32.1 C
Jakarta

Kenapa Wahabi Susah Ditumbangkan Argumentasinya? Ini Alasannya

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKenapa Wahabi Susah Ditumbangkan Argumentasinya? Ini Alasannya
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kritik terhadap Wahabi sudah sering dilakukan. Ditegaskanlah bahwa Wahabi itu suka membid’ahkan orang lain, padahal bid’ah sendiri ada yang dinilai baik (hasanah). Wahabi disebut sebagai kelompok yang gemar mengkafirkan kelompok lain, padahal klaim kafir itu tidak boleh diucapkan sembarangan.

Dikritik juga bahwa Wahabi bukanlah kelompok salafi. Karena, mereka tidak meneladani nilai-nilai positif para salafiyah. Disebutkan bahwa Wahabi adalah majassimah atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk. Sebab, mereka melakukan pembacaan terhadap ayat-ayat sifat Tuhan secara leterlek.

Beberapa kritik ini sedikit pun tidak membuat Wahabi tumbang. Mereka malahan semakin tumbuh dan berkembang. Mereka bisa “survive” karena mereka memiliki dalih untuk membantah kritik-kritik yang dikemukakan tadi. Sedangkan, para kritikus Wahabi sekarang belum punya bantahan balik yang mampu menumbangkan argumen mereka.

Perhatikan bagaimana Wahabi berdalih atau membantah balik kritik-kritik yang disampaikan kelompok lawan. Pertama, ketika Wahabi membicarakan bid’ah dan dibantah bahwa bid’ah itu ada yang hasanah/baik, maka mereka membantah bahwa justru mengatakan bid’ah hasanah adalah bid’ah. Artinya, bagi Wahabi, selama sesuatu bid’ah tetaplah bid’ah, meski itu hasanah. Maka, bid’ah harus dihindari.

Kedua, ketika disebut hadis tentang persaudaraan dan larangan pengkafiran (menganggap kafir) berderet dan berjejal dalam banyak hadis Nabi Muhammad Saw., maka Wahabi membantah bahwa Ali bin Abi Thalib saja membakar orang yang murtad, dan Abu Bakar memerangi nabi palsu Musailamah al-Kadzdzab, meskipun mereka berdua melakukan rukun Islam yang lima.

BACA JUGA  Kerancuan Ijtihad Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang Radikal

Ketiga, ketika Wahabi mengutip perlunya meneladani para generasi salaf, yakni generasi awal dan para sahabat Nabi, mereka sama sekali tidak mengekspos bahwa Ali bin Abi Thalib melawan Aisyah dalam Perang Jamal dan memakan banyak korban. Ali juga melawan Muawiyah bin Abi Sufyan yang menimbulkan kematian kaum muslimin dalam jumlah banyak.

Keempat, ketika kaum Wahabi dianggap sebagai mujassimah sebab pembacaan leterlek mereka terhadap ayat-ayat sifat yang berkonsekuensi menyerupakan Tuhan dengan makhluk, maka Wahabi berkilah dan menyatakan bahwa yang melakukan takwil sebagaimana kelompok Asy’ariyah dan al-Maturidiyah adalah ahli ta’thil, yakni yang meniadakan sebagian sifat Allah, sama seperti Mu’tazilah dan sebagainya.

Kelima, ketika Wahabi disebut sebagai representasi Khawarij, maka mereka mengaku sebagai pengikut salafiyah yang akan melawan para ahli bid’ah, dan kalau ahli bid’ah tidak bertaubat, maka boleh dibunuh. Keenam, ketika takwil juga dipakai oleh generasi salaf seperti Ibnu Abbas, maka Wahabi mengutip tokoh-tokoh salaf versi Wahabi yang menyetujui larangan penggunaan takwil.

Berdasarkan bantahan balik Wahabi tersebut, para kritikus hendaknya mencari argumentasi lain yang susah atau tidak dapat dipatahkan lagi oleh Wahabi. Percuma kritik demi kritik dilayangkan jika Wahabi masih mampu melakukan anti-tesis. Dan, sepertinya sampai detik ini kritik terhadap Wahabi masih belum tajam, sehingga susah menumbangkan mereka.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru