27.4 C
Jakarta
Array

Kuatkan Budaya Literasi, Teruskan Perjuangan Kartini

Artikel Trending

Kuatkan Budaya Literasi, Teruskan Perjuangan Kartini
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada momen peringatan Hari Kartini ini, biasanya orang-orang akan membicarakan emansipasi, kesetaraan gender, ketidakadilan, eksploitasi, kekerasan, dan sebagainya. Namun dalam tulisan ini, penulis mengajak para pembaca untuk menjajaki sedikit tentang Kartini dari sisi lain. Kita perlu melihat komitmen Kartini dalam hal literasinya, karena perjuangan-perjuangannya selama hidup tidak lepas dari literasi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa RA Kartini merupakan salah satu perempuan Nusantara yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada Tahun 1964. Ia pantas mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berkat pemikiran-pemikirannya yang brilian dalam memperjuangkan hak-hak perempuan pribumi. Ide-ide brilian tersebut ia tuangkan dalam bentuk tulisan (surat-surat), yang kemudian tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan dan diterbitkan oleh Nyonya Abendanon. Buku ini diberi judul Door Duisternis tot Lich. Gedachten voor en over het Javasche Volk. Saat ini buku tersebut dikenal dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini sangat terkenal tidak hanya di kalangan gerakan perempuan dan gerakan nasional, tetapi juga internasional.

Ini artinya ia memiliki perhatian yang kuat terhadap budaya literasi di Nusantara dalam menyampaikan ide-idenya, khususnya tentang perempuan. Perhatian terhadap literasi juga dijelaskan oleh Saskia Eleonora Wieringa (1999: 99) bahwa selama Kartini dalam pingitan, ia terus membaca dan belajar berbagai hal, ia juga mulai melakukan korespondensi dengan beberapa perempuan belanda, misalkan dengan Stella Zeehendelaar (orang Belanda sosialis-feminis) dan Nyonya Abendanon (istri Dierektur Pendidikan Kolonial) yang memiliki pemikiran maju.

Saat ini buku tersebut dikenal dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini sangat terkenal tidak hanya di kalangan gerakan perempuan dan gerakan nasional, tetapi juga internasional.

Ilmu yang ia dapatkan dari membaca tidak hanya berhenti dalam dirinya, tetapi ia kembangkan melalui korespondensi dengan orang lain, karena dari situlah pemikirannya dapat berkembang dan bisa menyentuh hal-hal yang sebelumnya tidak terfikirkan.

Kuatnya budaya literasi yang ada di dalam diri RA Kartini seharusnya menyulut spirit generasi milenial untuk memperkuat budaya literasi di Nusantara ini, khususnya bagi para perempuan. Namun pada kenyataannya budaya literasi di Indonesia masih berkutat dalam dua kecenderungan yang saling berlawanan, yaitu kecenderungan untuk melemah dan kecenderungan untuk menguat.

Kecenderungan melemah bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, di antaranya ialah kurangnya fasilitas, tidak memiliki komitmen, lebih senang menonton dan mendengar daripada membaca, menulis, dan menganalisis. Di antara ketiga faktor tersebut, faktor yang paling dominan dalam menentukan hal ini ialah komitmen yang lemah. Jika orang tidak memiliki komitmen yang kuat, ia cenderung mengesampingkan literasi, sekalipun ia berada di lingkungan yang menyediakan fasilitas lengkap.

Oleh karena itu, belajar dari komitmen RA Kartini, kita perlu untuk memperkuat kembali budaya literasi yang masih terombang-ambing dalam ketidakpastian. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam memperkuat budaya literasi, di antaranya ialah pertama, komitmen yang kuat. Komitmen yang kuat tidak akan mempermasalahkan fasilitas, karena kuatnya komitmen akan menuntutun seseorang untuk bertindak memperkuat budaya literasi dirinya dengan berbagai macam cara. Kedua, fasilitas memadahi, kelengkapan fasilitas ini penting karena hal tersebut dapat mendukung dan memperluas gerak peningkatan budaya literasi di Nusantara. Ketiga, adanya kontinyuitas, artinya penguatan budaya literasi harus dilakukan secara berkala, mulai dari tingkat awal, menengah, hingga tingkat tinggi, sehingga budaya literasi di Nusantara bisa benar-benar bagus. Keempat, respon yang baik, yaitu masyarakat luas perlu memberikan feedback yang positif, baik itu berupa apresiasi, bantuan, dan kerjasama.

Memperkuat budaya literasi sama halnya dengan meneruskan perjuangan RA Kartini untuk terus menyuarakan pemikiran-pemikirannya. Ia membutuhkan kita semua untuk mengembangkan pemikiran-pemikirannya, oleh karena itu kita tidak bisa berpaling muka dari perjuangan-perjuangannya, terutama dalam hal literasi. Harapannya ialah budaya literasi di Nusantara bisa berkembang dengan konsisten dan muncul generasi-generasi baru yang memiliki spirit kuat dalam meningkatkan budaya literasi.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru