33 C
Jakarta

Kurang Berteman dengan Beda Keyakinan Bisa Picu Sikap Radikal

Artikel Trending

AkhbarNasionalKurang Berteman dengan Beda Keyakinan Bisa Picu Sikap Radikal
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Assistant Professor of Theology Universtiy of Notre Dame, Mun’im Sirry, mengatakan perlu berhati-hati dalam memahami fenomena radikalisme, sebab karakter radikalisme sangat beragam.

Hal itu dia sampaikan saat menjadi pembicara dalam seminar bertajuk “International Talks: Pendidikan dalam Bayang-bayang Radikalisme” yang digelar UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa Universitas Brawijaya (PKM UB) melalui Center for Character and Diversity Studies (CCDS) Universitas Brawijaya.

Bahkan, kata Mun’im, saking beragamnya kita tidak akan mungkin mampu mendefinisikan istilah radikalisme atau radikal secara tuntas. Dia mengatakan sikap radikal dalam fenomenal riil sehari-hari juga muncul karena faktor ketidaktahuan yang disebabkan minimnya interaksi dengan orang lain yang memiliki identitas berbeda.

“Meskipun Indonesia dikenal dengan negara yang plural, banyak yang tidak pernah bertemu atau berteman dengan yang berbeda keyakinan. Ketidaktahuan kita adalah sumber kecurigaan,” kata Mun’im dikutip dari laman prasetya.ub.ac.id, Selasa, 18 Juni 2024.

Dia menuturkan semakin kita tertutup, kecurigaan akan semakin besar. Sedangkan, orang yang semakin sering berinteraksi dengan orang yang berbeda, rasa toleran atau keterbukaannya semakin tinggi.

“Di sinilah interaksi itu penting. Kecurigaan itu tidak berkembang ketika kita tumbuh berinteraksi,” ujar dia.

Mun’im juga menyinggung tulisannya di buku Pendidikan dan Radikalisme: Data dan Teori Memahami Intoleransi Beragama di Indonesia. Dalam buku itu, dia mengatakan tidak memperbolehkan umat muslim mengucapkan selamat Natal termasuk perbuatan intoleran.

BACA JUGA  MUI Larang Salam Lintas Agama, Kemenag: Praktik Baik Jaga Kerukunan

Menurutnya, ada pandangan di kalangan muslim bahwa toleransi terkait akidah adalah haram. Mengucapkan Natal dianggap bagian dari mengafirmasi akidah Kristen yang oleh sebagian orang Islam lekat dengan syirik.

Padahal, kata Mun’im, Natal bukan hal penting dari teologi Kristen. “Yesus itu tidak lahir pada 25 Desember namun bulan Maret, sehingga Natal bukan bagian dari akidah Kristen. Orang-orang itu tidak paham apa yang menjadi akidahnya agama lain akibat ketidaktahuan mereka,” kata Mun’im.

Mun’im mengatakan buku yang ia tulis merupakan upaya untuk menghadirkan diskursus teoritik mengenai fenomena radikalisme dan intoleransi di sekolah tingkat menengah atas dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Hal itu karena banyak data yang tersedia terkait radikalisme di Indonesia.

Namun, sedikit sekali akademisi Tanah Air yang mampu memaparkan dengan kerangka konseptual yang memadai. “Patut disayangkan banyak hal baru di Indonesia yang orang-orang Barat perlu tahu seperti soal radikalisme, namun hasil penelitian yang bersifat lokal itu hanya bisa dibaca di Indonesia, tidak diletakkan dalam kerangka yang lebih luas,” kata Mun’im.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru