29.8 C
Jakarta

Kredit dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahKredit dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kehadiran jasa lembaga keuangan—baik perbankan, leasing, pegadaian, dan lain sebagainya, sangat membantu kehidupan masyarakat. Karena masyarakat bisa mengakses jasa yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari, baik kebutuhan konsumtif ataupun produktif. Sehingga tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan berkualitas bisa tercapai.

Hanya saja, timbul pertanyaan mendasar, apakah jasa yang ditawarkan dari lembaga keuangan—baik perbankan, leasing, pegadaian, ataupun lainnya, sudah sesuai dengan prinsip syariah? Atau, jangan-jangan selama ini kita telah menggunakan jasa lembaga keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Maka dari itu, mari kita cari tahu bagaimana jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Salah satu jasa yang diberikan oleh lembaga keuangan dikenal dengan istilah kredit atau pembiayaan. Dimana, lembaga keuangan yang memberikan kredit dikenal dengan istilah kreditur dan nasabah yang meminjam dikenal dengan istilah debitur. Lantas, bagaimana pandangan syariah (islamic law) terhadap kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan?

Dua Macam Status Hukum Kredit

Status hukum dari kredit yang berkembang saat ini, dibagi menjadi dua, yaitu dilarang (haram) dan dibolehkan (halal). Pertama, kredit dibolehkan. Kredit yang dibolehkan dalam pandangan syariah ialah, kredit yang diberikan kepada nasabah bukan dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk barang. Dimana, lembaga keuangan membelikan barang yang dimaksud, kemudian diserahkan kepada nasabah.

Dalam proses pembelian barang, biasanya lembaga keuangan akan menawarkan akad-akad yang akan digunakan. Setidaknya, bisa menggunakan tiga jenis akad, antara lain: akad murabahah (jual-beli untung), akad salam (jual-beli pesanan), akad istisna’ (jual-beli pesanan).

Secara sederhana, dari ketiga jenis akad tersebut, bila disimulasikan misalnya, Ahmad ingin membeli sepeda motor dan meminta untuk dibiayai oleh lembaga keuangan. Setelah dicek, ternyata harga sepeda motor tersebut sebesar Rp 30.000.000.

Kemudian, Ahmad datang ke lembaga keuangan untuk meminta pembiayaan, dan permintaan Ahmad dikabulkan. Lembaga keuangan meminta keuntungan dari membelikan motor sebesar 20% atau Rp 6.000.000, yang akan dicicil selama 12 bulan. Berarti, cicilan per bulannya ialah Rp 3.000.000, yang didapat dari harga pokok sebesar Rp 30.000.000 dan keuntungan sebesar Rp 6.000.000.

Alasan Dibolehkannya Kredit

Kredit atau pembiayaan seperti ini dibolehkan. Karena esensi dari kredit seperti ini ialah, lembaga keuangan membelikan motor untuk Ahmad. Kemudian, motor tersebut dijual kembali kepada Ahmad dengan menambahkan keuntungan. Sementara, keuntungan dalam jual beli dalam pandangan syariah dibolehkan.

Biasanya, kredit semacam ini diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah—mulai dari Perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, Leasing Syariah, Koperasi Syariah, dan lain sebagainya, dan pembiayaan yang diberikan dikenal dengan istilah pembiayaan syariah.

Model pembiayaan seperti ini, juga telah dibolehkan oleh Dewan Pengawas Syariah-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dengan dikeluarkannya Fatwa DSN-MUI No. 4 tentang Murabahah, DSN-MUI No. 5 tentang Jual Beli Salam, DSN-MUI No. 6 tentang Jual Beli Istisna’.

Artinya, secara hukum Islam, model kredit atau pembiayaan seperti yang telah saya sebutkan, telah sesuai kaidah hukum yang ada dalam fikih ekonomi. Model kredit atau pembiayaan seperti yang saya sebutkan, telah ada di lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah, leasing syariah, koperasi syariah, dan lain sebagainya.

Kedua, kredit yang tidak dibolehkan (haram). Letak keharaman kredit yang berlaku di beberapa lembaga keuangan—khususnya lembaga keuangan konvensional seperti bank konvensional, leasing konvensional, koperasi konvensional, dan lain sebagainya, terletak pada pokok pembiayaan yang diberikan, yang kemudian ditambah dengan bunga yang diinginkan oleh lembaga yang bersangkutan.

Alasan Tidak Diperbolehkannya Kredit

Pokok pinjaman yang dibungakan bertentangan dengan prinsip syariah, karena setiap pinjaman yang dibarengi dengan adanya permintaan atau tambahan manfaat dinamakan riba. Sementara, riba dilarang dalam Islam. Sehingga, setiap lembaga yang menggunakan sistem seperti hal tersebut maka diharamkan.

Untuk lebih mempermudah, saya akan memberikan contoh dalam bentuk simulasi agar mudah dipahami. Misalnya, Ahmad ingin membeli sepeda motor dengan harga Rp 30.000.000, bunga sebesar 20% atau Rp 6.000.000, yang dicicil selama 12 bulan. Berarti, cicilan setiap bulan sebesar Rp 3.000.000.

Perlu diketahui, hal yang menjadi titik keharaman dari praktik kredit jenis kedua ialah, pinjaman uang yang diberikan kepada nasabah. Dimana, pinjaman dalam fikih ekonomi dikenal dengan istilah qard (pinjaman cuma-Cuma). Qard sebagai bentuk pinjaman masuk ke dalam akad-akad tabarru’ (tolong-menolong). Sehingga, setiap akad tabarru’ yang bersifat tolong-menolong ditambahi dengan kelebihan—entah bentuknya bunga, agio, ataupun lainnya, tetap saja diharamkan.

Maka dari itu, bila memang menginginkan ada keuntungan, sebaiknya kredit yang diberlakukan menggunakan cara yang pertama. Karena, cara pertama merupakan cara yang tidak dilarang. Karena, cara pertama yaitu pembiayaan dengan menggunakan akad jual-beli, yang objeknya adalah barang. Sementara, akad jual beli masuk ke dalam akad tijari (bisnis). pengambilan keuntungan dalam akad tijari dibolehkan. Demikianlah penjelasan singkat berkaitan dengan kredit persepektif ekonomi syariah. Setelah mengetahui kredit persepektif ekonomi syariah, semoga kita bisa mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, praktik keuangan yang kita lakukan di lembaga keuangan, sesuai dengan prinsip ekonomi syariah atau fikih muamalah.

Oleh: Hamli Syaifullah

Pengajar di Program Studi Manajemen Perbankan Syariah FAI-UMJ dan Mahasiswa Doktor Pengkajian Islam, Konsentrasi Perbankan dan Keuangan Syariah, SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru