28.4 C
Jakarta

Ketua PP Muhammadiyah Sebut Radikalisme Politik Lebih Berbahaya dan Mematikan

Artikel Trending

AkhbarDaerahKetua PP Muhammadiyah Sebut Radikalisme Politik Lebih Berbahaya dan Mematikan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Yogyakarta – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Busyro Muqoddas, MHum mengungkapkan masyarakat termasuk Polri juga harus menangkal merebahnya radikalisme politik. Pihaknya menyebutkan bahwa radikalisme politik  jauh lebih berbahaya dan mematikan dari pada radikalisme yang selama ini memicu tindakan teror.

Busyro menuturkan bahwa masyarakat dan terutama aparat penegak hukum kepolisian juga dihadapkan pada pusaran Problem radikalisme politik. Radikalisme model ini harus juga menjadi perhatian masyarakat dan penegak hukum agar potensinya tidak terus berkembang di negeri ini.

Salah satu problem yang disoroti adalah melebarnya kekerasan dan radikalisme politik yang berdampak destruktif pada kesenjangan sosial yang semakin meluas. Bahkan radikalisme politik ini lebih berdampak besar dan mematikan banyak nyawa masyarakt.

Busyro Muqoddas merupakan sosok yang sudah malang melintang selama 40 tahun berkhidmat di dalam penegakkan hukum dan dalam dunia advokasi.

“Salah satu pengamatan saya menyimpulkan memang kekerasan dan radikalisme politik lebih menonjol daripada bentuk-bentuk yang lain, serta dampaknya lebih luas dan kompleks,” ungkap Busyro Muqoddas, Kamis (4/2/2021).

BACA JUGA  PPKHI Kalteng Tolak Intoleransi dan Radikalisme

Dalam Webinar “Reformasi Polri: berharap kepada Kapolri Baru?” Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah tersebut, Mantan Ketua KPK itu menyebutkan beberapa problem selain radikalisme politik. Pertama, adanya penurunan atau demoralisasi birokrasi negara yaitu berkisar konsistensi etika kebangsaan dan kebertuhanan

Kedua, problem defisit dan darurat demokrasi yaitu disorientasi legislasi sebagai pemicu, penyulut dan sekaligus sumbu demokrasi transaksional. “Paling tidak ada tiga regulasi yaitu UU Parpol, UU Pemilu, dan UU Pilkada disamping yang lainnya,” ungkap Busyro Muqoddas.

Problem ketiga adalah terbentuk dan menguatnya state capture corruption. “Kita dikejutkan dengan angka IPC tahun 2020 baru kali ini anjlok 3 poin, kemudian disusul survei Globar Corruption Barometer yang antara lain menyebutkan 92% percaya ada korupsi di pemerintah termasuk salah satunya mega skandal Bansos yang amat menyakitkan hati seluruh rakyat Indonesia,” tutur Busyro Muqoddas. Selain itu, adanya juga kebangkitan akar budaya korupsi berupa politik dinasti dalam Pemilu – Pilkada.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru