32.7 C
Jakarta

Kepulangan Prof. Huzaemah Tahido Yanggo Menjadi Kehilangan buat Kita

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKepulangan Prof. Huzaemah Tahido Yanggo Menjadi Kehilangan buat Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 23 Juli 2021 Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, M.A. berpulang. Sungguh kaget dan tidak kuasa dunia akademik ditinggal oleh seorang perempuan pernah menjadi guru besar di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Prof. Huzaemah termasuk perempuan yang berpengaruh dalam dunia akademik. Ia memiliki gagasan yang mampu mempertemukan peran perempuan antara di tengah publik dan di dalam domestik. Biasanya kedua peran yang berbeda ini seringkali dipertentangkan oleh sebagian orang yang tidak menyukai isu kesetaraan gender.

Perempuan, dalam benak orang yang anti-gender, diperlakukan tidak setera dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang memiliki peran terbatas dan tidak seluas peran laki-laki. Mereka memandang bahwa perempuan cukup berkarir di rumah saja. Karena, peran perempuan di luar rumah termasuk aurat atau aib.

Prof. Huzaemah mengkritik gagasan eksklusif dalam melihat peran perempuan. Perempuan, bagi Prof. Huzaemah, biasa memiliki peran ganda. Bisa berperang sebagai ibu rumah tangga. Atau bisa berperan sebagai Wanita karir di tengah publik. Gagasan ini dibuktikan dengan keterlibatan Prof. Huzaemah dalam dua sektor ini.

Prof. Huzaemah, di samping sebagai ibu dan istri dalam rumah tangganya, memperlebar sayap karirnya di tengah publik. Hal dibuktikan dengan jabatan membanggakan yang ia pegang. Di antaranya, guru besar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, rektor Institut Ilmu Al-Quran Jakarta, dan ketua bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia.

BACA JUGA  Ketika Negara Tidak Mau Ikut Campur Soal Agama

Pencapaian prestasi Prof. Huzaemah tersebut tentu tidak digapai dengan semudah membalikkan telapak tangah. Di sana ada proses panjang dan melelahkan yang ia lalui. Sebelumnya Prof. Huzaemah pernah belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir. Bahkan, ia termasuk perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktor dari kampus ternama tersebut dengan predikat cum laude.

Secara keahlian Prof. Huzaemah lebih dikenal sebagai pakar fikih perbandingan mazhab asal Indonesia. Secara sepintas, keahlian yang melekat pada pribadinya menunjukkan bahwa Prof. Huzaemah termasuk ilmuwan perempuan yang berpemikiran terbuka terhadap perbedaan. Ia terbuka terhadap perbedaan pendapat seputar studi fikih. Sebab, keterbukaan itu penting dalam dunia pengetahuan. Tanpanya, pengetahuan akan stagnan.

Melihat prestasi dan pengabdiannya tentu tidak kuasa dunia akademik ditinggal Prof. Huzaemah. Dunia akademik sekarang dalam kondisi yang tidak sehat. Banyak orang yang tertutup pemikiran mulai menguasai kampus, sehingga jika dibiarkan kebebasan berpikir di dunia akademik akan hilang pada akhirnya.

Karena itu, penting para mahasiswa atau pelajar meneruskan perjuangan Prof. Huzaemah dalam membumikan keterbukaan berpikir. Tidak perlu takut berbeda dengan orang lain dalam hal pemikiran. Berbeda itu bukanlah sesuatu yang dilarang dalam Islam. Malahan, Islam menganjurkan untuk saling berbeda pendapat. Perbedaan itu adalah rahmat. Selamat jalan, Prof. Huzaemah! Namamu tetap dikenang sepanjang masa.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru