31.2 C
Jakarta

Khilafah Islamiyah dan Ilusi ‘Rahmatan Lil Alamin’

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKhilafah Islamiyah dan Ilusi 'Rahmatan Lil Alamin'
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Seruan untuk menerapkan sistem khilafah Islamiyah di Indonesia semakin hari semakin gencar saja yang mulanya hanya gerakan bawa tanah. Kini, mulai buka-bukaan di depan umum. Kelompok yang mendukung berdirinya khilafah Islamiyah di Indonesia menganggap bahwa semua persoalan yang terjadi di bangsa ini, solusinya adalah menerapkan sistem khilafah. Benarkan demikian?

Mereka yang beranggapan seperti itu, mungkin saja kurang ngopi, atau bisa jadi kurang piknik. Sehingga, ketika ada masalah terjadi. Entah itu, di bidang ekonomi, politik, hingga lingkungan, selalu dikaitkan dengan diharuskannya penerapan sistem khilafah Islamiyah dan semua akan beres.

Padahal, kalau mau berpikir sedikit saja, kita tentu bisa mencerna bahwa kata tersebut sangat keliru dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademis maupun agama. Seperti masalah Freeport yang ada di Papua sekarang ini, apa dengan diterapkan khilafah Islamiyah bisa selesai? tentu tidak. Negara tetap harus mengikuti prosedur yang ada, karena kontrak Indonesia dengan Freeport menggunakan kesepakatan resmi hitam di atas putih.

Apabila menyalahi aturan ini, tentu negara akan dilaporkan dan mendapat “semprit” dari Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) bukan? contoh yang lebih kompleks lagi adalah masalah banyaknya pengangguran di Indonesia, apa dengan diterapkannya sistem khilafah di Indonesia bisa selesai? tentu tidak bisa. Karena masalah pekerjaan bukan hanya masalah sistem negara saja, juga bagaimana negara bisa mengembangkan sumber daya masyarakat, agar tidak bergantung untuk melamar pekerjaan saja, tapi juga bisa menciptakan lapangan kerja.

Khilafah yang Seperti Apa?

Menerapkan sistem khilafah di Indonesia bukanlah solusi utama untuk mengatasi problematika bangsa. Hal ini bahkan tidak dianjurkan oleh al Qur’an bahkan Rasul. Tentang tata negara, semua dikembalikan kepada manusia itu sendiri, yang terpenting adalah bisa mensejahterakan warganya.

Konsep yang ditawarkan khilafah Islamiyah pu tidak jelas seperti apa? Apakah akan mengikuti sistem rasul pada jaman beliau ketika masih hidup? Atau sistem kepemimpin Abu Bakar as Shidiq? Atau kah Ali bin Abi Thalib? Atau kah Usman bin Affan? atau yang mana? Semua mempunyai ciri khas kepemimpinan masing-masing, sesuai dengan kebutuhan pada jamannya. Dan apabila “maksa” kudu diterapkan khilafah Islamiyah di Indonesia, apa ada manusia yang sedikir mirip dengan Rasul, yang mahir dalam tata negara, resolusi konflik, hingga sosok pemimpin yang dikagumi tidak hanya muslim saja, melainkan non-muslim?

BACA JUGA  Golput Bukan Solusi untuk Demokrasi NKRI, Hindari!

Ambiguitas konsep ini mungkin juga menjadi salah satu alasan mengapa sistem khilafah Islamiyah ditolak di timur tengah sendiri. Di Mesir organisasi ini dibubarkan lantaran membahayakan negara. Mereka mempunyai tujuan untuk mengkudeta pemerintah, dan ketika tahun 1974 organisasi ini di bubarkan. Di Arab Sendiri, kelompok ini dianggap sebuah ancaman terhadap negara, sehingga pada era Abdul Azis organisasi ini di bubarkan.

Solusinya, Jangan Khilafah

Apa yang telah terjadi di timur tengah sekiranya menjadi gambaran terhadap Indonesia dengan mayoritas muslim terbanyak, bahwa sistem khilafah bukanlah solusi untuk menyelesaikan problematika yang ada di Indonesia saat ini.

Soekarno pernah menegaskan, Islam harus berani mengejar zaman, bukan seratus tahun, tetapi seribu tahun Islam ketinggalan zaman. Kalau Islam tidak cukup kemampuan buat mengejar seribu tahun itu, niscaya ia akan tetap hina dan mesum. Bukan kembali pada Islam glory yang dulu, bukan kembali pada ‘zaman chalifah’, tetapi lari ke muka, lari mengejar zaman. Itulah satu-satunya jalan buat menjadi gilang gemilang kembali. Kenapa toch kita selamanya dapat ajaran, bahwa kita harus mengkopi ‘zaman chalifah’ yang dulu-dulu? Sekarang toch tahun 1936 dan bukan tahun 700 atau 800 atau 900? (Surat-Surat Islam Dari Ende (DBR Jilid I, 1964).

Menurutnya, Islam sebagai agama tetap harus dijaga, namun dalam konsep bernegara, Indonesia tidak boleh terpaku pada masa keemasan zaman dulu (khlilafah) tapi harus lebih konsepnya harus lebih segar dan maju dari jaman itu. Sehingga, meski Seorang muslim, Bung Karno tidak sama sekali menerapkan konsep khilafah Islamiyah sebagai dasar negara.

Pemahanan tersebut perlu insyaf dari semua elemen masyarakat, dan bangsa. Bahwa, negara Indonesia bukanlah negara khilafah Islamiyah atau negara Islam akan tetapi negara yang Islami.

Oleh: Alan Wary Ackbar

Penulis, adalah Mahasiswa UIN Walisongo.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru