33.2 C
Jakarta
Array

Khilafah, Khalifah, Hoax, dan Terorisme 

Artikel Trending

Khilafah, Khalifah, Hoax, dan Terorisme 
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Saat ada adu tagar pro 01 vs 02 pasca Debat IV Pilpres, di antara berbagai tagar yang trending, saya melihat ada tagar yang beda sendiri: “Islam Damaikan Dunia”. Saya buka cuitan-cuitan dengan tagar ini, ternyata secara bersamaan mereka membawa tagar: Rindu Pemimpin Cinta Islam, Khilafah Ajaran Islam, Haram Pemimpin Anti Islam.

Tak salah lagi, mereka rupanya orang-orang HTI.

Yang menarik di sini: HTI menolak sistem demokrasi (pemilu), tetapi menunggangi pilpres 2019 dengan mendorong para pemilih agar tidak memilih ‘pemimpin yang anti Islam’.

Yang ingin saya bahas kali ini adalah hal-hal fundamental (sangat melibatkan akal sehat/logika) soal jargon-jargon HTI ini.

Begini, ada yang disebut ‘etimologi’ (asal kata), ada ‘terminologi’ (peristilahan).

Beberapa hari yll, Prof Din Syamsuddin bikin press-rilis, yang intinya menyatakan bahwa ‘khilafah adalah ajaran Islam, ada di Quran’. Lalu, dibantah oleh Prof Nadirsyah, intinya,, yang ada di Quran itu ‘khalifah’, bukan ‘khilafah’ dan keduanya adalah kata yang berbeda.

Lalu para netizen pro HTI pun heboh menanggapi, antara lain, “Ya kalo ada khalifah, pasti ada khilafahnya dong!” lalu berbusa-busa menjelaskan makna kata khalifah/khilafah.

Nah, yang kayak gini adalah perdebatan etimologi (asal kata).

Di Quran, menurut banyak ahli tafsir, kata ‘khalifah’ berarti wakil Allah di muka bumi. Yang dimaksud adalah: semua manusia seharusnya berperilaku sebaik-baiknya di muka bumi ini karena ia sejatinya adalah wakil Tuhan.

Sementara ketika kita bilang ‘khilafah’, kita sedang merujuk pada istilah, pada satu sistem tertentu, atau pada ISIS (ISIS juga menyebut diri ‘khilafah’). Ini disebut: terminologi.

Jadi, saat berdiskusi, biar ga pening kepala melawan para anggota/simpatisan HTI, Anda sebaiknya pahami bahwa mereka sedang berusaha memainkan ‘etimologi’ (asal kata) sementara kita (kaum moderat) sedang bicara di tataran terminologi (definisi istilah).

Problemnya, ada orang yang konon pakar filsafat dan punya jargon ‘akal sehat’, hobi sekali membangun terminologi versinya sendiri.

Misalnya, saat dia bilang, “Al Quran itu fiksi”, dia membela diri, “Tapi fiksi menurut makna saya!”

Saat dia bilang “Saya ini ngibul”, dia berdalih, “Ngibul yang saya maksud itu beda!”

Perilaku orang ini diistilahkan ‘mendekonstruksi makna’. Saat mendengar kata ‘fiksi’, manusia normal umumnya akan ingat pada ‘novel’ (kisah khayalan). Jadi ketika ada yang mengatakan ‘Al Quran itu fiksi’, wajar kalau sebagian umat Islam protes, enak saja Kitab Suci kok disebut fiksi!

Nah orang yang suka mendekonstruksi makna seenaknya itu sebenarnya sangat melawan dasar-dasar logika (=akal sehat). Pembahasannya panjang tapi menarik, bisa baca di sini [1].

Jadi, kalau ada yang songong bilang “pakai akal sehat!”, kita perlu tanya, akal sehat yang mana? Oh, ternyata akal sehat menurut terminologinya sendiri…

Melawan orang semacam itu gampang. Anda caci maki saja dia: kamu itu penjahat, maling! Lalu, kalau dia marah, jawab saja, “Lho, sabaaar.. yang saya maksud dengan kata penjahat itu…” (silahkan bikin makna sendiri sengawur-ngawurnya).

Balik lagi ke khilafah.

Jadi, saat kita bicara soal khilafah (dalam kasus pembubaran HTI), kita sedang bicara di tataran terminologi. Kalau pemerintah membubarkan HTI, itu, juga sangat jelas: yang dibubarkan adalah ormas yang menolak sistem NKRI berdasarkan Pancasila&UUD 45. Bukan Islam-nya.

Kita sedang merujuk pada khilafah yang diusung HTI, bukan kata ‘khalifah’ yang ada di Quran. Secara linguistik, khilafah versi HTI itu sudah mengalami proses penyempitan makna, menjadi sebuah ideologi antidemokrasi, menghalalkan radikalisme, mengadopsi takfirisme, dan bahkan dalam banyak kasus, menghalalkan hoax demi mencapai tujuan mereka.

Buktinya? Kalau terkait pilpres Indonesia, sebagian Anda sudah tahulah. Kalau dalam perang Libya dan Suriah, HTI pun sudah membuka topengnya: mengklaim ormas damai tapi mendukung kekerasan untuk menumbangkan pemerintahan dan berupaya mendirikan khilafah versi mereka.

HTI menjadi cheerleader di Indonesia yang sangat aktif dalam menyerukan jihad Libya dan Suriah. Pada Januari 2013, HTI bahkan sangat optimistis menyatakan bahwa “khilafah di Suriah sudah dekat”.

Hafidz Abdurrahman, Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI, menyatakan, proses berdirinya khilafah di Suriah bisa dipercepat dengan “…melumpuhkan kekuasaan Bashar. Bisa dengan membunuh Bashar, seperti yang dilakukan terhadap Qaddafi, atau pasukan yang menopang kekuasaan Bashar.” [2]

Dari sini terlihat bahwa metode yang diusung HTI dalam mendirikan kekhalifahan adalah metode destruktif. Hasilnya sudah kita lihat: Libya & Suriah porak-poranda.

Blog, fanpage, dan buku saya merekam berbagai hoax yang disebarkan anggota/simpatisan HTI dan ormas-ormas lain pro-jihad palsu (antara lain: hoax ‘Sunni dibantai Syiah’).

Gara-gara semua hoax itulah, api kebencian antarumat semakin merajalela sampai sekarang.  Lalu, banyak orang terprovokasi untuk bergabung dengan ISIS dan Al Qaida (mungkin saja mereka ini bukan anggota HTI, karena hoaxnya menyebar sangat luas). Bila tidak bisa ke Suriah, bom pun mereka ledakkan di negeri sendiri.

Nah di sini, Anda bisa lihat kan, hoax sangat berkaitan dengan terorisme.

Dina Y Sulaiman. Analis Timur Tengah dan Islam

NB: Sekedar info, banyak yang seiring-sejalan narasi&perilakunya dengan HTI dalam kasus hoax&jihad Suriah. Google saja, ormas/partai/lembaga donasi mana yang suka bawa bendera FSA/AlQaida/ISIS dan memuji ‘mujahidin’.

[1] http://liputanislam.com/kajian-islam/84046/

[2] https://geotimes.co.id/kolom/politik/libya-suriah-dan-keruntuhan-klaim-antikekerasan-hti/

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru