31.8 C
Jakarta

Mahfud MD Menyangkal Pencabutan TAP MPR No. 66

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMahfud MD Menyangkal Pencabutan TAP MPR No. 66
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sekitar tiga hari yang lalu tayang sebuah video di channel YouTube cakar madura (huruf ‘c’ dan ‘m’ sama-sama kecil) dengan tajuk “Pernyataan Sikap Habib-Ulama dan Tokoh Madura terkait RUU HIP”. Konten ini cukup sensitif, sehingga butuh diketengahkan agar tidak menghadirkan masalah yang baru. Seperti apa isi kontennya? Simak lima poin berikut yang disampaikan oleh juru bicara Aliansi Ulama Madura, KH. Fudholi M. Ruham.

Pertama, Tap No. XXV/MPRS/1966 tahun 2003 tentang larangan ajaran komunisme, marxisme dan leninisme serta larangan terhadap PKI, tetap berlaku. Inisitif RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di mana ada sekelompok anggota DPR menolak memasukkan Tap MPRS No. XXV/1966 tahun 2003 dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila tersebut menunjukkan adanya anasir komunisme. Oleh karenanya, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila harus ditolak.

Kedua, Menyerukan kepada masyarakat ulama dan cendikiawan muslim serta para aktivis yang setia pada Pancasila untuk mewaspadai dan menolak gerakan komunis gaya baru yang memasuki ruang-ruang kekuasaan dan memberikan jalan penguasaan oleh komunis melalui berbagai regulasi.

Ketiga, Proses legislasi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila adalah bukti terbaru kebangkitan komunisme di Indonesia. Kami, habaib, ulama, tokoh masyarakat Madura menilai RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) isinya banyak mengingkari perjanjian luhur bangsa, dalam upaya mengubah Pancasila dari konsensus nasional 18/8/45, dari Pembukaan UUD 1945, serta usaha membuat tafsir tunggal Pancasila yang menyimpang dari makna paragraf 4 Pembukaan UUD 45.

Keempat, Kami habaib, ulama dan tokoh masyarakat Madura berkeyakinan bahwa Pancasila adalah landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, sebuah kesepakatan untuk mengatur tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila bukan untuk mengatur kehidupan orang per-orang dan organisasi masyarakat. RUU HIP berpotensi menjadi tafsir tunggal rezim penguasa.

Kelima, Kami habaib, ulama dan tokoh masyarakat Madura menilai RUU HIP adalah upaya mendegradasi dan mengkhianati Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah hasil konsensus nasional tidak bisa disederhanakan menjadi Tri Sila, Eka Sila atau Gotong Royong.

Sekian poin tersebut akan sangat mudah membentuk opini publik yang menyebutkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo mencabut TAP MPR No 66 tentang larangan ajaran Komunisme, Marxisme, Leninisme. Sampai di sini saya bertanya-tanya: Sumber mana yang dijadikan pijakan bagi ulama Madura sampai seserius itu menolak RUU HIP? Bahkan, sampai melayangkan tuduhan—bila enggan berkata fitnah terhadap pemerintah—membuka celah masuknya komunisme dan antek asing? Sungguh, saya merasa penasaran mengetahui sikap yang secepat itu ulama Madura ambil.

Rasa penasaran ini mendorong saya mencari sumber atau asal-muasal berita yang telah mencuci, bila meminjam istilah Rocky Gerung, “menutupi akal sehat” ulama Madura untuk mengambil sikap yang lebih aman alias bijaksana. Setelah beberapa informasi terlewati, saya temukan dalam sebuah berita yang dimuat di website—yang bagi saya, termasuk media terpercaya—medcom.id. Pada media itu disebutkan biang kerok munculnya isu penolakan RUU HIP ini adalah Samelya Melly di akun Facebooknya. Postingan Samelya bertajuk “Cebong bilang jendral Soeharto PKI. Tapi, anehnya rejim cebong menghapus TAP MPR tentang pelarangan ideologi komunis PKI. Pertanyaannya, yang PKI siapa. Otakmu perlu di-service, Bong.

BACA JUGA  Shalat Tarawih dan Hikmah yang Tersirat di Dalamnya

Saya mulai curiga Samelya Melly termasuk barisan oposisi yang memiliki kontra narasi terhadap pemerintah. Bagi saya, kontra dan tidak setuju terhadap pemerintah itu boleh-boleh saja. Tapi, yang tidak dapat dibenarkan ketika Samelya Melly, termasuk pula ulama Madura, memfitnah masyarakat dengan sikap yang mereka ambil. Kenapa saya sebut fitnah? Tentu, bukan karena saya fans berat pemerintah. Sekali lagi tidak. Karena, saya mulai mencium bau-bau sikap yang tidak berdasar dan cenderung ditunggangi oleh sekian kepentingan politis. Lebih dari itu, saya perhatikan Samelya masih kental dengan tudingan “Cebong” sebagai sebutan akrab pendukung Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 kemarin.

Kubu opisisi masih belum bisa menerima kekalahan pada laga Pilpres tersebut. Mereka terus mencari celah untuk menumbangkan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dengan segala cara tanpa peduli sikap yang diambil adalah terlarang. Salah satu sikap picik mereka adalah pemfitnahan dengan tuduhan pencabutan TAP MPR No. 66 yang melarang masuknya komunis. Sudah lupakah ulama dan kyai terhadap firman Allah yang melarang fitnah: Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (QS. at-Taubah [9]: 49)?

Lebih dari itu, Mahfud MD, selain menteri pada kepemerintahan Presiden Jokowi sekarang, juga asli orang Madura menolak berita yang menyebutkan pencabutan TAP MPR No. 66. Melalui akun twitter resminya, Mahfud MD menyebutkan: Ada yang resah, seakan ada upaya menghidupkan lagi komunisme dengan mencabut TAP No. XXV?MPRS/1966. Percayalah, secara konsitusional sekarang ini tak ada MPR atau lembaga lain yang bisa mencabut TAP MPR tersebut. MPR yang ada sekarang tak punya wewenang mencabut TAP MPR yang dibuat tahun 2003 dan sebelumnya.

Berdasarkan klarifikasi yang dilayangkan oleh Mahfud MD tersebut, makin menyengat bau busuk fitnah yang dilakukan oleh ulama dan kyai Madura terkait pemerintah yang mencabut TAP MPR No. 66 tentang larangan ajaran Komunisme. Terus, sebagai kyai, apalagi ulama, layakkah mereka melakukan politik kotor dengan cara memfitnah lawan? Padahal, agama Islam sendiri sangat melarang fitnah. Saking perhatiannya Islam terhadap kaum mukmin agar tidak terjebak berita fitnah atau hoaks, ia menyarankan dalam Al-Qur’an: Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. al-Hujurat [49]: 6).[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru