29.7 C
Jakarta

Khutbah, Islam Moderat dan Masyarakat Perumahan

Artikel Trending

KhazanahResonansiKhutbah, Islam Moderat dan Masyarakat Perumahan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Mohd Shukri Hanapi (2014: 52) dalam The Wasatiyyah (Moderation) Concept in Islamic Epistemology: A Case Study of its Implementation in Malaysia menegaskan bahwa paham moderat (al-Wasathiyyah) merupakan terminologi bahasa Arab yang berakar dari kata wasath. Menurut hemat penulis, Islam adalah agama yang moderat, karena menghindari sikap berlebihan serta menghargai sikap tengah-tengah dalam segala hal.

Tanggal 14 Agustus 2020, penulis melaksanakan khutbah di salah satu masjid perumahan di Sidoarjo. Sebab masih dalam suasana bulan Kemerdekaan Republik Indonesia, penulis menyuguhkan materi khutbah tentang Islam dan nasionalisme. Islam mengizinkan bahkan menghargai seseorang untuk mencintai bangsa dan tanah airnya, selama tidak menyebabkan fanatisme buta yang akan memandang rendah bangsa dan tanah air lain. Materi ini diberikan oleh penulis,  agar masyarakat perumahan menghindarkan diri dari paham radikal.

Radikalisme dan Masyarakat Perumahan

Philip O. Sijuwade and John Santoya (2013: 509) dalam Religion in the Urban Community berpendapat bahwa suasana dan lingkungan kota bisa memotivasi sikap keagamaan moderat. Masyarakat perumahan identik dengan masyarakat yang tinggal di kota, walaupun tidak semua masyarakat kota tinggal di perumahan bahkan di pedesaan juga sudah muncul perumahan. Masyarakat yang tinggal di perumahan adalah masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas, bahkan mungkin ada kompleks yang khusus bagi yang hidup mewah.

Tidak hanya itu, dalam bidang pemahaman keagamaan, masyarakat perumahan tentu harus mendapat sentuhan dari para ustaz terutama di masjid ketika khutbah maupun ceramah. Aktivitas dan kesibukan yang luar biasa dari masyarakat perumahan dalam berkarir dan bekerja, sehingga tidak memiliki waktu banyak untuk hadir di masjid untuk mendengarkan kajian keagamaan.

Sekitar 9 tahun lalu, penulis pernah tinggal di masjid perumahan sebagai muazin, sehingga mengetahui dan beradaptasi dengan masyarakat setempat. Memang perlu diakui, di masjid tersebut ada masyarakat yang menggunakan celana cingkrang dengan jidat hitam. Ustaz yang mengisi khutbah dan kajian pun ada dari kalangan yang tidak berideologi Islam Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah (ASWAJA).

Kita tidak mengetahui, berapa banyak masyarakat perumahan masih awam yang sebenarnya sejak kecil berasal dari keluarga ASWAJA di desanya, namun berubah haluan karena mendapat provokasi dari ustaz yang berpaham intoleran.  Mungkin saja, mereka mengetahui pesan khutbah yang disampaikan ustaz bertentangan dengan nurani dan kebiasaan dari sejak kecil, tapi dianggap sebagai  kebaikan bahkan lebih baik karena sering hadir di masjid yang diisi oleh ustaz tersebut.

Ketika oknum masyarakat perumahan sudah terpapar radikalisme, maka tidak hanya berubah menggunakan celana cingkrang, jidat hitam dan wajah menakutkan, tapi juga bisa saja menolak tradisi ASWAJA dan melakukan provokasi untuk merusak negara. Jika pulang kampung dan mudik ke desanya, khawatir akan menolak dengan sangat keras terhadap tahlilan dan lain-lain.

BACA JUGA  Perang Gaza dan Matinya Kemanusiaan di Barat

Mereka akan bersikap asing di tanah kelahirannya dan menyebut tetangga yang masih merayakan tradisi ASWAJA dianggap tidak memiliki wawasan. Hal yang lebih menakutkan, keluarga yang tinggal di kampung terutama kedua orang tuanya akan dianggap musyrik, bahkan kafir sehingga dihalalkan darahnya.

Penguatan Islam Moderat dan Khutbah

Sudah saatnya para alumni pesantren dan santri untuk berpartisipasi dalam dakwah di masyarakat perumahan, untuk menyelamatkan mereka dari paham yang menyesatkan. Penulis senang menyampaikan khutbah tentang persaudaraan (Ukhuwah) di masyarakat perumahan, seperti persaudaraan  sesama umat Islam (Ukhuwah Islamiyah), persaudaraan sesama warga negara (Ukhuwah Wathaniyah) dan persaudaraan  sesama umat manusia (Ukhuwah Insaniyah).

Ukhuwah Islamiyah penting diberikan karena masyarakat perumahan terdiri dari paham keislaman majemuk, sehingga diperlukan saling menghargai dan menghormati. Boleh saja berbeda pemahaman, tetapi tidak menghujat apalagi mengafirkan. Sebab semua muslim adalah saudara yang dapat saling membantu dan saling mengingatkan dalam kebaikan.

Dalam masyarakat perumahan juga terdapat masyarakat lintas agama dan suku bangsa, sehingga penceramah juga bisa menyampaikan materi berkaitan tentang Ukhuwah Wathaniyah. Sebagai sesama anak bangsa, dapat menjalin relasi baik dan toleransi agar tercapai tatanan yang harmonis. Jika Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Wathaniyah sudah sukses, maka Ukhuwah Insaniyah juga terjalin dengan baik.

Materi tentang kesetiaan kepada negara juga penting, mengingat masih ada saja atau mungkin banyak warga negara yang tidak bisa menghargai pemimpinnya. Penulis lebih senang dengan istilah “saran” jika ingin memberikan masukan kepada pemerintah, daripada dengan sebutan “kritik”. Sebab “saran” mengindikasikan sikap rendah hati dari orang yang ingin menyampaikan gagasan, daripada “kritik” yang lebih terkesan bahwa pendapatnya harus diterima.

Khutbah di masyarakat perumahan sebaiknya menampilkan satu hingga dua dalil Alquran dan hadis, berbeda ketika berhadapan dengan masyarakat kultur santri yang bisa saja semua khutbah dipenuhi dengan teks Bahasa Arab.  Masyarakat perumahan membutuhkan penjelasan keagamaan yang ringkas, instan dan cepat dipahami. Kecerdasan pendakwah dapat dilihat ketika masyarakat memahami pesan yang disampaikan, sehingga ajaran ASWAJA dengan prinsip moderat dapat diterima dengan efektif dan efisien. Wallaahu A’lam.

Oleh: Samsuriyanto

Penulis, Dosen Studi Islam pada International Undergraduate Program, ITS Surabaya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru