menyalahkannya. Berdasarkan pengertian tersebut, pembentukan hukum berdasarkan kemaslahatan ini semata-mata dimaksudkan untuk mencari kemaslahatan manusia.

Pendapat Ulama Mengenai Keabsahan Maslahah Mursalah sebagai Sumber Hukum
1. Imam Malik
Imam Malik menggunakan maslahah mursalah sebagai sumber hukum, tetapi ia menekankan bahwa pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan yaitu dengan menggunakan rasio tidak boleh bertentangan dasar yang telah ditetapkan nash atau ijma’. Madzab Imam Maliki secara jelas menggunakan maslahah mursalah dengan beberapa alasan yang cukup rasional, contohnya : Pertama, para sahabat Nabi banyak yang menggunakan maslahah mursalah sebagai dalil hukum. Kedua, menggunakan maslahah mursalah sama halnya mengaplikasikan tujuan syar’i. Imam maliki juga memberi kriteria dalam pengaplikasian maslahah mursalah seperti harus bersifat rasional dan relevan terhadap kasus hukum yang telah ditetapkan. Kemudian maslahah mursalah tersebut tidak bertentangan dengan dalil syara’ yang qat’i.
2. Imam Syafi’i
Imam Syafi’i tidak menggunakan maslahah mursalah sebagai sumber hukum karena mashlahah mursalah itu tidak memiliki standar yang pasti dari nash maupun qiyas, karena pendirian Imam Syafi’i semua hukum itu haruslah diberdasarkan nash sebagaimana qiyas. Menurut Imam Syafi’i, seperti yang telah dinukilkan Husein Hamid Hasan, menyatakan bahwa maslahah mursalah sama seperti dalam pengertian qiyas, alasannya karena keduanya memiliki persamaan unsur-unsur, syarat qiyas ada tiga, pertama, adanya peristiwa yang tidak ada nash hukumnya yang jelas, kedua, adanya hukum yang dinashkan oleh syar’i yang mungkin dihubungkan dengan peristiwa itu melalui pengertian ma’nawi. ketiga, peristiwa yang tidak ada nash hukumnya itu terkandung dalam kejadian yang mansus secara implisit. Ketiga syarat qiyas ini menurutnya sejalan seperti maslahah mursalah atau maslahah mulaimah.
3. Imam al-Ghazali
Imam al-Ghazali tidak memandang maslahah mursalah sebagai dalil yang berdiri sendiri, terlepas dari al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma. Beliau emandang maslahah mursalah hanya sebagai sebuah metode istimbat hukum, bukan sebagai dalil atau sumber hukum Islam. Sedangkan ruang lingkup operasional maslahah mursalah tidak disebutkan oleh Imam al-Ghazali secara tegas. Imam al-Ghazali membatasi ruang lingkup operasional maslahah mursalah yaitu hanya di bidang muamalah saja.

Syarat Menjadikan Maslahah Mursalah sebagai Sumber Hukum
Untuk bisa menjadikan maslahah mursalah sebgai dalil dalam menetapkan hukum, ulama Malikiyyah dan Hanabillah mensyaratkan tiga syarat, yaitu :
1. Kemaslahatan itu sejalan dengan kehendak syaaraa dan termasuk dalam jenis kemaslahatan yang didukung nash secara umum
2. Kemaslahatan itu bersifat rasional dan pasti, bukan sekedar perkiraan sehingga hukum yang dietapkan melalui maslahah mursalah itu benar-benar memghasilkan manfaat dan menghindari kemudharatan
3. Kemaslahatan itu menyangkut kepentingan orang banyak, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu

Penerapan Maslahah Mursalah dalam Perekonomian Islam
Karena produk dan model perekonomian yang semakin beragam akhirnya diterapkanlah maslahah mursalah dalam menetukan hukumnya, berikut adalah beberapa contoh penerapan maslahah mursalah dalam perekonomian islam :
1. Pendirian Lembaga Keuangan Syariah
Bank menjadi sarana tolong menolong bagi manusia. Baik dalam menabung, meminjam uang, transfer, dan lainnya. Dalam al-Qur’an dan Hadist tidak ada satupun ayat yang memerintahkan pendirian bank, namun juga tidak ada ayat yang melarang pendirian perbankan. Namun, dalam islam, ada beberapa akad yang memiliki manfaat bagi pelakunya, misalnaya akad mudharabah. Mudharabah memiliki konsep dimana pihak pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pihak pengelola kemudian hasilnya dibagi sesuai kesepakatan. Awalnya akad ini dilakukan oleh perorangan, namun di zaman sekarang, adanya bank syariah sebagai salah satu pihak dalam akad justru memberikan maslahah yang leih besar bagi masyarakat, disamping hal itu, tidak ada hukum yang menentang tentang berdirinya bank syariah.
2. Larangan politik dumping dalam penjualan produk
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dumping adalah sistem penjualan barang di pasaran luar negeri denga jumlah banyak dengan harga yang murah sekali dengan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasaran luar negeri dan dapat menguasai harga kembali. Peraturan perdagangan internasional preaktek dumping dianggap sebagai praktek yang tidak jujur dan merugikan konsumen produk saingan dan dapat mengacaukan sistem pasar internasional. Praktek dumping menimbulkan kalah saingnya produk sejenis dalam negeri karena harga produk tersebut lebih rendah daripada prosuk sejenis dalam negeri.
Dalam islam, praktek dumping tidak ditemukan di al-Quran maupun hadist yang melarangnya. Perdagangan luar negeri itu wajib bebas, tidak ada yang boleh membatasi dengan suatu apapun. Namun tetap ada batasan-batasan yang tetap harus diperhatikan, yakni jangan sampai ada yang dirugikan dalam perdagangan tersebut. Demi menciptakan maslahah yang luas bagi masyarakat, maka politik dumping dilarang tegas dalam Islam.
3. Interverensi harga
Interverensi harga adalah pengaturan harga dari pemerintah. Sebenarnya, harga pasar dalam islam ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran (mekanisme pasar). Mayoritas ulama sepakat tentang haramnya campur tangan pemerintah dalam menentukan harga pasar, karena melindungi kepentingan pembeli sama pentingnya dengan melindungi penjual. Namun, Ibn Taimiyah membenarkan intervensi harga oleh pemerintah, sekalipun Nabi Saw tidak melakukannya.41 Hal ini dikarenakan dengan pertimbangan maslahah, regulasi perekonomian bisa berubah dari teks nash kepada konteks nash yang mengandung maslahah. Misalnya, Nabi Muhammad SAW tidak mau mengintervensi persoalan harga di Madinah, ketika para sahabat mendesaknya untuk menurunkan harga. Tetapi ketika terjadi distorsi pasar, dengan pertimbangan kemaslahatan dan menjaga mekanisme pasar dapat berjalan kembali ke arah keseimbangan, maka pemerintah boleh melakukan intervensi harga.
4. Spekulasi Valuta Asing
Spekulasi adalah bentuk usaha yang pada hakikatnya merupakan gejala untuk membeli sesuatu komoditi dengan harga yang murah pada suatu waktu dan menjualnya dengan harga yang mahal pada waktu yang lain. Seseorang spekulator dalam perdagangan biasanya berharap terjadinya fluktuasi harga yang tinggi di masa depan dibandingkan dengan harga sekarang. Islam melarang praktek spekulasi ini. Salah satu bentuk perdagangan yang memiliki unsur spekulasi adalah perdagangan valuta asing (valas). Pertukaran mata uang untuk kebutuhan sektor riil (barang dan jasa) hukumnya boleh menurut Islam. Namun, bila motifnya untuk spekulasi maka hukumnya haram. Dalam ekonomi Islam uang bukan komoditas, sementara dalam perdagangan valas, uang menjadi komoditas sehingga yang terjadi adalah transaksi maya. Dalam kegiatan bisnis ini terjadi perputaran arus uang dalam jumlah besar, tetapi tidak ada kegiatan sektor riilnya (barang dan jasa). Spkekulasi valas akan menyebabkan pasar uang akan tumbuh jauh lebih cepat daripada pertumbuhan pasar barang dan jasa. Hal ini dapat menyebabkan krisi ekonomi, oleh karena itu praktik spekulasi valas harus dilarang, demi menjaga kemaslahatan perekonomian secara menyeluruh.

Dengan memperhatikan perkembangan zaman, jelas bahwa hukum fiqih sebenarnya tidak lain adalah rumusan pemahaman hasil ijtihad para ulama terhadap teks syariat berbentuk hukum atau ketentuan yang bertujuan untuk kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Maslahah mursalah merupakan sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat yang dibutuhkan manusia dan dapat menghilangkan mudharat. Penggunaan maslahah mursalah sebagai sumber penetapan bagi transaksi dan praktek ekonomi Islam yang sebelumya tidak ada merupakan sebuah keniscayaan. Berbagai bentuk perkembangan ekonomi syariah baik secara kelembagaan maupun produk, menunjukkan bahwa peran maslahah mursalah sangat signifikan. Perkembangan ekonomi islam yang semakin cepat, bisa jadi penggunaan maslahah mursalah akan semakin dominan selama tidak menentang hukum syara’. Wallahu A’lam.

Chetrine Alya Rinaima
Chetrine Alya Rinaima
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru