29.7 C
Jakarta

Lawan Radikalisme dan Terorisme, ICMI Jabar Gelar Pelatihan Deradikalisasi

Artikel Trending

AkhbarDaerahLawan Radikalisme dan Terorisme, ICMI Jabar Gelar Pelatihan Deradikalisasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Bandung – Ancaman radikalisme dan terorisme yang sudah di depan mata, akan menjadi faktor perusak bangsa dan negara selain korupsi dan narkoba, yang  bersifat laten dan manifes. Percepatan penyebaran radikalisme dan terorisme seiring dengan meningkatnya semangat keberagamaan masyarakat. Namun, semangat tersebut tidak dibarengi dengan semangat mencari ilmu yang dalam dan menyeluruh yang membuat keberagamaan masyarakat menjadi hampa dan semu.

Merespon fenomena tersebut, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Organisasi Wilayah Jawa Barat (ICMI Orwil Jabar) mengadakan pelatihan deradikalisasi di kalangan pemuda, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat di Hotel Puri Khatulistiwa Jatinangor, Minggu, 20/12/2020. Pelatihan yang diikuti oleh puluhan pengurus ICMI Orwil Jabar ini, menghadirkan narasumber antara lain: Direktur Pencegahan BNPT Brigjen. Pol. R, Ahmad Nurwakhid, S.E, MM dan Dewan Pakar ICMI Orwil Jabar, Prof. Dr. Asep Warlan.

Dalam kata sambutannya, Ketua ICMI Orwil Jabar Prof. Dr. Moh. Najieb menjelaskan tentang sejarah radikalisme dan terorisme yang tidak lepas dari sejarah kaum Khawarij di abad pertama umat Islam. Khawarij bentuk penyimpangan dari ajaran Islam.

“Paham yang mengkafirkan orang Islam (takfiri) tidak bisa dibenarkan, apalagi sampai membunuh menghilangkan nyawa orang yang tidak sepaham. Sebagaimana disitir dalam sebuah hadits yang intinya mengatakan al-qaatil wal maqtul fin naar (yang membunuh dan yang terbunuh tempatnya di neraka),” terang Prof Najieb yang juga menjabat Rektor IKIP Siliwangi ini, sebagaimana rilis tertulis yang dikirim ke redaksi, Minggu (20/12/2020).

Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen. Pol. R. Ahmad Nurwakhid menerangkan bahwa radikalisme dan terorisme saling terkait. Radikalisme adalah paham yang ingin mengubah ideologi, bentuk dan sistem negara secara cepat tanpa melalui jalan demokrasi konstitusional. Radikalisme adalah tangga menuju terorisme.

“Jika terorisme itu diibaratkan buah, maka radikalisme yang menjadi pohonnya. Meskipun demikian, tidak semua orang yang radikal menjadi teroris, akan tetapi setiap teroris pasti berpaham radikal,” terang Ahmad Nurwakhid.

Lebih lanjut, Nurwakhid juga menyampaikan bahwa terorisme merupakan metode dari kelompok radikal dalam mewujudkan tujuan mereka dengan menggunakan ancaman dan tindak kekerasaan yang dapat menimbulkan suasana teror dan ketakutan serta kerusakan fisik. Terorisme termasuk perbuatan kriminal yang luar biasa (extra ordinary crime).

Sebagai suatu perbuatan kriminal, lanjutnya, aksi terorisme terjadi karena ada niat dan kesempatan. Setiap orang punya kecenderungan berbuat baik atau jahat. Agar potensi jahat tidak berubah menjadi niat jahat, maka harus dilakukan pencegahan. Di sinilah urgensi upaya pencegahan radikalisme dan terorisme yang menurut amanah undang-undang dilakukan melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi (kontra ideologi radikal, kontra propaganda dan kontra narasi radikal) dan deradikalisasi.

BACA JUGA  FKUB Magelang Jaga Kondusivitas Masyarakat

“Kesiapsiagaan nasional dan kontra radikalisasi ditujukan kepada warga masyarakat yang belum terpapar tetapi mereka berpotensi terpapar paham radikal yang disebabkan oleh pengetahuan yang minim dan parsial tentang ajaran Islam, menyimpan rasa kekecewaan dan kebencian kepada penguasa atau pemerintah yang mendalam, mengalami tekanan akibat beban-beban kehidupan yang ditanggungnya, kemiskinan dan lain sebagainya,” paparnya.

Nurwakhid melanjutkan bahwa penganut radikalisme berbeda dengan aksi penindakan dan penegakkan hukum terhadap calon pelaku dan pelaku tindak pidana terorisme yang sudah mempunyai payung hukum yaitu UU no. 5 tahun 2018. Maka, terhadap para penganut paham radikal terutama yang mengatasnamakan agama belum ada perangkat hukum yang bisa menjeratnya secara pidana , selain paham komunisme, marxisme dan leninisme (Tap MPRS/25/1966).

“Oleh karena itu, upaya penanggulangan terhadap radikal-terorisme harus dilakukan secara holistik mulai dari aspek hulu (radikalisme, Red.) hingga hilir (terorisme), dengan  memprioritaskan pencegahan secara intensif dengan melibatkan semua kementerian dan lembaga, BUMN, civil society, serta ormas-ormas Islam moderat,” tegasnya.

Menurutnya, upaya pencegahan berupa kesiapsiagaan nasional dan kontra radikalisasi guna memberi imunitas (kekebalan) ideologi bagi warga masyarakat yang belum terkontaminasi paham radikal. Upaya pencegahan juga memberi kekuatan atau vaksin ideologis kepada warga masyarakat yang berpotensi besar terpapar paham radikal dalam berjuang melawan paham tersebut.

“Sedangkan deradikalisasi dalam upaya pencegahan, ditujukan kepada anggota masyarakat yang sudah terpapar paham radikal, pelaku aksi teror, narapidana terorisme dan mantan narapidana terorisme beserta keluarganya guna membalikkan pemahaman mereka dari radikal menjadi moderat,  menghilangkan atau setidaknya mengurangi kadar radikalisme mereka,” tegas Nurwakhid.

Sementara itu, Prof. Dr. Asep Warlan melihat radikalisme dan terorisme dari aspek hukum. Radikalisme dan terorisme sudah darurat. Oleh sebab itu, Prof Asep Warlan merekomendasikan khususnya kepada ICMI Orwil Jabar agar segera melakukan gerakan kongkrit melawan radikalisme dan terorisme di Jawa Barat.

“Misalnya, dengan membuat artikel-artikel, pendampingan lembaga dan pondok pesantren, dan bekerjasama dengan BNPT,” jelasnya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru