33 C
Jakarta

Keteledoran dan Eksploitasi ISIS dalam Memaknai Hijrah (Bagian IX)

Artikel Trending

KhazanahTelaahKeteledoran dan Eksploitasi ISIS dalam Memaknai Hijrah (Bagian IX)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hijrah dibagi menjadi dua jenis, pertama hijrah makaniyah, dan kedua hijrah maknawiyah. Hijrah makaniyah (pindah tempat) adalah perpindahan tempat dari tempat A ke tempat B. Contohnya adalah seperti hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari Makkah menuju Madinah. Sedangkan hijrah maknawiyah (secara makna) adalah meninggalkan perkara yang disenangi oleh hawa nafsu, menuju perkara yang diridai Allah SWT. Baik perkara itu bersifat keyakinan, kesenangan, pola pikir ataupun tingkah laku.

Perintah hijrah ini tentu mempunyai ketentuan-ketentuan pasti yang telah disepakati oleh para ulama. Namun, hijrah yang dipropagandakan oleh ISIS jelas tidak masuk dalam ketentuan hijrah yang syar‘i. Karena hijrah versi ISIS hanya menyeru pada fanatisme suatu kelompok. Ini tampak jelas dari kecenderungan utama kelompok teroris ini untuk mengkafirkan mayoritas umat Islam yang tidak sependapat dan tidak bergabung untuk berhijrah bersama mereka.

Menurut ISIS, Hijrah harus dilakukan dengan berpindah tempat. Oleh karena itu, mereka membagi dunia dalam dua dikotomi sempit, yakni; negara Islam (daulah islamiyah) dan negara kafir (dar al-kufr/dar al-harb). Kekeliruan ISIS yang pertama dalam hal ini adalah tentang terminologi. Para ulama menyatakan bahwa pembatasan suatu wilayah teritorial dengan label dar al-kufr atau dar al-Islam merupakan khazanah ijtihad ulama masa lalu yang sesuai dengan kondisi mereka saat itu. Meskipun demikian, harus diakui bahwa tidak ada petunjuk pasti dalam Al-Quran maupun hadis tentang dikotomi ini.

Keteledoran ISIS Memaknai Hijrah

Kemudian di tengah perkembangannya, keteledoran ISIS mulai muncul. Karena dalam kenyataannya, mereka tidak hanya memerintahkan pengikutnya untuk berpindah tempat. Seolah mereka menyadari, bahwa proses pindah tempat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Lalu untuk mengakali hal tersebut, ISIS mengeluarkan statement bahwa hijrah tidak harus pindah tempat, tetapi teror juga bisa dikatakan hijrah. Karena, dimanapun berada seseorang bisa melakukan tindakan teror terhadap musuh-musuhnya.

Adapun musuh-musuh yang dimaksud ISIS sebagai pengkhianat Islam yaitu berjumlah lebih dari tujuh puluh kelompok.  Di antara tujuh puluh kelompok tersebut adalah negara salibis, rezim thagut, tentara murtad, milisi syi’ah, dan faksi nasionalis yang wilayahnya tersebar di seluruh dunia. Selain itu, dalam menguatkan argumentasi hijrahnya, ISIS melakukan exploitasi terhadap hadis Nabi yang berbunyi:

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

BACA JUGA  Melihat Gerakan Perempuan Akar Rumput dalam Upaya Pencegahan Radikalisme

Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing”

Dalam memaknai hadis ini, ideologi ISIS, Abu Mus’ab al-Zarqawi mengatakan bahwa Nabi telah menyebutkan beberapa ciri orang-orang asing. Yang dimaksud asing di sini adalah mereka yang Nuzza’, yaitu melepaskan diri dan pergi dari kaum atau suku mereka. Namun belakangan ini, doktrin “orang asing” itu sempet mengguncang masyarakat di Indonesia. Doktrin ini digunakan untuk meyakinkan seorang perempuan untuk melakukan bom bunuh diri. Ia adalah Dian Yulia Novi yang diyakinkan bahwa bom bunuh diri yang ia lakukan –untungnya usaha ini dapat digagalkan aparat kepolisian– akan mengantarkannya menjadi orang asing. (Noor Huda Ismail, “Lahirnya ‘Pengantin’ perempuan”, dalam. Tempo.co, 19 Desember 2016)

Pendapat ISIS tersebut tentu sangat bertentangan dengan konsep dan hakikat makna hijrah. Oleh karena itu, beberapa ulama menyatakan bahwa selama kaum muslimin dapat menjalankan ibadah pokoknya secara aman, maka tidak diwajibkan hijrah atas mereka. Abu Zahrah, dengan mengutip pendapat Abu Hanifah, menulis bahwa tolak ukur penentuan dar al-Islam adalah jika seorang Muslim hidup aman di dalamnya. Dengan kata lain, negara Islam bukanlah negara yang memberlakukan hukum Islam, melainkan setiap negara di mana umat Muslimnya dapat menjalankan ibadah-ibadah rukunnya dalam situasi dan kondisi yang tenang serta nyaman.

Kemudian kekeliruan kedua yang dilakukan oleh ISIS adalah mewajibkan semua umat Islam untuk berhijrah dari dar aI-kufr. Perintah ini keliru, karena jika dar al-kufr itu benar-benar ada di masa sekarang, maka semua dar al-kufr tidak boleh didiami atau otomatis menjadi dar al-harb. Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat al-Taubah ayat 7 yang artinya, “Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka”.

Perlu diketahui bersama bahwa, peperangan hanya diperbolehkan tatkala perjanjian telah dilanggar oleh mereka dan umat Muslim berada dalam kondisi yang berbahaya. Tetapi jika tidak melanggar dan tidak dalam keadaan bahaya, masihkah Hijrah dilakukan? Atau tanpa disadari, jangan-jangan kita juga sudah hijrah?. Karena hijrah sesungguhnya adalah melawan hawa nafsu dan merubah dari kebiasaan yang dilarang, menuju hal yang diperintahkan dan diridai oleh sang maha pencipta.

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru