29.1 C
Jakarta

Keulamaan Habib Rizieq di Tangan Premanisme FPI

Artikel Trending

Milenial IslamKeulamaan Habib Rizieq di Tangan Premanisme FPI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Apa komentar yang pas untuk menyikapi penyerudukan kediaman ibunda Menkopolhukam Mahfud MD di Pamekasan, Madura? Atau bagaimana kita melihat penghadangan petugas kepolisian oleh massa saat mengirim surat ke Patmburan? Satu kata: premanisme. Bagaimana perasaan kita melihat seorang penulis di Medan dipersekusi segerombolan massa lantaran menulis tentang narasi Habib Rizieq? Takut. Premanisme FPI memang telah sukses menciptakan satu realitas: keresahan.

Di Surabaya, ratusan orang mengatasnamakan Pasukan Surabaya Peduli Akan Keutuhan Indonesia (Pasopati) melakukan aksi unjuk rasa di seberang Gedung Negara Grahadi, pada Sabtu (5/12) kemarin. Mereka menolak keberadaan FPI dan rencana kedatangan Habib Rizieq. Yanto Ireng, Koordinator Lapangan Pasopati menegaskan, siapapun yang menyuarakan perpecahan atau berupaya memecah belah persatuan di Surabaya, harus dilawan.

“Kami tidak menyebut salah satu sosok. Siapapun yang berupaya memecah belah dan mengancam persatuan dan kesatuan NKRI harus dilawan,” ujarnya, dilansir dari Detik.

Secara spontanitas, begitu keterangan Ketua FPI Sulawesi Selatan, Habib Muhsin al-Habsyi, simpatisan Habib Rizieq membubarkan massa massa penolak kedatangan Habib Rizieq Shihab (HRS) di Makassar dengan cara membusurnya dengan batu hingga massa koca-kacir, dan ada yang mengalami luka. Di Malang, Jawa Timur, aksi penolakan Habib Rizieq juga bergema, yang seperti dilansir Detik juga, digelar dengan orasi oleh Aliansi Jogo Ngalam, pada Jumat (27/11) lalu.

Tidak hanya itu. Aksi penolakan terhadap FPI juga terjadi di Plasa Wonosobo, Jawa Tengah, dua hari sebelumnya, Rabu (25/11). Namun, aksi tersebut akhirnya dibubarkan polisi. Terlihat, massa membawa sejumlah poster bergambar Habib Rizieq dan poster bertuliskan “Bubarkan FPI= Sampah”, “Rizieq Shihab Sampah Negara”. Resistensi masyarakat tersebut seharusnya membuat Habib Rizieq dan FPI berkaca diri, kenapa masyarakat resah pada mereka.

Mengulamakan Habib Rizieq di satu sisi,  tetapi di sisi lainnya premanisme FPI terus berjalan, adalah sesuatu yang naif. Sungguhpun demikian, itu semua tidak akan terjadi, andai Sang Imam Besar memberikan instruksi kepada pengikutnya untuk tidak bertingkah ala preman. Selain menggerus integritas keulamaan Habib Rizieq, tindakan tersebut hanya menciptakan antipasti non-Muslim terhadap Islam. Dan oleh sebab yang terakhir ini, kita semua kena getahnya.

Mengapa Habib Rizieq Diam?

Kunci utamanya adalah Habib Rizieq: kenapa ia diam melihat premanisme FPI—Ormas yang ia adalah kiblatnya? Ini patut ditanyakan. Patut juga disayangkan, bahwa alih-alih menjadikan karismanya di mata pengikut untuk meredam kerusuhan premanisme FPI, Habib Rizieq malah lantang hanya ketika mengkritik pemerintah. Bungkamnya Sang Imam Besar dari mengambil sikap jelas merugikan ia sendiri—masyarakat semakin meyakini bahwa dalang di setiap premanisme adalah dirinya.

Padahal, tidak begitu. Dalam nurani Imam Besar, pasti, kedamaian adalah tujuan perjuangan. Tidak mungkin ia menginginkan kerusuhan sebagaimana yang premanisme FPI tunjukkan. Menyeruduk sembarangan dan mempersekusi seenak jidat, lalu Habib Rizieq diam melihat itu, jelas bukan saja mendegradasi status keulamaan dan kehabiban, melainkan juga  masyarakat geram dengan gagasan Revolusi Akhlak yang dibawanya. Revolusi macam apa jika setelah ia pulang, yang semarak justru kegaduhan?

BACA JUGA  Menunggu Tindakan Strategis Pemerintah terhadap Propaganda Khilafah

Sikap yang bijak ialah suara Sang Imam Besar. Sebab, menyalahkan penyeruduk, mengkritik premanisme FPI kepada pelakunya, itu adalah langkah yang sia-sia. Mereka sekadar mengandalkan otot dan fanatisme, tidak punya nalar yang sehat. Satu-satunya cara meredam mereka adalah mendatangi Habib Rizieq sendiri, mendesaknya agar mengambil sikap atas kegaduhan yang para pengikutnya lakukan. Hanya dengan itu, satu-satunya cara, premanisme FPI di jagat NKRI ini mereda.

Dengan kata lain, gagasan Revolusi Akhlak harus diterapkan, pertama-tama, kepada Habib Rizieq sendiri, dengan cara menghindari narasi kotor, menghina, menyulut emosi pengikut fanatisnya. Lalu Revolusi Akhlak tersebut diajarkan kepada pengikutnya, melalui instruksi agar jadilhum bi allati hiya ahsan, mengkonter kebatilan dengan cara yang baik—melarang mereka bertindak anarkis laiknya preman. Baru kemudian pemerintah dan masyarakat diedukasi bagaimana mencontoh akhlak Rasul, secara gradual.

Taktiknya harus benar; hierarkis-gradual. Habib Rizieq, dengan segala label kebesaran yang disematkan kepadanya, mesti memanfaatkannya secara tepat, bukan untuk menjadi oposan Jokowi belaka. Rasanya, semua orang tidak membenci Habib Rizieq secara personal, melainkan benci narasi yang dibawakannya. Sebab, Habib Rizieq merupakan ulama yang, menghormatinya, adalah keniscayaan. Akan tetapi, terkait premanisme FPI, dan melihat Sang Imam Besar diam tidak menanggapi, itu mengherankan. Sementara orang pasti akan berani mengatakan: “Mereka memang kongkalikong!

Memusuhi Premanisme FPI

Yang namanya kebrutalan, lahir dari siapapun itu, apalagi mengatasnamakan Islam, sangat perlu dimusuhi. “Aku diutus untuk memperbaiki akhlak,” begitu Rasulullah menjelaskan, maka segala tendensi ke arah sebaliknya, adalah kontradiktif dengan misi kenabian. Habib Rizieq membawa gaya dakwah nahi mungkar kepada pengikutnya yang awam, dan konsekuensi terburuknya adalah meningkatnya kegaduhan lantaran keawaman mereka.

Dikiranya, semua penduduk ini kafir-berdosa-keliru, dan harus disikapi dengan premanisme. Egoisme keberagamaan tersebut jelas wajib dimusuhi: pergerakannya, bukan pribadi pelakunya. Para pengikut Habib Rizieq yang polos dan di kepalanya hanya mau perang terus itu sejujurnya adalah korban, korban dari ketidakbijakan panutan mereka berdakwah. Karenanya, sekalipun premanisme ala mereka mesti dianggap musuh, mereka juga harus segera disadarkan dari kebodohannya.

Tentu yang paling efektif melakukan ini adalah Habib Rizieq sendiri. Artinya, premanisme FPI itu akan berhenti, kalau pemimpin FPI sendiri yang memberikan instruksi. Diamnya para petinggi akan melahirkan persepsi kolektif pengikut, seolah tindakan premanismenya disetujui Sang Imam Besar. Jika Habib Rizieq tidak beriktikad mengambil bagian untuk meredamkan emosi umat yang melampaui batas itu, maka tidak salah misal ada anggapan masyarakat bahwa ia adalah bagian darinya.

Singkat kata, karena keagamangan sikap, tidak adanya instruksi menengahi apalagi meredam tingkah pengikutnya, keulamaan Habib Rizieq hanya semakin tercemar oleh premanisme FPI—kebrutalan pengikutnya sendiri. Lalu, yang disalahkan siapa, rezim lagi? Sukar dinalar.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru