30.1 C
Jakarta
Array

Masih Islam Nusantara

Artikel Trending

Masih Islam Nusantara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam dua hari ini, saya dapat kiriman video yang memfitnah, menjelek-jelekkan, dan menggambarkan buruk Islam Nusantara. Tampaknya video ini sengaja diviralkan untuk membentuk kesan buruk terhadap Islam Nusantara. Saya tahu pembuat video ini adalah orang yang tidak setuju dan tidak suka Islam Nusantara.

Seperti pernah saya katakan di status ini, Islam Nusantara adalah konseptualisasi dari Islam yang berabad-abad lamanya dipraktikkan di bumi Nusantara. Islam Nusantara bukan madzhab baru, bukan aliran baru, bukan paham baru, melainkan Islam yang sejak dulu hingga sekarang dipraktikkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Secara sosiologis, penyebutan Islam Nusantara adalah hal yang lumrah dan sangat bisa dipahami. Secara ilmiah juga bisa dipertanggungjawabkan. Menjadi aneh, jika tiba-tiba ada orang mempertanyakan nomenklatur Islam Nusantara, dengan alasan bahwa Islam itu satu, tidak terbagi-bagi, dan tidak terkotak-kotak.

Orang yang ngeyel bahwa Islam itu satu dan karenanya menolak sebutan Islam Nusantara tampaknya tidak belajar Islam secara mendalam. Atau, sesungguhnya hanya batahan politis saja. Karena dalam kenyataannya dia sendiri  juga berorganisasi dan bermadzhab. Artinya, dia mengakui keragaman Islam secara sosiologis dan praksis.

Betul, Allah hanya satu. Nabi Muhammad juga satu. Al-Qur’an juga cuma satu.

Akan tetapi, coba kita cermati secara sosiologis dan praksis, begitu “Allah” dipahami, lahirlah banyak konsep ketuhanan (teologi Islam). Ada jabariyah, qodariyah, mu’tazilah, asy’ariyah, maturidiyah, wahabiyah, dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah Islam, tapi dengan pemahaman teologi yang berbeda-beda. Tunggalkah Islam?

Al-Qur’an memang satu. Nabi Muhammad juga satu. Tapi begitu al-Qur’an dan al-Hadits dipahami, lahirlah banyak tafsir al-Qur’an dan al-Hadits dan kesimpulan hukum Islam yang berbeda-beda. Mengapa? Karena manhaj mereka di dalam membaca al-Qur’an dan al-Hadits berbeda, sehingga melahirkan kesimpulan hukum Islam yang berbeda pula. Dari sini, lahirnya sejumlah madzhab, baik di dalam tafsir maupun fiqh. Ada tafsir birra’yi, bil ma’tsur, ada tafsir maudlu’iy, tahlily, ‘ilmy, shufiy, adabil ijtima’iy, dan lain sebagainya.

Dalam fiqh, ada madzhab hanafiyah, malikiyah, syafi’iyah, hanabilah, ja’fariyah, ibadliyah, dhohiriyah, zaidiyah, dan lain sebagainya.

Saya ingin memberikan tamsil (perumpumaan) keragaman ini bagi yang masih ngotot bahwa Islam itu satu, lalu menolak istilah Islam Nusantara. Islam dalam keragamannya ini dapat diumpamakan seperti Indonesia. Indonesia itu satu. Tidak ada duanya di dunia. Akan tetapi, di dalam Indonesia itu ada banyak provinsi, pulau, bahasa, suku, dan lain-lain. Provinsi-provinsi itu, suku-suku itu, pulau-pulau itu, semuanya adalah Indonesia, karena terikat oleh batasan geografis, kesepakatan.nasional Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Demikian juga Islam. Syiah, Sunni, Ahmadiyah, Wahabiyah, Jabariyah, Qodariyah, Mu’tazilah, Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, semuanya itu adalah Islam selagi masih mengakui Allah sebagai Tuhan, Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman, dan Ka’bah sebagai kiblat.

Jadi jelas sudah, Islam Nusantara adalah sebutan untuk Islam yang dipraktikkan (diamalkan) di bumi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sudah pasti, tuhannya adalah Allah, nabi dan rasulnya adalah Muhammad SAW, kitabnya adalah al-Qur’an, dan kiblatnya pasti Ka’bah.

Nah, dengan konsep ini, tentu Anda memiliki kebebasan untuk setuju atau tidak setuju. Tidak ada paksaan untuk menyetujui atau menolak.

Jika Anda tidak setuju, tidak ada masalah. Menjadi masalah besar, jika Anda tidak setuju dengan menyebarkan fitnah, menjelek-jelekkan, dan menyebarkan berita bohong tentang Islam Nusantara. Cara Anda tidak islami sama sekali.

Saya tidak tahu anutan Islam Anda. Tapi cobalah, Anda mengamalkan Islam dengan akhlak yang mulia (karimah), santun, bijak, tidak memfitnah, tidak menyebarkan berita bohong, dan tidak menyebarkan kebencian (meskipun Anda tidak setuju).

Al-Qur’an sudah memperingatkan: Laa yaskhar qawmun min qawmin ‘asaa an yakuunui khairan minhum (Janganlah suatu kelompok menghina kelompok lain, sebab bisa jadi kelompok yang dihina lebih baik dari penghinanya).

Wa laa yajrimannakum syana’aanu qawmin ‘alaa an laa ta’diluu ‘idiluu huwa aqrabu lit taqwaa… (Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kelompok mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…” [Al Maa’idah 8].

*Marzuki  Wahid, Sekretaris Lakpesdam PBNU

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru