25.3 C
Jakarta

Ketakutan Akut Akan Islamisme, Keniscayaan atau Ironi Dunia Islam?

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuKetakutan Akut Akan Islamisme, Keniscayaan atau Ironi Dunia Islam?
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Harby Enemy Fear Of An Islamic Movement, Kota Terbit: Jakarta Barat, Penerbit, One Peach Media, ISBN: 9-786234-830354, Penulis: Rulian Haryadi. Peresensi: Andy Tri Widiyanto.

Harakatuna.comHarby Enemy Fear Of An Islamic Movement merupakan buku yang memuat gerakan-gerakan politik Islam pasca runtuhnya Turki Utsmani setelah berlalu satu abad. Khilafah merupakan mercusuar bagi dunia Islam karena selain sebagai pemersatu negara-negara Islam juga menjadi poros tonggaknya masyarakat menjalani kehidupan.

Tanggal 3 Maret 1924 menjadi hari yang kelam bagi Turki Utsmani yang secara global berpengaruh terhadap dunia Islam karena semakin hari semakin mengalami kemunduran di berbagai aspek. Komando umat Islam telah terlepas, berganti dengan sistem-sistem yang diinisiasi negara Barat.

Kekalahan ini secara otomatis juga berdampak terhadap perpolitikan negara-negara dan umat Islam. Karena peta politik akan ditentukan oleh pemenang. Serta umat Muslim mengalami kelimbungan di hampir semua aspek, karena kehilangan guidance.

Rulian Haryadi merupakan staf editor di www.boomboxzine.net, sebuah webzine yang membahas tentang politik dan gerakan-gerakan Islam baik skala nasional maupun internasional. Di dalam bukunya ini, Rulian menyebutkan dua faktor yang melatarbelakangi terbitnya buku ini.

Pertama, kondisi umat Islam yang masih terkotak-kotakkan dengan sudut pandang gerakan Islam. Terjadi saling hujat di antara gerakan-gerakan ini, yang ironisnya tanpa mengetahui sejarah terbentuknya masing-masing gerakan dan tanpa mau mempelajari pertimbangan sosiologisnya.

Kedua, ketika mendapati intisari dari buku Da’wah Muqawammah al-Islamiyyah al-‘Alamiyyah karya Abu Mushab as-Suri terkait akar permasalahan dari sudut pandang gerakan-gerakan yang dicap sebagai jihadi. Serta buku karya Reza Pankhurst yang berjudul The Inevitable Caliphate? yang mengulas sudut pandang konsep perjuangan gerakan Islam di bawah panji negara dan bangsa.

Pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi lima pendekatan. Pertama, menguraikan keruntuhan imperium Islam yang dalam hal ini adalah Kesultanan Ottoman atau Turki Utsmani dari berbagai aspek termasuk melihat dari sudut pandang Barat.

Kedua, perlawanan dari umat Muslim dalam suasana imperialis yang diikuti dengan timeline sejarah dari masing-masing gerakan di masing-masing negara. Dalam hal ini hanya empat negara yang dijadikan contoh untuk mewakili masing-masing wilayah. Di antara empat negara tersebut adalah Aljazair mewakili Afrika Barat, Mesir mewakili dunia Arab, Indonesia mewakili Asia Tenggara, dan Pakistan mewakili Asia Selatan dan Tengah.

Alasan di balik dipilihnya empat negara tersebut adalah kesamaan yang mewakili masing-masing kawasan. Negara tersebut merdeka dengan merebut total dari negara penjajah, menginspirasi terwujudnya gerakan Islam secara global dan pertarungan antara demokratisasi dan islamisasi terjadi begitu vulgar dalam konstelasi politik negara tersebut tidak sepenuhnya sekuler. Kondisi keempat negara ini dirinci berdasarkan pada hal ekonomi, sosial masyarakat, kondisi keagamaan, politik, dan ideologi yang diusung.

Ketiga, pembahasan mengenai gerakan Islam mulai dari awal abad ke-20 dengan varian dakwah dan perlawanan yang ditawarkan. Keempat, membahas pola pemikiran dari luar Islam untuk mengoyak kemapanan pemikiran Islam seperti yang sudah dilakukan oleh penjajah kolonial.

Perlawanan mendasar yang bisa dimulai saat ini adalah ghazw al-fikr sebagai upaya membentengi umat Islam terhadap akidah dari sekularisme, liberalisme, pluralisme, feminisme, nihilisme, materialisme, dan isme-isme lain yang tidak sejalan dengan syariat Islam.

Harapannya dimulai dari ghazw al-fikr ini pula, umat Islam mempunyai dasar pemikiran islami sebagai worldview. Dan kelima, refleksi terhadap hal-hal yang sudah tercapai selama perjalanan Islam satu abad di milenium baru.

Buku Harby Enemy Fear Of An Islamic Movement ini hadir untuk menjadi salah satu referensi acuan dalam mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan gerakan Islam pendahulunya. Turki Utsmani berkuasa selama 6 abad yang dimulai tahun 1281 di bawah kepemimpinan Osman Bey dan berakhir pada tahun 1924 di bawah kepemimpinan Mehmed Vahideddin atau lebih dikenal dengan Mehmed VI pasca Perang Dunia I.

Wilayah kekuasaannya termasuk sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat (Kaukasus), Afrika Utara, dan Tanduk Afrika. Masa kejayaan terjadi pada abad ke-16 dan 17 termasuk masa Muhammad Al-Fatih yang mampu membebaskan Konstantinopel. Sampai akhirnya pada masa Sultan ke-36 Ottoman, Mehmed VI yang mengalami kemunduran dan berakhirnya imperium Ottoman.

BACA JUGA  Meneladani Para Kiai untuk Menjauhi Radikalisme Agama

Tak hanya keberhasilan dan kegagalan dari Turki Utsmani, tetapi juga disajikan lahirnya proses panjang perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan Islam pasca runtuhnya monarki Islam. Gerakan pan-islamisme lahir sebagai pengambil estafet penerus dakwah dengan tema perjuangannya masing-masing. Sebut saja Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qaeda, sampai gerakan-gerakan muda yang berfokus terhadap perekonomian umat Muslim yang diinisiasi oleh Murabitun World Movement.

Islamofobia yang menjangkiti masyarakat dunia masih menjadi PR besar bagi gerakan-gerakan Islam. Dengan kejadian 9/11 yang dijadikan corong bagi Amerika untuk membuat program “memerangi terorisme” menjadikannya sekutu-sekutunya beserta masyarakat dunia memandang sinis dan memberikan stigma negatif tentang Islam.

Sebagai penerus estafet perjuangan, tentu saja harus mampu membaca setiap tantangan dan rintangan yang bersifat nasional, internasional bahkan multinasional. Keadaan geopolitik internasional dapat dipahami secara holistik untuk dijadikan referensi dalam mengambil keputusan.

Gaya penulisan yang langsung to the point menyasar kepada benang merah dan fakta-fakta premier setiap kejadian pada suatu gerakan dan masa tertentu. Menjadikan hampir keseluruhan tulisan dalam buku ini layak kita beri stabilo. Rujukan yang diambil bukan main-main, dilakukan dengan riset data yang mendalam dari berbagai sumber.

Sebut saja penulis-penulis dan pemerhati politik Islam kawakan seperti Abul A’la al-Maududi, Abul Hasan Ali an-Nadwi, Abdullah Azzam, Abdullah bin Muhammad, Abdul Qadir as-Sufi, Abdul Qadir bin Abdul Aziz, Adian Husaini, Ali Allawi, Ali Muhammad Ash-Shalabi, Buya Hamka, Hasan al-Banna, Ibrahim al-Bayoumi Ghanim, Ilan Pappe, Indra Martian, John Horton, Israr Ahmad, Karen Armstrong, Muhammad Najib, Muhammad Quthb, Nafeez Mosaddeq Ahmad, sampai dengan Yusuf al-Qardhawi, dll.

Overall, islamisme sebagai gerakan politik yang menginginkan implementasi hukum Islam dalam tata pemerintahan telah menjadi topik penting di berbagai negara. Buku “Enemy Fear of an Islamic Movement” karya Rulian Haryadi memberikan wawasan mendalam mengenai tantangan yang dihadapi oleh negara-negara dalam menghadapi gerakan ini. Membaca buku tersebut dalam kerangka kontra-islamisme mencakup beberapa hal.

Pertama, diperlukan pemahaman mendalam tentang ideologi yang mendasarinya. Ini bukan hanya tentang menolak atau melawan, tetapi juga memahami motivasi dan aspirasi para pengikutnya. Dialog terbuka antara pemerintah, akademisi, dan perwakilan dari kelompok-kelompok islamis bisa menjadi langkah awal untuk mencari titik temu dan memahami perbedaan.

Kedua, memiliki kerangka hukum yang jelas dan adil dalam menangani aktivitas yang melanggar hukum oleh kelompok-kelompok islamis. Ini termasuk pengawasan terhadap kegiatan yang berpotensi menimbulkan kekerasan atau terorisme, serta penegakan hukum yang tegas namun tetap menghormati hak asasi manusia.

Ketiga, meningkatkan kondisi ekonomi dan menyediakan pendidikan serta peluang kerja yang lebih baik dapat mengurangi daya tarik ideologi ekstremis. Program-program pemberdayaan masyarakat perlu difokuskan pada daerah-daerah yang rawan terhadap pengaruh islamisme.

Keempat, strategi kontra-narasi. Melawan narasi ekstremis dengan narasi alternatif yang positif dan inklusif sangat penting. Ini melibatkan penggunaan media, pendidikan, dan kampanye sosial untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan perdamaian. Kerja sama dengan tokoh agama yang moderat dan berpengaruh juga bisa memperkuat pesan ini.

Kelima, kerja sama antara negara-negara dalam bertukar informasi intelijen, strategi keamanan, dan bantuan ekonomi sangat penting. Organisasi internasional dan regional bisa memainkan peran kunci dalam mengkoordinasikan upaya ini.

Intinya, islamisme merupakan tantangan kompleks yang memerlukan pendekatan multifaset. Buku “Enemy Fear of an Islamic Movement” karya Rulian Haryadi memberikan gambaran yang mendalam tentang ancaman ini dan pentingnya strategi yang komprehensif dan terkoordinasi untuk satu cita: membangun masyarakat yang lebih damai dan harmonis.

Andy Tri Widiyanto, S.Pi
Andy Tri Widiyanto, S.Pi
Guru swasta di Kabupaten Magelang. Ketua MGMP TKPI Kabupaten Magelang. Anggota MGMP TKPI Provinsi Jawa Tengah. Tim kerja Bidang Pemberdayaan Nelayan dan Masyarakat Pesisir, Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus Jama’ah Nelayan Muhammadiyah (Jalamu) Pusat.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru