30.1 C
Jakarta

Kurban, Membuang Perilaku Hewan dan Semangat Anti Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahTelaahKurban, Membuang Perilaku Hewan dan Semangat Anti Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Alquran Surat Al Hajj [22]: 37 menegaskan bahwa daging dan darah yang mengalir dari hewan kurban yang dipotong bukan tujuan tetapi sarana, sehingga hanya ketakwaan yang dapat mencapai keridaan Allah SWT. Sementara dalam Alquran Surat Al A’raf [07]: 179 menjelaskan bahwa mayoritas jin dan manusia akan menghuni neraka Jahanam karena memiliki hati tapi tidak digunakan untuk memahami, mempunyai mata namun tidak dimanfaatkan untuk melihat dan mempunyai telinga tidak digunakan untuk menyimak tanda-tanda kekuasaan-Nya. Mereka sebagai binatang ternak bahkan lebih sesat lagi.

Lebih Dekat dengan Kurban

Secara hakikat, berkurban memiliki makna untuk menghilangkan sifat-sifat hewan yang melekat dalam jiwa manusia. Banyak sifat binatang yang perlu ditinggalkan namun dalam hal ini, penulis hanya akan membahas dua sifat khas dari hewan tertentu, yaitu keledai dengan suara yang mengganggu serta kera dengan sifat egois dan merasa paling benar. Sehingga semangat kurban dapat mememotivasi kita untuk bersikap santun dan ramah, serta mencegah dari paham radikal. Syaikh Ahmad ‘Umar Hasyim dalam Al-Da’wah al-Islamiyyah: Manhajuha wa Ma’alimuha (t.th.: 54) berpendapat bahwa sikap damai merupakan dasar komunikasi antarsesama dalam Islam. Dengan demikian, semangat berkurban dapat menebarkan perdamaian kepada semua manusia.

Keledai, Merusak Toleransi dan Mengganggu Orang Lain

Jika bunyi burung dapat menghibur pemilik, maka suara keledai memekakkan telinga manusia. Jenis hewan ini yang mengganggu kehidupan manusia dengan suaranya yang nyaring. Dari binatang ini, kita belajar untuk bersikap toleran dan tidak mengganggu orang lain. Maurits Berger (2007: 6) dalam Islam in Europe: A Clash of Tolerances berpendapat bahwa sikap toleran ketika mayoritas menghargai agama dan tindakan tertentu dari minoritas. Namun di sisi lain, menurut penulis, bahwa minoritas juga menghormati kepercayaan dan perilaku mayoritas.

Jangankan bernyanyi, membaca ayat Alquran pada saat jam 01.00 dini hari saja ketika mayoritas manusia istirahat juga perlu ditinggalkan. Bukan mendapat pahala, tetapi memperoleh dosa karena mengganggu waktu tidur orang lain. Jika memang ingin mengaji dan memutar suara dengan pengeras, maka sebaiknya sebelum Subuh hingga menjelang salat Zuhur. Hal ini pun jika mayoritas atau semua penduduk beragama Islam.

Jika hidup di daerah minoritas muslim, maka suara azan lima waktu sudah cukup bagus dengan menggunakan pengeras suara sebagai bagian dari dakwah, jika memang diizinkan oleh mayoritas penduduk daerah tersebut. Jika tidak bisa, maka mengalah lebih baik, karena menunjukkan akhlak yang mulia kepada non-Muslim adalah dakwah yang efektif.

Berceramah tentang perayaan maulid Nabi SAW sebagai perkara baru yang menyesatkan di tengah mayoritas muslim yang menganut ideologi Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah adalah bagian dari mengganggu orang lain melalui perkataan. Memprovokasi orang lain untuk melawan pemerintah yang sah demi untuk memuluskan ideologi yang dimiliki, baik ideologi Komunis, Liberal maupun Khilafah ala Hizbut Tahrir mutlak menganggu ketenangan publik. Amat banyak materi ceramah yang dapat disampaikan, terutama penguatan spiritual, sosial, emosional, intelektual dan tentu juga finansial umat. Mengganggu orang lain, tidak hanya dari lisan, tetapi juga dengan tangan.

Jangankan merampok dan mencuri milik orang lain. Jangankan menggelapkan uang bantuan sosial untuk masyarakat. Jangankan juga meledakkan bom bunuh diri di daerah mayoritas non muslim dan aparat pemerintah. Memarkir kendaraan milik sendiri saja, sehingga pengguna jalan lain merasa kesulitan saat melewati adalah bagian dari mengganggu orang lain. Demikian juga menerobos jalan saat lampu merah, tentu jelas mengganggu keselamatan manusia.

BACA JUGA  Fenomena Misogini Online yang Dilakukan Para Aktivis Khilafah Terhadap Aktivis Perempuan

Kera, Egois dan Merasa Paling Benar

Kera adalah cerminan binatang yang egois. Bisa saja kita melihat kera yang memegang makanan dengan tangan kanan lalu mengambil lagi dengan tangan kiri. Tidak puas, lalu merebut makanan milik teman yang dilihatnya. Berkurban, bermakna untuk menghilangkan sifat hewani yang melekat dalam jiwa manusia. Sifat merasa benar yang melanda, harus ditinggalkan – tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain.

Bagi orang berpaham radikal, tidak ada istilah kawan dan lawan, karena tujuan yang diinginkan harus terealisasi dan tidak ada orang lain yang menghalangi. Paham Wahabi yang cenderung merasa paling benar sendiri ini dapat membentuk seseorang untuk melakukan aksi terorisme, demikian pemahaman penulis sebagaimana terhadap Ahmad Mahmud Subhiy dalam Judzur al-Irhab fi al-‘Aqidah al-Wahhabiyyah yang diterbitkan oleh Dar al-Mizan tahun 2008 di Beirut.

Sifat manusia minimal diukur bagaimana menghargai orang lain. Jika ada orang yang tidak menghormati orang lain, sejatinya ia telah berpaham radikal dengan skala yang paling rendah. Orang berpaham radikal adalah egois terhadap kepentingan sendiri. Semakin egois, maka semakin sengaja menghancurkan kepribadiannya. Setiap manusia yang berbeda dengan pemahaman yang dimiliki adalah pesaing dan gangguan yang harus dijatuhkan.

Bagi orang berpaham radikal, jika ada orang yang menghalangi ideologinya, maka harus dicarikan cara agar tumbang. Padahal Ariel Cohen (2008: 60) dalam Siapakah Muslim Moderat; Mengapa Islam Moderat Diperdebatkan? Demi Islam atau Barat? Apa Implikasinya bagi Perang Melawan Muslim Radikal? menegaskan bahwa muslim sejati merupakan manusia yang berusaha berdiskusi dan bernegosiasi dengan orang yang berbeda penafsiran terhadap Alquran dan hadis serta non muslim

Di dalam kehidupan keluarga, istri yang tidak mau diatur oleh suami adalah bagian sikap egois. Demikian juga suami yang tidak mendengar saran istri sebagai pertimbangan atas semua masalah keluarga. Istri yang menuduh suami sebagai orang yang over protective juga bagian dari benih paham radikal, demikian juga suami yang sangat cemburuan kepada istri.

Sikap saling memahami antara pasangan dapat menghilangkan egoisme sehingga hubungan terlihat harmonis. Istri tentu juga tidak mudah menuntut lebih terhadap suami, jika memang kondisi suami tidak memungkinkan. Namun, suami yang baik tentu akan merayu dirinya dengan sekuat tenaga memberikan sesuatu kepada istri sesuai dengan kemampuan, sebelum istri memintanya. Berkurban tidak hanya simbol, tetapi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menghilangkan sifat hewani yang melekat dalam diri manusia. Wallaahu a’lam.

Samsuriyanto, Dosen Studi Islam pada International Undergraduate Program, ITS Surabaya.

 

 

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru