30 C
Jakarta

Apa Makna Islam Menurut Mufassir Modern?

Artikel Trending

Asas-asas IslamTafsirApa Makna Islam Menurut Mufassir Modern?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Islam, agama yang diwahyukan Allah memiliki ajaran yang berupa tauhid, keyakinan dan ketentuan yang mengatur hidup manusia, agama yang diridhai Allah, maka hanyalah orang beriman dan menyakininya yang akan selamat di akhirat kelak, begitupula sebaliknya. Islam datang sebagai agama pertengahan dari agama terdahulu dengan ajaran-ajaran hukum yang bersifat lahiriah, mengajarkan mengenai ajaran-ajaran ketuhanan yang bersifat ruhaniah (spiritual). Esai ini akan menjabarkan secara seksama apa itu makna Islam menurut para Mufassir modern.

Islam dapat diartikan dengan selamat, bebas, pasrah, berserah diri, tunduk dan patuh. Dalam al-Qur’an, Islam berkedudukan sebagai wahyu Allah, sebagai hukum-hukum Allah yang menunjukan jalan lurus, jalan menuju keselamatan baik dunia maupun akhiraT. Ketika islam diartikan dengan makna kontekstual, maka akan berkembang sesuai pada konteks dan zamannya, namun perlu digaris bawahi, pemahaman islam secara konteks tidaklah meninggalkan makna islam secara teks, menurut pandangan Sayyid Qutb bahwa islam ialah kebutuhan dan ketundukan kepada Allah.

Makna Islam dalam Tafsir Modern

Lalu bagaimana pandangan para mufassir modern terkait makna Islam? Menurut Muhammad Arkoun, ketika Islam dimaknai patuh dan tunduk kurang tepat, karena dalam pandangan Arkoun tarjamahan kata islam tidak semata-mata tunduk dan patuh kepada Allah SWT, namun adanya cinta kepada Allah dan selalu bersandarkan diri kepadanya. Sebagai agama dengan penuh pesan spiritual, ketika umat islam beragama maka itu merupakan sebuah kebutuhan dirinya guna mengingat Allah bukan sebaliknya, islam adalah perbuatan sukarela tulus ikhlas.

Toshihiko Izutsu menambahkan bahwa makna dasar muslim ialah seseorang yang melaksanakan penyerahan dirinya dan berkomitmen kepada Tuhan dan Rasul-Nya, secara sukarela, dalam konteks ini islam memiliki hubungan dengan iman. Oleh karenanya seorang mu’min itu ditandai terhadap keyakinan atau kepercayaan yang kuat dan kokoh.

Hal ini berbeda dengan pemikiran Sayyid Qutb yang menyatakan bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui agama islam dengan sikap berserah diri kepada Allah, selalu menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya. Maka melalui jalan ini lah jalan dalam memperoleh keselamatan.
Pemahaman para orientalis dalam memaknai Islam hanya sebatas sikap tunduk dan pasrah pada syariat agama, disini Syahrur berbeda dari pendapat lainnya bahwa Islam agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad, namun ajarannya sudah ada pada zaman nabi-nabi sebelumnya. Dapat diambil kesimpulan bahwa tanpa harus memeluk agamanya dan mengimaninya ia sudah dikatakan Islam. Disini terdapat persamaan pendapat menurut Abdullah Yusuf dan Muhammad Asad.

BACA JUGA  Tafsir Ayat Perang: Melihat Konteks Qs. al-Taubah [9]: 29 dalam Tafsir Buya Hamka

Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad Asad berpendapat bahwa Islam adalah agama universal dan Islam merupakan jalan keselamatan dengan meyakini Tuhan, Hari akhir dan beramal baik. Islam bukanlah agama yang ekslusif, Abdullah menyimpulkan bahwa, Islam adalah agama Rahmatan li- al amīn, yang saling bertoleransi dan menghormati agama-agama lain. Menurutnya, islam merupakan agama yang berlandaskan kepasrahan kepada Tuhan, karena sikap kepasrahan dan berserah diri ini merupakan ajaran bagi semua umat muslim.

Makna Islam dan Jalan Keselamatan

Mengapa para mufassir modern Barat berpendapat bahwa Islam bukanlah satu-satunya jalan keselamatan? Karena menurut mereka Islam hanyalah cara mempraktekan diri kepada Tuhan dengan rasa berserah diri tunduk dan pasrah, bahkan dapat dikatakan bahwa jika agama selain Islam memiliki kepasrahan diri kepada Tuhan dan tunduk serta patuh pada Tuhan, maka itu dapat menjadi jalan keselamatan tidak harus menganut agama islam.

Disini terlihat perbedaan pandangan Ibnu Katsir (seorang mufassir klasik) dilihat dalam penjelasan surat al-Baqarah ayat 62 dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keselamatan hanya bisa didapat oleh mereka pemeluk agama Islam, karena menurut Ibnu Katsir tidak ada agama lain yang diterima oleh Allah melainkan agama Islam. Terlepas dari penjelasan makna Islam, kata Islam sendiri memiliki empat tingkatan menurut Thabathaba’i pertama, Islam yang menerima dan selalu patuh terhadap perintah dan menjauhi larangan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, maka tidak terdapat persoalan apakah iman sudah ada dalam hatinya atau belum.

Kedua, diikuti pada Islam tingkat yang pertama (penyerahan dan kepasrahan hati) dengan dikuatkan oleh iman yaitu berkeyakinan utuh pada agama, sebagaimana dalam surat al-hujurat ayat 15 yaitu “sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya kemudian tidak ragu-ragu dan berjuang kepada dijalan Allah dengan harta dan diri mereka, mereka itulah orang-orang yang “beriman tulus”.

Pada tingkatan ketiga, ketika jiwa sudah dipenuhi dengan keimanan, maka pada tingkatan ini menyembah Allah seolah-olah ia melihat Allah dan jika tidak melihatnya, ia berkeyakinan bahwa Allah melihatnya. Terkahir. keempat, pada tingkatan ini bantuan ilahi memperlihatkan hakikat yang hakiki kepadanya, tidak akan sampai hanya dengan kehendak manusia kecuali Allahlah yang berkehendak, Allah menjadikannya sebagai kekasih sebagaimana dalam surat Yunus ayat 42 yaitu : “ketauhilah, bahwa para kekasih Allah itu, tidak ada takut pada mereka dan tidaklah mereka berduka cita, orang-orang yang beriman dan mereka itu bertakwa”.

Ulfah Nur Azizah
Ulfah Nur Azizah
Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Pegiat Kajian Keislaman dan Al-Qur'an, dan Muballigh Koordinasi Dakwah Islam DKI Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru