25.4 C
Jakarta

Ketegangan Iran Vs AS: Antara Perang dan Perdamaian

Artikel Trending

EditorialKetegangan Iran Vs AS: Antara Perang dan Perdamaian
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Operasi Militer Amerika Serikat (AS) di kota Baghdad, Irak telah menewaskan orang penting kedua di Iran sebagai Jenderal Korps Garda Revolusi Iran. Dan ia adalah Jenderal Qaseem Suleimani secara struktur kepemimpinan tergolong orang kedua setelah Pemimpin Agung, Ayyatullah Khamenei. Serangan AS tersebut dapat dikategorikan aksi teror atau hanya propaganda politik atas obsesi kekuasaan Donald Trump.

Tensi geopolitik dua negara antara Iran dan AS sungguh berpotensi adanya perang dunia III. Perang besar-besaran antar dua negara (Proxy War) mulai membuka pintu atau sinyal peperangan akan terjadi pasca pengibaran bendera merah oleh Iran. Hal ini hanya kemungkinan kecil saja. Namun, aksi balas dendam bisa saja terjadi, sebab itu merupakan aksi teror yang menyisakan korban.

Dalam konteks historis-kultur, dari sebelum-sebelumnya pasang surut ketegangan Iran dengan AS memang tidak pernah memiliki hubungan baik sejak revolusi 1979. Soal ada upaya Iran akan melakukan pembalasan dendam itu hal yang paling berat sebenarnya, sebab kematian Qaseem Soleimani meninggalkan luka di masyarakat. Akan tetapi, dampak politiknya terhadap keamanan global.

Selain itu, dilansir dari Sindonews (07/01/20) Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah memerintahkan anggotanya untuk menyerang tentara Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut. Langkah ini sebagai bentuk pengambilan sikap dan tindakan untuk serang pembalasan atas tewasnya Qaseem Soleimani, sebab kematiaannya sudah direncanakan oleh Donald Trump.

Dengan adanya seruan penyerangan balik tersebut, memperlihatkan AS bukan lagi menjadi juru kunci perdamaian global, tetapi malah menjadi aktor kekerasan. Kekerasan atau aksi teror itu merupakan hal sangat terlarang oleh negara mana pun. Sebab itu, menjadi ancaman kepada keamanan masyarakat global.

Apalagi Jenderal Qaseem Soleimani memiliki andil besar sebagai pahlawan dalam jajaran Garda Revolusi Iran. Dan kelompok tersebut memiliki peranan penting dalam hal menjaga keamanan eksternal negara. Sehingga, kelompok tersebut bagian dari pasukan elit dalam rangka untuk menjaga keamanan wilayah di sekitar timur tengah. Jika ada reaksi dari masyarakat Islam di berbagai negara adalah hal yang wajar.

Krisis Perdamaian Menjelang Perang

Secara geopolitik hubungan kedua negara ini memang mengalami ketegangan yang berkelanjutan. Di sisi lain, dampak eskalasi konflik Iran dan Amerika Serikat bisa menyulut api perpecahan dan peperangan. Artinya, politik kekerasan itu masif terjadi dengan mengorbankan cinta, persatuan, persaudaraan, dan kemanusiaan dalam banyak negara.

Apalagi dengan adanya niat balas dendam yang hanya memicu perang dan kekerasan (war and violence), sehingga perhatian kepada pusat perdamaian itu hilang tanpa arah. Padahal, ini catatan penting yang harus dilakukan oleh kedua negara tersebut agar melakukan diplomasi dan rekonsiliasi tanpa ada konflik yang berulang kembali yang bisa menimbulkan banyak korban berjatuhan.

BACA JUGA  Nataru dan Mitigasi Ancaman Terorisme

Di samping itu, dampak eskalasinya kepada gerakan Islam global akan bereaksi meski berbeda atau bukan negara sekutu. Faktor ini yang kemudian membuat negara Iran yang punya kelebihan dalam hal membangun jaringan dibandingkan Amerika Serikat, akan kemungkinan besar terjadi pembalasan dendam. Pun perang kemungkinan terjadi meskipun tidak ada di wilayah zona perang terbuka.

Harusnya akar persoalan ini tidak berbuntut kepada perang, sebab itu merusak keamanan dan perdamaian global yang sudah lama terbangun dan terjalin dengan berbagai negara. Soal serangan teror yang dilakukan operasi meliter AS tanpa ada persoalan itu menunjukkan negara yang memiliki potensi dan wilayah kekerasan sangat tinggi.

Ketegangan dua negara ini setidaknya tidak menutup ruang perdamaian, tetapi perlu kita catat bahwa aksi teror tersebut harus ada hukumannya karena itu sudah menewaskan seseorang disertai dengan perencanaan. Artinya, pembunuhan berencana itu terbukti adanya dugaan mufakat melakukan niat jahat yang dilakukan oleh oprasi meliter AS.

Inkonsistensi AS Tentang Anti Terorisme

Negara Amerika Serikat bisa dicapkali negara teroris karena melakukan pembunuhan kepada Jenderal Qaseem Soleimani sebagai pahlawan di negara Islam Iran. Di sisi lain, sang Jenderal tersebut meruapakan simbol dari anti terorisme dan radikalisme di timur tengah. Salah satunya saat pengamanan negara dari pembantaian kelompok militan ISIS.

Dalam hubungan politik, aksi teror ini bertentangan dengan komitmen AS dalam memerangi radikalisme dan terorisme. Karena itu, terorisme adalah musuh agama dan negara yang bisa menyebabkan kematian kepada masyarakat, terutama kepada keamanan sebagai kunci keselamatan warga negara yang harus dijamin dan dilindungi dari kekerasan teroris.

Aksi teror yang dilakukan AS tidak mencerminkan negara kontra kepada narasi anti radikalisme dan terorisme. Untuk itu, jika memang memiliki keberpihakan atas penanggulangan terorisme. Tentu tidak akan membunuh Jenderal Qaseem Soleimani sebagai orang yang sangat fenomenal dan simbol dari kebangkitan perang melawan terorisme.

Jika ditilik jauh kedepan, Donald Trump adalah Presiden AS tidak memiliki itikad baik dalam memerangi radikalisme dan terorisme. Sebab belakangan ini, yang terjadi hanyalah terorisme baru ala Amerika Serikat yang sebelumnya dikenal siap membasmi komplotan ISIS, dan jaringan kelompok terorisme di timur tengah. Namun, malah ikut melakukan aksi teror.

Pada akhirnya, efek politik kedua konflik negara Iran-AS tentu bisa dijadikan pelajaran penting bagi negara Indonesia untuk tidak terprovokasi melakukan hal serupa yang dilakukan meliter AS kepada Jenderal Qaseem Soleimani. Sebab sudah lama Indonesia dideklarasikan sebagai negara Pancasila yang cinta akan kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian. Sehingga, negara ini menjadi kiblat perhatian negara lain untuk tidak bertindak kekerasan maupun melakukan aksi terorisme.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru