29.7 C
Jakarta

Masa Depan Minoritas di Bawah Kepemimpinan Gus Yaqut

Artikel Trending

KhazanahTelaahMasa Depan Minoritas di Bawah Kepemimpinan Gus Yaqut
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
“Saya adalah seorang yang meyakini kebenaran agama saya. Tetapi ini tidak menghalangi saya untuk merasa bersaudara dengan orang yang beragama lain di negeri ini, bahkan dengan sesama umat manusia” [Gus Dur]

Saya masih ingat terakhir kali mengobrol via pesan Telegram dengan salah seorang teman. Kami terlibat dalam sebuah dialog kebangsaan yang cukup amat serius. Seserius Presiden mereshuffle para menterinya; Gus Yaqut menjadi Menteri Agama. Pesan yang masih saya ingat dalam percakapan tersebut, “Di Negara multikultural kayak Indonesia ini, seharusnya mayoritas melindungi minoritas, kita ini terlalu banyak pengikut ormas yang fanatik, mengaku paling Pancasilais, paling islamis. Egosentris dan ego sektoralnya masih tinggi” pesan itu saya baca menutup diskusi pada obrolan tersebut.

Kalau dipikir-pikir memang benar, masih terngiang-ngiang dalam benak saya kejadian beberapa bulan terakhir ini. Semuanya terlihat kacau dengan berbagai informasi yang tidak pernah selesai untuk dikaji. Di saat yang bersamaan, ketika masyarakat mulai pesimis dengan seluruh sikap acuh tak acuh para menteri, mulai dari masalah Covid-19, isu radikalisme, perpecahan antar-kelompok, korupsi besar-besaran di tengah pandemi, pilihan untuk mereshuffle para menteri menjadi pilihan yang amat sangat amat. Kebijakan tersebut seakan-akan menjadi angin segar dan menjadi semangat baru bagi masyarakat.

Salah satu yang menjadi sorotan, yakni Kementerian Agama. Dipilihnya Gus Yaqut, sapaan akrab dari sosok Menteri Agama yang baru, menjadi semangat baru bagi para pemeluk masyarakat khususnya pemeluk agama Islam, selain dengan latar belakang dirinya dari organisasi NU, rasanya kebahagiaan besar ditorehkan oleh sebagian besar kalangan atas pergantian tersebut. Di tengah konflik sosial yang tidak jauh dengan masalah agama, beberapa belakangan terahir ini kita disibukkan dengan isu-isu radikalisme yang kian memanas, perseteruan antar kelompok yang tidak pernah selesai bahkan selalu menemukan pembahasan baru untuk selalu diangkat.

Kehadiran Gus Yaqut menjadi angin segar bagi masyarakat Indonesia, tidak heran bahwa respon positif tersebut juga dikemukakan oleh Gus Ulil, sapaan akrab dari Ulil Abshar Abdalla. Bagi Gus Ulil, keputusan Jokowi sebagai presiden mengangkat Gus Yaqut sebagai Menag adalah langkah yang tepat, hal tersebut juga menunjukkan bahwa “Jokowi kembali ke khittah politik yang benar”. Tindakan tersebut lebih sesuai dengan “platform besar” pemerintahan Jokowi yang hendak  mengatasi serius problem konservatisme dan radikalisme agama di Indonesia.

BACA JUGA  Melihat Gerakan Perempuan Akar Rumput dalam Upaya Pencegahan Radikalisme

Ini benar, bukanlah tanpa alasan bahwa kehadiran Gus Yaqut adalah langkah yang tepat. Sebab selama ini dua organisasi besar, yakni Muhammadiyah dan NU menjadi organisasi terdepan yang secara serius problem konservatisme dan radikalisme agama di Indonesia. Apalagi di kalangan NU, kehadiran para warga Nahdhiyin selama ini dikenal sebagai tokoh yang serius mengawal itu. Sosok Gus Dur, misalnya. Kehadirannya hingga saat ini menjadi icon yang secara serius dikenal sebagai warga NU yang memproklamirkan pluralisme, menjunjung humanitas untuk menjaga keutuhan dan persatuan NKRI.

Tidak cukup dengan kehadiran Gus Dur, setiap perayaan Natal selalu diingatkan dengan sosok Riyanto, anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU yang menjadi korban saat ingin menyelamatkan umat Geraja Eben Haezer du Mojokerto dari serangan terror bom pada malam natal tahun 2000. Ini menunjukkan bahwa NU, sebagai salah satu organisasi besar, secara serius berada di garda terdepan dalam upaya menjaga keutuhan NKRI di tengah keragaman yang ada.

Gus Yaqut, dengan latar belakangnya sebagai warga Nahdhiyyin, menjadi bagian dari otonom NU, yakni Ansor, terlihat begitu serius merangkul perbedaan yang  ada di Indonesia. Saya bisa melihat sebuah pidato singkat, ucapan Natal yang begitu mengharukan pada saat perayaan Natal, sebuah video dengan durasi 1.43 detik yang diunggah melalui akun Twitter-nya tampaknya menjadi sebuah awalan yang mengagumkan dari sosok Menteri Agama.

Tidak hanya itu, pernyataan dirinya atas perlindungan terhadap minoritas, khususnya Syi’ah dan Ahmadiyah nampaknya menjadi persoalan serius yang dilakukan untuk tetap istiqamah menjaga kerukunan antar-umat beragama. Saya masih ingat betul ketika persoalan Syi’ah Sampang yang belum final sampai hari ini, mereka kehilangan hak sebagai warganegara dengan terusir dari tempat tinggalnya.  Meski demikian, bukanlah sebuah perlindungan yang harus diberikan kepada sebagian kelompok yang berusaha memecah belah bangsa, apalagi yang sering membuat kegaduhan dll.

Gus Yaqut, melihat perbedaan teologis tersebut, dipandang secara sosiologis dalam pandangan Negara. Pihak minoritas yang ada di Indonesia tetaplah memiliki hak sebagai warganegara. Ini benar-benar langkah yang amat cemerlang dalam menyikapi perbedaan yang ada, di tengah umat beragama yang tinggal di Indonesia. Perlindungan hukum memang harus ditegakkan serta berlaku untuk semua golongan.

Terakhir, semoga Gus Yaqut senantiasa dilimpahi keberkahan dalam menjalankan tugasnya sebagai Menag untuk kemaslahatan Negara.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru